Kadang-kadang lebih mudah bicara dengan anjing daripada
dengan manusia. Anjing, setidaknya, punya sensitivitas.
—@noffret
dengan manusia. Anjing, setidaknya, punya sensitivitas.
—@noffret
Anjing adalah satu-satunya makhluk yang dapat hidup hanya dengan cinta dan kesetiaan. Tidak ada makhluk lain yang dapat hidup seperti itu. Meski saya tidak memelihara anjing, tetapi saya percaya bahwa anjing adalah makhluk yang cinta dan kesetiaannya dapat diandalkan—bahkan sering kali lebih dapat dipercaya dibanding manusia.
Kalau kau berteman dengan manusia, percaya kepadanya, menjalani hari-hari bersama, tidak ada jaminan dia tidak akan mengkhianatimu. Temanmu hari ini bisa menjadi musuhmu minggu depan, atau bulan depan, atau tahun depan. Tetapi, kalau kau berteman dengan anjing, dan percaya kepadanya, dia akan menjaga kepercayaanmu, dan kau bisa yakin dia tidak akan mengkhianatimu.
Sampai hari ini, setidaknya, saya belum pernah mendengar ada anjing yang mengadu domba temannya. Belum pernah ada anjing yang menusuk temannya dari belakang. Belum pernah terdengar ada anjing yang menampakkan senyum ramah tapi diam-diam menyimpan kebusukan di hatinya. Belum pernah ada cerita anjing yang memfitnah, menipu, atau memanipulasi sesamanya. Belum pernah ada kisah anjing yang munafik, pendengki, dan diam-diam tertawa saat melihat temannya celaka. Senajis-najisnya anjing, sering kali mereka memiliki kejujuran dan kesetiaan yang melebihi manusia.
Di South Carolina, tepatnya di Charleston, ada sepasang suami istri bernama Benjamin dan Hope Jordan. Mereka memiliki bayi berusia 7 bulan, yang diberi nama Finn Jordan. Karena keduanya bekerja seharian, mereka pun berpikir untuk mempekerjakan baby sitter selama mereka tidak di rumah. Melalui sebuah penyalur, mereka mendapat seorang baby sitter bernama Alexis Khan.
Sejak itu, setiap pagi, Alexis si baby sitter datang ke rumah pasangan Jordan, mengurusi bayi mereka, lalu Benjamin dan Hope Jordan berangkat kerja. Sore hari, saat pasangan Jordan pulang kerja, tugas Alexis pun selesai, dan dia pulang ke rumahnya. Selama seharian, Finn si bayi hanya bersama si baby sitter, ditemani anjing piaraan pasangan Jordan.
Mula-mula tidak ada masalah. Tetapi, makin lama, anjing di rumah itu menunjukkan gejala perilaku yang tak wajar. Pagi hari, ketika si baby sitter datang ke rumah, anjing itu akan menyalak dengan galak. Sikapnya yang semula ramah berubah beringas. Sikap anjing itu makin agresif, ketika si baby sitter mulai mendekati bayi pasangan Jordan.
Benjamin dan Hope Jordan tentu saja bingung dengan perilaku anjing mereka. Sementara bulan demi bulan berlalu, perilaku anjing itu tidak berubah—tetap galak dan agresif setiap kali melihat si baby sitter. “Sekitar lima bulan dia menjadi baby sitter di sini, anjing kami jadi sangat protektif terhadap anak kami, setiap kali baby sitter tiba di pintu rumah,” tutur Benjamin saat diwawancarai News Limited Network.
Akhirnya, Benjamin mulai curiga. Melalui perundingan dengan istrinya, Benjamin diam-diam meletakkan iPhone di bawah sofa, untuk merekam segala yang terjadi selama mereka pergi bekerja. Sore hari, saat mereka kembali ke rumah, dan si baby sitter telah pulang, Benjamin dan istrinya memutar isi rekaman iPhone. Betapa terkejutnya suami istri itu saat mendengar rekaman yang mengindikasikan bayi mereka mendapat kekerasan dari baby sitter-nya.
“Mula-mula terdengar makian,” Benjamin menceritakan. Lalu terdengar suara tamparan diikuti tangisan Finn, bayi mereka. Tak perlu dikatakan bagaimana marah dan sedihnya pasangan suami istri itu mendengar rekaman suara yang terus-menerus berisi makian, tamparan, tangisan, makian, tamparan, tangisan. Selama berbulan-bulan, bayi mereka disiksa, dan selama itu pula anjing peliharaan mereka menjadi saksi yang tak berdaya.
Anjing itu tak bisa berbicara. Dia tidak bisa mengadukan perlakuan si baby sitter kepada tuannya. Tetapi, dengan segala daya yang mampu dilakukannya, anjing yang setia itu mencoba mengingatkan tuannya, bahwa bayi mereka dalam bahaya. Dia menunjukkannya melalui perilaku agresif setiap kali melihat si baby sitter datang, dan menyalak dengan galak saat si baby sitter mulai mendekati si bayi.
Karena pengaduan Benjamin dan istrinya, Alexis Khan pun ditangkap, dan dia mengakui semua tindak kekerasan yang dilakukannya pada si bayi. Dia terancam hukuman penjara, dan namanya di-black list sehingga tidak bisa lagi mendapat pekerjaan yang berhubungan dengan bayi. Karena kesetiaan seekor anjing, ada banyak bayi lain yang terselamatkan dari kemungkinan kekerasan.
Di antara hewan peliharaan lain, hanya anjing yang memiliki naluri kesetiaan semacam itu. Kalau kau memelihara ayam, atau kucing, atau jangkrik, atau celeng, mereka akan cuek beibeh dan tak peduli bayimu disiksa orang lain. Anjing memahami cinta dan kesetiaan, bahkan kepada makhluk lain. Dan sifat itu tidak hanya dimiliki anjing yang hidup di South Carolina, tetapi juga di belahan bumi yang lain.
Di Banyuwangi, Indonesia, seorang wanita bernama Wienda Oetami memelihara seekor anjing yang diberi nama Duma. Selama ini, kita mungkin sudah sering mendengar “permusuhan abadi” antara anjing dan kucing. Tetapi, di rumah Wienda Oetami, anjing justru merawat dan menyusui anak-anak kucing.
Keluarga Wienda Oetami menyayangi anjing peliharaan mereka dengan penuh kasih, dan rupanya energi positif itu menular pada si anjing. Suatu hari, putri Wienda yang siswa kelas II SMP, Andrea Avilla, pulang dari sekolah dengan membawa sebuah kardus berisi empat anak kucing. Anak-anak kucing itu dibuang pemiliknya, dan Andrea Avilla bermaksud merawat mereka. Sejak itulah, anjing di rumah Wienda Oetami berteman dengan anak-anak kucing tersebut.
Bukannya menyerang anak-anak kucing sebagaimana umumnya yang biasa kita dengar, Duma si anjing justru menunjukkan perilaku protektif dalam melindungi bayi-bayi kucing itu. Kepada wartawan KOMPAS, Wienda Oetami menceritakan, “Saya kaget saat tiba-tiba anak kucing berada di dalam mulutnya. Saya pikir mau dimakan, ternyata keempatnya dipindahkan agar bisa dekat dengan dia.”
Sejak itu, si anjing tidur bersama anak-anak kucing, dan membiarkan empat bayi kucing itu menyusu kepadanya. Mungkin anjing itu tahu, bahwa bayi-bayi kucing itu telah dibuang dan ditelantarkan, dan nalurinya mendorong untuk melindungi serta merawat mereka.
Tak jauh beda dengan yang terjadi di Banyuwangi, di Brasil juga ada kisah serupa yang menyentuh hati menyangkut kasih dan ketulusan seekor anjing.
Di San Carlos, Brasil, ada anjing liar yang dibuang pemiliknya di sebuah tempat rongsokan. Anjing itu masih kecil, dan selama beberapa waktu hidup dengan mengais-ngais makanan yang dapat ditemukan di sekitar tempat tinggalnya. Suatu hari, Neile Vaina Antonio, pengurus tempat rongsokan, menemukan anjing itu, kemudian memutuskan untuk merawatnya. Sejak itu pula, si anjing diberi nama Lilica.
Neile Vaina bukan orang kaya. Dia hidup pas-pasan, namun memiliki kasih kepada hewan. Di rumahnya, dia telah memelihara anjing, kucing, ayam, dan beberapa hewan lain. Sejak Lilica bergabung dengannya, anjing liar itu pun mulai akrab dengan hewan-hewan lain peliharaan Neile Vaina. Mereka menjalani hidup bersama sebagaimana layaknya keluarga, membangun solidaritas, berbagi kehangatan, dan menjalin persahabatan.
Karena kehidupan yang pas-pasan, Neile Vaina tidak bisa rutin memberi makan untuk hewan-hewan di rumahnya. Lilica, si anjing liar, rupanya menyadari kenyataan itu. Sejak itu pula, Lilica pun mulai rutin keluar rumah, mencari-cari makanan di sekitar tempat rongsok, yang kemudian ia bagikan kepada teman-temannya sesama hewan di rumah Neile Vaina.
Setiap hari, sementara Neile Vaina bekerja di tempat rongsok, Lilica berkeliling ke sana kemari, mengais-ngais apa pun yang bisa dijangkaunya, mengumpulkan makanan, kemudian dengan moncongnya dia membawa makanan itu ke rumah, untuk dibagikan kepada teman-temannya. Sampai suatu hari, ketika sedang kepayahan mengais-ngais sampah untuk mencari makanan, seorang wanita bernama Lucia melihatnya, dan merasa kasihan.
Lucia mendekati anjing itu. “Sepertinya kau sedang mencari makanan,” ujarnya dengan prihatin. Menyaksikan penampilan si anjing yang mengenaskan, Lucia pun mengajak anjing itu ke rumahnya, dengan maksud untuk memberinya makan. Lilica, si anjing, menurut.
Saat diwawancarai Odditycentral, portal berita Brasil, Lucia menceritakan, “Ia (Lilica) berjalan dan mengendus tempat sampah, dan mencuri perhatianku. Aku berpikir ia tak punya rumah, karena mencari makanan. Aku pun kemudian memberinya makanan.”
Di rumah Lucia, Lilica menerima makanan yang diberikan Lucia, tetapi tidak memakannya. Dia mengumpulkan makanan itu, bermaksud membawanya pulang.
Merasa heran, Lucia pun mengikuti anjing itu. Saat mereka tiba kembali di rumah Neile Vaina, Lucia menyaksikan anjing tadi membagikan makanan tersebut pada teman-temannya sesama hewan. Dengan terharu, Lucia pun berkata pada Lilica, bahwa anjing itu boleh datang ke rumahnya setiap hari untuk mengambil makanan.
Seolah memahami yang dimaksud Lucia, besoknya Lilica benar-benar datang ke rumah Lucia. Lucia telah menyiapkan makanan untuk anjing itu, dan sekali lagi ia menyaksikan anjing liar tersebut membawa makanan yang diberikannya untuk dibawa pulang. Sejak itu, setiap hari, Lilica rutin datang ke rumah Lucia untuk mengambil makanan, yang kemudian ia bagikan kepada teman-temannya.
Yang menakjubkan, jarak antara rumah Neile Vaina dan rumah Lucia mencapai 4 kilometer. Artinya, setiap hari, Lilica bolak-balik berjalan sejauh 8 kilometer untuk dapat memberi makan teman-temannya. Adakah manusia yang mampu melakukan perbuatan mulia seperti itu? Berjalan kaki bolak-balik sejauh 8 kilometer, di bawah terik panas yang menyengat, atau dalam cuaca dingin yang membeku, hanya untuk mengambil makanan yang akan dibagikan kepada teman-temannya.
Senajis-najisnya anjing, kadang manusia perlu belajar kepadanya.