Jika kita mengingat peristiwa-peristiwa sebelum Jokowi menjadi Presiden, juga awal-awal saat menjabat sebagai presiden, nada-nada yang kita dengar begitu indah. Begitu... penuh optimisme. Sebegitu indah dan optimis, sampai TIME memasang foto Jokowi, dan memberi judul A New Hope.
Di masa-masa itu, kita mendengar tekad pemberantasan korupsi, penguatan KPK, kesejahteraan rakyat, dan... oh, ya, tentu saja, revolusi mental, dan aneka slogan yang—dalam bayangkanku—mampu membuat bidadari di surga mengangguk-angguk percaya, karena saking indah janji terdengar.
Karenanya, tidak heran kalau di masa-masa itu para pendukung Jokowi akan ngamuk kalau mendengar sedikit saja kritik atau semacamnya. Karena mereka—para pendukung Jokowi—memang sedang ada di titik tertinggi kepercayaan, yang bahkan mirip fanatisme. Wajar dan manusiawi, tentu saja.
Maksudku, wajar kalau mereka mengamuk jika tokoh yang mereka percaya dicerca, karena—ya itu tadi—mereka sedang ada di titik tertinggi kepercayaan, yang bahkan menyerupai fanatisme. Wong bocah-bocah TIME saja percaya (A New Hope, remember?), apalagi orang-orang biasa seperti kita.
Lalu lima tahun berjalan, dan apa yang terjadi? Kita semua tahu jawabannya. Janji penuntasan kasus HAM menguap entah ke mana. Bukannya tuntas, pelanggaran HAM bahkan terjadi dengan banyak sebab. Sementara KPK tempo hari juga dirundung masalah. Dan revolusi mental? Mungkin lupa.
Di luar masalah HAM dan penuntasan korupsi, ada banyak masalah lain yang timbul dan membelit selama lima lahun kemarin Jokowi memimpin. Tapi ocehan ini tidak dimaksudkan untuk menuliskannya satu per satu, dan kalian bisa mencari/mempelajarinya sendiri, toh mudah ditemukan.
Intinya, ada banyak kekecewaan yang muncul selama Jokowi menjadi presiden. Sebegitu banyak, hingga para pendukungnya perlahan-lahan menyadari bahwa pujaan mereka bukan tanpa cela sebagaimana yang dulu mereka percaya. Bagaimana pun, nyatanya, Jokowi tetap manusia biasa.
Antiklimaks benar-benar terjadi, ketika Jokowi kembali terpilih sebagai Presiden, dan sejak itu kita seperti dibangunkan dari mimpi indah, untuk menatap dan menghadapi kenyataan. Tidak ada lagi janji sorga, tidak ada lagi optimisme... hanya realitas. Dan realitas sering pahit.
Ekonomi akan meningkat, katanya. Tapi Asian Development Bank menemukan 22 juta orang Indonesia kelaparan selama pemerintahan Jokowi. Dan janji-janji, yang dulu terdengar indah bahkan ndakik-ndakik, kini berubah menjadi, "Kondisi ekonomi memang sedang berat." Terdengar familier?
Cukup untuk hal itu. Kalau ocehan ini kuteruskan, aku khawatir akan melantur dan mengatakan hal-hal yang mestinya tidak kukatakan.
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 18 Desember 2019.