Tadi, dalam perjalanan pulang, ada dua cewek ABG boncengan naik motor matik, melaju di depanku. Lumayan kencang, dan kami di jalan satu arah. Di pertigaan jalan, tiba-tiba cewek itu menyalakan sein kanan, dan langsung belok kanan. Mati-matian aku ngerem, agar tidak nabrak mereka.
Tapi peristiwa itu rupanya belum selesai. Begitu cewek ABG tadi belok kanan, sebuah Yaris melaju ke arah mereka. Yaris itu mungkin kaget, karena tiba-tiba ada motor di depannya, dan tidak mampu mengerem. Lanjutannya tak perlu kujelaskan, kalian bisa membayangkannya sendiri.
Sebagian orang mengira bahwa menyalakan lampu sein saja sudah cukup. Mereka merasa tak perlu melihat spion apalagi menengok ke belakang. Mungkin benar, kalau mereka menyalakan sein sejak 10 meter sebelum belok. Tapi kalau beloknya mendadak, mbok lihat spion dulu. Apa susahnya?
Tanpa bermaksud misoginis (misoginis kuwi opo?), hal-hal kayak gitu lebih sering dilakukan perempuan daripada laki-laki. Setidaknya berdasarkan pengalaman pribadi. Saat berkendara di jalan raya, perempuan seperti merasa jalan raya itu miliknya. Akibatnya kurang hati-hati.
Selain kurang hati-hati, perempuan juga kurang tepo sliro pada kendaraan lain (mungkin karena menganggap jalan raya miliknya). Sifat tercela ini akan sangat tampak, kalau kita berhenti di tengah jalan, dengan maksud untuk menyeberang. Pengendara perempuan tidak (pernah) peduli!
Kalau ke rumah ortu, aku harus masuk gang di kanan jalan. Biasanya, aku akan menghentikan kendaraan di tengah jalan, dengan sein kanan menyala, menunggu lalu lintas dari depan sepi. Biasanya pula, pengendara laki-laki akan tepo sliro, mereka akan melambatkan laju kendaraan.
Rata-rata pengendara laki-laki paham; kalau ada kendaraan di depan yang mau menyeberang, mereka akan melambatkan laju kendaraannya, memberi kesempatan pada orang lain untuk menyeberang. Tapi pengendara perempuan... tidak! Bahkan tidak pernah! Setidaknya, aku belum pernah melihat!
Sudah jutaan kali aku menghitung. Tiap kali aku akan menyeberang jalan, pengendara laki-laki akan melambatkan lajunya, bahkan sampai menghentikan kendaraannya, memberiku kesempatan untuk menyeberang. Tapi pengendara perempuan terus saja melaju kencang, tanpa tepo sliro.
Soal ini, dan soal belok mendadak tadi, sebenarnya cuma secuil masalah yang biasa ditunjukkan perempuan saat berkendara di jalan raya. Tentu tidak semua wanita begitu. Tapi banyak yang begitu. Mereka seperti berpikir jalan raya adalah miliknya, dan persetan dengan orang lain.
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 8 Agustus 2020.