Selasa, 01 November 2022

Curhat Seorang Introver

Bagi orang-orang introver, hal berat di dunia ini bukan kesepian (karena introver jarang kesepian), bukan pula kebosanan (karena introver jarang bosan, meski sendirian). Hal berat bagi introver adalah saat bertemu orang-orang, dan harus menyapa atau berbasa-basi dengan mereka.

Bagi kebanyakan orang [ekstrover], berbasa-basi dengan orang lain—lalu mengobrol ringan tentang hal-hal sepele—mungkin menyenangkan. Tapi bagi orang-orang introver, itu sangat berat, menyiksa, dan menyedot energi kami habis-habisan. Apalagi jika harus melakukannya terus menerus.

Bagi introver, menyapa orang sesekali, itu tidak masalah. Berbasa-basi dengan orang sesekali, juga tidak masalah. Tapi jika harus menyapa orang yang sama setiap saat, setiap hari, atau berbasa-basi dengan orang yang sama setiap hari, itu sangat menyiksa psikis kami habis-habisan.

Dalam ilustrasi ekstrem, jika aku diminta memilih masuk kuburan sendirian di malam hari, atau memasuki acara pesta yang penuh orang di hotel mewah, aku akan memilih masuk kuburan sendirian! Karena masuk kuburan artinya tidak perlu menyapa atau berbasa-basi dengan siapa pun!

Orang introver malas menyapa orang lain terus menerus, atau berbasi-basi terus menerus, bukan karena sombong, tapi karena kami sangat berat melakukannya—itu menyedot energi kami habis-habisan. Daripada membuang energi untuk basa-basi, aku lebih suka memakai energi untuk bekerja.

Kalian yang bukan introver pasti tidak tahu bagaimana tersiksanya kami (orang-orang introver) saat harus menyapa, berbasa-basi, dengan orang-orang lain. Ketika kami melakukannya, energi kami terkuras, dan ketika kami kembali ke rumah, kami merasa sangat... sangat kelelahan!

Saat-saat paling menyenangkan dalam kehidupan orang introver adalah saat sendirian, tanpa diganggu siapa pun. Ketika sendirian, kami benar-benar berenergi, dan bisa menggunakan energi itu untuk hal-hal yang [kami anggap] lebih baik; misal bekerja, belajar, atau mencuci piring.

Sayangnya, hal ini sangat jarang diketahui masyarakat umum. Akibatnya, mereka sering salah paham terhadap orang-orang introver. Dikiranya sombong, tak mau bergaul, tak mau bersosialisasi. Padahal penyebab/masalahnya bukan itu. Penyebab/masalah yang terjadi adalah ketidakmampuan.

Sebagai introver, aku tidak malu mengakui; dalam skala ekstrem, introver itu serupa “cacat”, yang menyebabkan pengidapnya tidak bisa menjalani kehidupan seperti umumnya orang-orang lain. Salah satunya, mereka (orang-orang introver dalam skala ekstrem) tidak bisa bersosialisasi.

Nuwun sewu, bayangkan orang yang mengidap polio. Karena mengidap polio, dia tidak bisa berjalan normal, karena kakinya tidak sesehat kita. Cara berjalan pengidap polio berbeda dengan cara berjalan orang-orang normal (yang tidak mengidap polio). Kira-kira seperti itu ilustrasinya.

Kita tidak bisa menyalahkan pengidap polio, misalnya, “Kamu kalau jalan mbok seperti orang-orang lain umumnya!”

Dia “berbeda” dengan rata-rata orang lain, karena memang kondisinya begitu—dia tidak meminta jadi pengidap polio—dan kita tidak bisa menyalahkan dia karena kondisinya.

Begitu pula kondisi introver-ekstrem yang diidap sebagian kita. Temanmu, tetanggamu, atau bahkan anggota keluargamu, bisa jadi orang introver yang [hidupnya] berbeda dengan umumnya orang lain. Kita tidak bisa memaksanya agar “sama seperti orang lain”, karena nyatanya dia berbeda!

Tiga ratus lima puluh dua tahun yang lalu, pada 1669, Isaac Newton menjadi dosen matematika di Lucasian Professorship, Cambridge. Usia dia waktu itu baru 26 tahun, dan Newton adalah orang kedua yang memegang gelar dari universitas tertua di dunia tersebut. Hebat, eh? Tunggu dulu!

Isaac Newton adalah introver-ekstrem. Dia sangat hebat sebagai pemikir, dan dunia mengakuinya. Tapi dia sangat “payah” ketika berhadapan dengan orang lain, benar-benar tidak tahu cara bersosialisasi! Ketika menjadi dosen, para mahasiswa menyebutnya dosen paling membosankan!

Ketika mengajar di kelas, Newton lebih sering berbicara dengan tembok, daripada berinteraksi dengan para mahasiswanya!

Itu benar-benar ilustrasi tak terbantah betapa orang introver bisa seekstrem itu, karena memang tidak tahu cara menyapa, atau berbasa-basi dan bersosialisasi.

Tapi apakah Newton harus disalahkan hanya karena itu? Dia penemu teori gravitasi, dan dunia berutang kepadanya.

Ini tidak berarti orang-orang introver pasti sehebat Newton. Ini hanya ilustrasi bahwa manusia selalu bisa berbeda, dalam apa pun bentuknya, dan itu ilmiah, alamiah.

Footnote:

Dalam beberapa bagian ocehan ini, aku menyebut “introver-ekstrem”. Itu bukan istilah baku—itu istilahku sendiri untuk menyebut fenomena ekstrem yang dialami sebagian introver.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 18 September 2021.

 
;