Kamis, 20 April 2023

Tidak Semua Orang Bisa Memaafkan

Beberapa orang, karena latar belakang mereka, tidak punya maaf. Kita membuatnya sakit hati, mereka akan membawanya sampai mati. Sayangnya, kenyataan ini jarang disadari kebanyakan orang yang mengira semua orang lain akan mudah memaafkan.

Urusan maaf sepertinya menjadi salah satu masalah krusial sebagian orang Indonesia, yang terkesan menggampangkan atau bahkan meremehkannya. Ada banyak orang yang mengira semua orang lain akan mudah memaafkan dan melupakan kesalahan kita begitu saja.

Alasan kenapa banyak orang Indonesia menganggap remeh urusan maaf, mungkin, karena tradisi, karena ajaran agama, dan karena "penyalahgunaan Idul Fitri".

Banyak orang Jawa, misalnya, punya filosofi, "Sing wis yo wis. Yang sudah berlalu, biarlah berlalu. Ayo saling memaafkan."

Karena tradisi atau filosofi semacam itu, tanpa sadar banyak orang tidak menganggap penting urusan maaf, karena mengira semua orang akan punya filosofi serupa. Saat berbuat salah pada orang lain, mereka cenderung akan berpikir kesalahan itu akan dimaafkan/dilupakan seiring waktu.

Faktanya, tidak semua orang berprinsip atau punya filosofi semacam itu. Ada orang-orang yang sama sekali tidak punya maaf, khususnya untuk kesalahan yang memang melukai atau membuatnya sakit hati. Tidak semua orang memiliki jiwa pemaaf, dan kita harus menyadari kenyataan ini.

Faktor kedua yang menjadikan banyak orang meremehkan maaf adalah ajaran agama. Dalam ajaran Islam, misalnya, dua orang muslim yang saling mendiamkan selama 3 hari tidak akan diterima ibadahnya. Dengan kata lain, kalau bermasalah dengan seseorang, harus segera saling memaafkan.

Ajaran itu baik, dan kita tentu sepakat. Tetapi, banyak orang yang kemudian menyalahgunakannya. Misal, Si X bersalah pada Si Z, tapi tidak mau minta maaf, karena berpikir, "Ah, paling tiga hari juga sudah memaafkan. Dia (Si Z) kan tentu tidak ingin ibadahnya sia-sia. Santai aja."

Ada kisah unik tentang ini. Si A bermasalah dengan Si B. Ketika sadar Si B sangat pendendam, Si A ketakutan. Singkat cerita, Si A kemudian mengajak seorang ustaz dan mendatangi Si B untuk minta maaf. Sang ustaz menyatakan ajaran tadi, bahwa "bermusuhan lebih dari 3 hari, etc..."

Di luar dugaan, Si B menjawab, "Jadi, kalau aku tidak mau memaafkan Si A, ibadahku tidak diterima? Tidak masalah, itu urusanku dengan Tuhan, dan aku akan menanggungnya sendiri. Yang jelas, aku tidak akan pernah memaafkan Si A."

Si A dan Si Ustaz tidak bisa ngomong apa-apa.

Itu contoh ekstrem bagaimana seseorang benar-benar tidak punya maaf untuk orang lain, khususnya untuk kesalahan yang memang melukai atau membuatnya sakit hati.

Ada banyak orang semacam itu di sekitar kita. Karenanya, jangan sok pede semua orang akan bisa memaafkan kesalahanmu.

Faktor ketiga yang menjadikan banyak orang Indonesia meremehkan urusan maaf adalah karena penyalahgunaan Idul Fitri. 

Di Indonesia, moment Idul Fitri dijadikan sarana untuk saling memaafkan, padahal maksud Idul Fitri bukan itu! Karena itulah aku menyebutnya "penyalahgunaan".

Idul Fitri, sesuai ajaran Islam, adalah hari raya untuk menikmati makanan, setelah sebulan berpuasa Ramadan. Sama sekali tidak ada kaitannya dengan urusan maaf!

Sila konfirmasikan ke ulama (yang sebenarnya ulama) mana pun di muka bumi, dan mereka akan membenarkan kata-kata ini.

Arti Idul Fitri itu Hari Raya Makanan. Kalau kau menguasai Bahasa Arab, kau pasti tahu soal ini. Lucunya, di Indonesia, "Idul Fitri" diartikan "kembali suci" (bahkan seperti bayi karena sebulan berpuasa), dan karena itulah "kita harus saling maaf memaafkan dengan orang lain".

Gara-gara doktrinasi keliru semacam itu, ada banyak orang Indonesia yang meremehkan urusan maaf, "Ah, gampang. Ntar minta maafnya pas lebaran aja." Lebih parah, banyak orang mengira kesalahannya akan otomatis dimaafkan orang lain jika lebaran sudah datang, meski tanpa minta maaf.

Sudah saatnya kita menyadari bahwa Idul Fitri tidak dimaksudkan untuk meminta dan memberi maaf. Selain penyalahgunaan ajaran agama, kebiasaan itu juga menjauhkan kita dari kemampuan meminta dan memberi maaf secara tulus (di luar hari raya), sekaligus meremehkan urusan maaf.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 31 Oktober 2020.

 
;