"Kamu kalau ngoceh panjang-panjang gitu, sambil buka buku, ya?"
Hahahaaaaa, ya nggak, laaaah. Wong ngoceh kok buka buka. Kalau sambil buka buku itu namanya presentasi, bukan ngoceh!
....
....
Sedari dulu aku "kagum" pada orang gila yang bisa ngoceh apa saja di mana saja, tanpa peduli lingkungannya. Aku ingin bisa seperti itu, tapi terbentur masalah kewarasan—orang-orang menganggapku waras—jadi aku tidak bisa ngomong sendiri seperti orang gila.
Belakangan, aku menyadari, media sosial—khususnya Twitter—memungkinkanku melakukan sesuatu yang sedari dulu ingin kulakukan; ngoceh sendiri tentang apa saja, tanpa peduli lingkungan. Ini menyenangkan, setidaknya bagiku, karena rasanya "melegakan"—kalau kau paham maksudku.
Dulu, tiap kali melihat orang gila yang lagi ngoceh sendiri, aku pasti akan duduk tak jauh dari tempatnya, dan khusyuk mendengarkannya. Bagiku, mendengarkan orang gila yang ngoceh sendiri lebih menyenangkan, daripada mendengarkan orang waras ngoceh. Orang gila lebih jujur!
Orang gila tidak akan berbohong kepadamu, tidak akan berusaha membuatmu terkesan, tidak akan berpikir untuk memanipulasimu—mereka tidak punya pretensi atau tendensi apa pun—karena mereka bahkan tidak peduli kau mendengarkannya atau tidak. Aku suka orang gila!
Sayang, sekarang sulit menemukan orang gila yang ngomong sendiri seperti yang dulu sering kudapati di mana-mana. Aku curiga, ada gerakan diam-diam yang menyingkirkan mereka (orang-orang gila yang suka ngomong sendiri), dan entah dibawa ke mana orang-orang gila itu.
Kadang aku berpikir, masalah "gila" dan "waras" ini hanya soal statistik. Orang-orang waras—atau yang kepedean merasa dirinya waras—kebetulan mayoritas, jadi mereka yang gila pun tersingkir. Coba kalau yang gila lebih banyak, orang-orang sok waras itulah yang akan tersingkir.
Mayoritas orang menjalani kehidupan dengan tekanan demi tekanan, salah satunya tekanan dan nyinyiran orang-orang sekitar. Mereka pecicilan kawin dan beranak pinak demi membungkam mulut orang sekitar, meski untuk itu harus keblangsak. Dan mereka tidak malu menyebut diri waras!
Sementara ada orang-orang yang memilih menjalani kehidupan sesuai pilihannya, tanpa peduli nyinyiran orang-orang sekitar—termasuk tidak buru-buru kawin dan beranak pinak—dan mereka menjalani hidup damai, tenteram, bahagia. Tapi mereka malah dituduh gila karena dinilai berbeda!
Seperti yang dikatakan kebenaran kuno, "Akan tiba suatu masa, ketika kebenaran yang kaugenggam seperti nyala api yang akan membakar tanganmu."
Dan orang-orang sok waras mengira bahkan meyakini bahwa merekalah yang menggenggam nyala api itu, hingga membakar hidupnya sendiri.
Oh, well.
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 29 April 2019.