Sabtu, 10 Agustus 2024

Orang Beracun

Jadi kepikiran.

Omong-omong soal orang beracun...

Sambil nunggu udud habis.

Kasus "Vicky Prasetyo KW" ini feed-nya masih muncul di TL-ku. Semoga sender yang jadi korban orang toxic itu sadar bahwa yang ia hadapi adalah orang beracun.

Salah satu ciri orang toxic atau beracun adalah tidak mau mengakui kesalahan, dan berusaha memutarbalikkan fakta hingga seolah pihak lain yang salah. Contohnya terlihat gamblang pada kasus "Vicky Prasetyo KW" yang viral itu. Dia salah, tapi justru pasangannya yang merasa salah.

Padahal masalahnya jelas dan gamblang. Si cowok selingkuh. Bahkan iblis di neraka akan setuju kalau itu salah!

Tapi si cowok tipe orang toxic (beracun). Alih-alih mengakui perbuatannya salah, dia malah berusaha memojokkan pasangannya, hingga si pasangan yang merasa bersalah.

Cara orang beracun memutarbalikkan fakta bisa menggunakan apa saja. Dalam kasus cowok toxic tadi, dia membuat kata-kata yang mungkin ia harapkan terdengar indah, tapi hasilnya malah konyol ["...merangkai mahligai dengan tertata rapi pada setiap letaknya."]

Ada pula orang beracun yang berusaha memutarbalikkan fakta dengan menggunakan ayat suci, hadist Nabi, dan lain-lain. Itu benar-benar rusak sekaligus merusak! Sudah jelas salah, tidak mau mengakui kesalahan, malah bawa-bawa ayat suci untuk membenarkan perilaku salahnya.

Padahal, terkait kasus cowok selingkuh tadi, ada cara yang lebih baik dan elegan, kalau dia memang masih ingin balikan pada pacarnya. Caranya sederhana; akui kesalahan, meminta maaf secara tulus, berjanji tidak akan mengulangi, dan menyerahkan keputusan final pada pacarnya.

Jika aku menempati posisi cowok goblok tadi, inilah yang akan kulakukan dan kukatakan:

"Aku telah selingkuh, dan itu kesalahan besar. Apa pun yang kukatakan, itu tidak akan mengurangi kadar kesalahanku. Jadi, aku minta maaf setulusnya atas perbuatanku yang pasti menyakitimu...

"Kalau kamu mau memaafkan, aku bersumpah tidak akan mengulangi perbuatanku. Aku akan belajar menjadi pribadi yang lebih baik, berusaha menjadi pasangan yang lebih setia. Tapi kalau pun kamu tidak mau memaafkan, itu hakmu, dan aku bisa memahami, karena telah sangat menyakitimu."

Manusia—atau dalam kasus ini, wanita—akan lebih mudah menerima kata-kata tulus semacam itu, daripada kalimat berbunga-bunga tapi berbau busuk dan beracun. Jika kalimat tulus semacam itu yang dikatakan si cowok, peluangnya akan lebih besar untuk bisa balikan dengan pacarnya.

Karena, dari kalimat tadi, si wanita akan melihat beberapa poin penting. Pertama, si cowok telah mengaku salah. Kedua, berjanji tidak akan mengulangi. Ketiga, berusaha akan jadi pribadi lebih baik. Keempat, si cowok tidak memaksakan apa pun, dan memberi hak penuh pada si wanita.

Jika kita melakukan kesalahan pada orang lain, dan mau melakukan poin-poin penting tadi—dengan tulus dan penuh empati (pengakuan bahwa kita telah bersalah dan menyakitinya)—kesalahan kita akan dimaafkan. Kalau pun tidak, setidaknya kita telah lepas dari kemungkinan bahaya.

Karena bahkan pendendam paling berbahaya—yang mungkin akan melakukan pembalasan bertahun-tahun setelah orang melakukan kesalahan kepadanya—akan memikirkan ulang rencana balas dendamnya, jika kita mau mengakui kesalahan dan meminta maaf secara tulus, dan tidak memaksakan apa pun.

Ini mungkin terdengar mudah dalam teori, tapi tidak setiap orang mampu melakukan. Meminta maaf, mengakui kesalahan, itu mudah saat diteorikan. Tapi tidak setiap orang bisa mempraktikkannya. Seperti cowok toxic dari kasus tadi. Wong tinggal minta maaf, malah mahligai-mahligai.


*) Ditranskrip dari timeline @noffet, 19 Desember 2022.

 
;