Buku seharusnya menjadi sebilah kapak es
yang sanggup memecahkan kebekuan di dalam diri kita.
—Franz Kafka
—Franz Kafka
Tahun ini saya tidak banyak membaca—kalau dihitung-hitung, hanya ada 92 judul buku yang saya khatamkan sepanjang 2011. Itu jauh lebih sedikit dibanding tahun-tahun sebelumnya yang biasanya sampai dua kali lipat dari jumlah itu. Banyaknya pekerjaan yang harus saya lakukan sepanjang tahun ini telah menyita waktu membaca saya.
Namun, meski begitu, saya ingin berbagi pengalaman atas buku-buku terbaik yang saya baca sepanjang tahun ini, siapa tahu berguna bagi teman-teman yang kebetulan masih bingung menentukan buku apa yang ingin dibaca.
Berikut ini—saya tulis secara alfabetis berdasarkan nama penulisnya—adalah 10 buku yang saya anggap terbaik dari 92 buku yang saya baca sepanjang 2011. Daftar berikut ini tidak saya maksudkan sebagai rekomendasi, namun sebagai apresiasi saya—yang tentunya bisa subjektif—atas buku-buku yang saya anggap bagus. Silakan disimak.
Dietmar Rothermund: Great Depression
Semula, saya hanya tahu bahwa Amerika pernah dilanda depresi besar pada tahun 1929, ketika bursa efek mereka runtuh, yang kemudian mengakibatkan dampak ke seluruh dunia. Masa itu, dalam sejarah, disebut zaman malaise. Namun pengetahuan saya baru sebatas itu. Karenanya, saya pun mencari buku yang sekiranya bisa menjelaskan hal tersebut secara detail.
Buku inilah yang kemudian saya temukan. Dalam buku ini, semua rasa penasaran saya terobati.
Di buku ini, kisah depresi besar itu diungkap dengan runtut, yang—menurut penulisnya—merupakan awal mula bangkitnya Fasisme Mussolini di Italia dan Nazi-Hitler di Jerman. Lebih dari itu, buku ini juga menjelaskan cukup detail persamaan antara depresi besar 1929 dengan masa resesi abad ini, yang sama-sama dimulai oleh kehancuran bursa saham Amerika. Great Depression adalah bacaan yang penuh wawasan.
Emile Durkheim: The Elementary
Forms of The Religious Life
Bagi saya, ini adalah karya terbesar Emile Durkheim, sekaligus paling menggelisahkan pikiran. Dalam buku ini, Durkheim memuntahkan pemikiran-pemikirannya yang “asoy-geboy” tentang sejarah pembangunan agama-agama dan kepercayaan umat manusia. Dengan wawasannya yang menakjubkan sebagai pemikir ulung, Durkheim memetakan kerangka historis agama-agama dasar beserta implikasi-implikasi sosiologisnya, yang kemudian menjadi sandaran kepercayaan masyarakat.
Di dunia ini, para pemikir atas objek ini tidak hanya Durkheim. Tetapi dunia seperti telah bersepakat bahwa Emile Durkheim menempati peringkat paling atas dalam bidang ini karena teori-teorinya yang cemerlang, dan The Elementary Forms of The Religious Life adalah sebuah magnum opus dalam bidang studi agama yang diyakini akan terus dikaji dalam setiap generasi.
Buku ini tidak ditujukan untuk orang-orang “fanatik” yang terbiasa menganggap diri paling benar dan yang lain salah semua. Ini adalah buku yang menantang pikiran kita untuk mempertanyakan kebenaran-kebenaran yang telah kita kenal dan yakini, untuk mencari dan menemukan Yang Sejati.
Irish Chang: The Rape of Nanking
Ini buku sejarah kelam yang mendokumentasikan penjajahan dan kekejaman Jepang terhadap bangsa Cina, yang dimulai pada 13 Desember 1937—sejarah paling berdarah yang anehnya jarang diungkap para sejarawan lain. Kisah dalam buku ini sangat runtut, karena dibangun di atas investigasi bertahun-tahun dan pengumpulan data tak terhitung banyaknya.
Misi Irish Chang menulis buku ini adalah untuk membuka mata dunia bahwa Jepang juga telah melakukan dosa besar atas kemanusiaan, sebagaimana Nazi-Jerman melakukan hal sama dalam Perang Dunia II. Jika Jerman dikutuk karena telah melakukan pembantaian terhadap bangsa Yahudi, mengapa Jepang tidak mengalami hal sama padahal mereka juga melakukan pembantaian (dalam taraf yang sama) terhadap bangsa Cina?
Dalam perspektif sejarah, Jerman telah menjadi bangsa yang (lebih) baik karena mereka menanggung dosa sejarah masa lalunya, sehingga mereka pun terus berusaha memperbaiki diri. Hal ini tidak terjadi dengan Jepang, sehingga mereka terus menjadi bangsa yang—menurut Irish Chang—arogan dan sok suci, padahal sejarah mereka telah meninggalkan luka yang amat dalam sekaligus memalukan dan memilukan terhadap bangsa Cina.
John L. Esposito: Unholy War
Sebenarnya, ini buku lama yang juga telah lama ngendon di perpustakaan saya, namun baru sekarang dapat saya baca.
Bagi yang mungkin belum tahu, John L. Esposito adalah cendekiawan yang sangat disegani, baik di dunia Barat maupun Islam, dan dia adalah Profesor Agama dan Hubungan Internasional, serta Direktur Perintis Center for Moslem-Christian Understanding di Universitas Georgetown. Karenanya, ketika ia menulis buku ini, pemikiran-pemikirannya pun dibaca serta dipelajari—baik oleh pihak Barat maupun pihak Islam.
Unholy War membahas polemik paska peristiwa serangan teroris di Amerika pada 11 September 2001. Dengan kejernihan dan kehati-hatian seorang cendekiawan sejati, John Esposito memaparkan ajaran-ajaran Islam—al-Qur’an, keteladanan Nabi, hukum Islam, hingga tentang jihad—dan kemampuannya dalam hal itu benar-benar mengagumkan.
Ia bicara tentang agama, namun tidak dengan emosi atau fanatisme yang membuta, melainkan dengan kejernihan akal, fakta-fakta akurat, serta pendalaman yang menakjubkan. Meski topik inti yang dibahas dalam buku ini mungkin sudah berlalu, tapi otentisitasnya tetap berlaku.
Kolaborasi Penulis: Cinta Tak Pernah Mati
Ini buku yang sangat istimewa, karena bocah-bocah legendaris dalam dunia kepenulisan berkumpul di sini.
Dalam buku kumpulan cerpen ini, kita akan menikmati kisah-kisah yang ditulis para pengarang kelas dunia, dari Ryunosuke Akutagawa, Anton Chekov, Fyodor Dostoevsky, James Joyce, Rudyard Kipling, Edgar Allan Poe, W. Somerset Maugham, Guy de Maupassant, Rabindranath Tagore, Mark Twain, hingga Leo Tolstoy, dan beberapa lainnya.
Melihat deretan nama-nama besar itu, sepertinya saya tidak perlu menjelaskan kehebatan buku ini. Yang jelas, Cinta Tak Pernah Mati telah membuat saya jatuh cinta setengah mati.
Hati, Pikiran dan Tanganku
Omar Dani adalah salah satu korban Orde Baru yang dituduh terlibat dalam peristiwa Pemberontakan PKI (G 30 S/PKI), yang kemudian dipenjara selama hampir 30 tahun. Kini, melalui buku ini, Omar Dani mengungkapkan “apa yang sesungguhnya terjadi” pada masa-masa itu, dan bagaimana rezim Soeharto memanipulasi sejarah hingga jutaan orang tertipu.
Buku yang diterbitkan ISAI (Institut Studi Arus Informasi) ini ditulis oleh Benedicta A. Surodjo dan JMV. Soeparno, berdasarkan kisah dan dokumen-dokumen otentik dari sejarah serta penuturan Omar Dani—yang didukung oleh saksi sejarah lainnya. Ditulis dengan gaya memoar, buku ini dapat dijadikan rujukan penting jika ingin tahu apa yang sesungguhnya terjadi menyangkut ribut-ribut pemberontakan PKI.
Di halaman awal, sejarawan Asvi Warman Adam memberikan “pengantar panas” sebagai pembuka, dan buku ini merupakan literatur layak baca bagi yang ingin kembali belajar sejarah Indonesia.
Robert Matthews: 25 Gagasan Besar
Judul asli buku ini adalah 25 Big Ideas: The Science that’s Changing Our World. Ini bacaan berat yang dikemas dengan cara ringan, meski mungkin masih tetap membuat pembacanya mengerutkan kening.
Berisi 25 ide besar yang pernah lahir dalam peradaban manusia, buku ini menjelaskan tentang Kesadaran (Consciousness), Teori Dunia Kecil (Small World Theory), Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence), Teori Segalanya (Theory of Everything), hingga Teorema Bayes (Bayes’s Theorem), dan Ledakan Besar (Big Bang).
Membaca buku ini adalah berkelana ke lembah-lembah pemikiran besar yang mempesona—gelap dan membingungkan, tetapi membuat penasaran sekaligus menakjubkan.
Stephen Hawking: The Grand Design
Salah satu hal yang saya syukuri karena hidup di zaman ini adalah karena dapat menyaksikan ilmuwan terbesar abad 21. Stephen Hawking—saya yakini—akan tetap dikenang orang hingga berpuluh-puluh tahun mendatang, sama seperti kita di zaman ini mengenang Einstein, Newton, ataupun Galileo.
Dalam buku ini, Hawking menjelaskan teori awal mula alam semesta dan hal-hal lain tentang penciptaan dunia. Meski buku ini—menurut saya—tidak sebagus buku terdahulunya (A Brief History of Time), namun The Grand Design tetap mengasyikkan untuk dibaca.
Susan Wise Bauer: Sejarah Dunia Kuno
Buku ini luar biasa tebal, juga luar biasa mengasyikkan. Ini buku sejarah yang “tak seperti biasanya”. Dalam buku ini, Susan Wise Bauer mengisahkan kebangunan dan keruntuhan banyak kekaisaran dari masa lampau—Sumeria, Mesir, Akadia, Babilonia, Mesopotamia, Asia Kecil, Yunani, Romawi, Assiria, Cina, Athena, India, hingga Persia—dengan cara yang sangat mengasyikkan.
Kalau J.K. Rowling mampu menyihir kita melalui kisah-kisah Harry Potter yang diciptakannya, maka Susan Wise Bauer akan menyihir kita dengan kisah-kisah nyata yang digalinya dari puing-puing sejarah masa lalu dan peradaban kuno. Ini buku sejarah paling menakjubkan yang pernah saya baca, dan Sejarah Dunia Kuno benar-benar meledakkan orgasme di kepala saya.
Windy Ariestanty: Life Traveler
Selama ini, kalau membaca buku kisah perjalanan, saya hanya menjadikannya sebagai semacam “guide book”, karena—tentu saja—saya tidak bisa berharap menemukan kebijaksanaan Sulaiman dalam sebuah buku perjalanan.
Namun buku ini berbeda. Selain menceritakan kisah-kisah perjalanan penulisnya, Life Traveler juga sebuah bacaan yang cukup dalam.
Sejatinya, buku ini adalah kumpulan kisah perjalanan penulisnya dalam melanglang sebagian lekuk bumi—Ha Noi, Frankfurt, Paris, Amsterdam, dan lainnya. Namun, di sela-sela kisah perjalanan itu, Windy Ariestanty mampu memasukkan hal-hal yang “dalam” sehingga menjadikan pengalaman membaca jadi lebih menyenangkan. Ini tidak sekadar tentang “jadi di sana ada monumen”, tetapi juga tentang “jadi itulah yang kurasakan dan kupikirkan”—sebuah perjalanan hati yang diantar sepasang kaki.
Kisah yang paling saya sukai dalam buku ini adalah “Not Foreigners”. Itu kisah paling sederhana dalam buku ini, namun paling menghangatkan hati saya. Secara keseluruhan, buku ini hangat dan dalam. Dan saya menyukainya.
Sampai jumpa di Daftar 10 Buku Terbaik Tahun Depan!