Selasa, 18 Maret 2014

Film-film yang Membuat Saya Menangis

Kalau kau bekerja sendirian, kenakan topeng. Bukan untuk
bersembunyi, tapi untuk melindungi orang-orang terdekatmu.
Batman kepada John Black


Umumnya, film yang membuat penonton menangis adalah film-film drama. Tetapi bukan berarti film non-drama tidak mampu membuat penonton menitikkan air mata. Beberapa film action dan fantasi juga memiliki adegan-adegan menyentuh bagi penontonnya, meski sifatnya mungkin lebih personal.

Dari film-film yang pernah saya tonton, ada cukup banyak film yang mampu membuat mata saya membasah, di antaranya beberapa film berikut ini. Kalian mungkin akan terkejut.


The Incredible Hulk

Ada dua film Hulk yang populer, yaitu Hulk (diperankan Eric Bana berpasangan dengan Jennifer Connelly), dan The Incredible Hulk (diperankan Edward Norton berpasangan dengan Liv Tyler). Dua-duanya bagus, tapi yang membuat saya menangis adalah The Incredible Hulk.

Entah mengapa, setiap kali melihat Edward Norton, saya merasa sedang bercermin. Edward Norton punya wajah yang tampak murung, dan seperti orang kurang tidur. Kira-kira seperti itu pula wajah saya. Meski, tentu saja, kami sama sekali tidak mirip.

Dalam The Incredible Hulk, Edward Norton memerankan Bruce Banner dengan sangat bagus—sosok yang menyepi bersama luka dan trauma, berusaha menyembuhkan diri dari amarah, dan tetap merindukan kekasih yang dicintainya.

Ada banyak adegan yang sangat menyentuh perasaan saya dalam film ini. Yang membuat saya tak kuasa menahan air mata adalah saat Bruce Banner bersama Elizabeth Ross a.k.a Betty sedang berdiri dan bercakap-cakap di kampus. Pada waktu itu, Bruce mengenakan kemeja sederhana yang dimasukkan ke celana, dan memakai topi—khas ilmuwan kurang gaul dan kurang paham penampilan.

Betty mungkin melihat tampilan Bruce terlalu kaku. Sambil bercakap-cakap, Betty dengan halus menarik kemeja Bruce, mengeluarkannya agar tampak lebih santai, dan berkata sambil tersenyum menenangkan, “Aku hanya ingin melakukan ini. Begini lebih baik.” Setelah itu, Betty melepaskan topi dari kepala Bruce, lalu merapikan rambut cowok itu, sementara Bruce menatap kekasihnya. Adegan sederhana itulah yang membuat saya menitikkan air mata.

Semua superhero memiliki mbakyu—itulah yang saya pahami. Sebagaimana Batman memiliki Rachel Dawes, dan Spider-Man memiliki Mary Jane Watson, Hulk juga memiliki Elizabeth Ross. Ketiga wanita itu memiliki kesamaan—dewasa, bijaksana, dan menenteramkan—sosok yang diimpikan setiap bocah.

Tak peduli sehebat apa pun Batman, tak peduli sepintar apa pun Spider-Man, dan tak peduli sekuat apa pun Hulk, mereka adalah bocah. Batman menanggung duka karena kematian orang tua, Spider-Man menanggung kesedihan yang sama, dan Hulk seumur hidup berusaha meredam amarahnya. Mereka adalah bocah-bocah terluka, kesepian, yang bersembunyi di balik topeng sosok dewasa. 

Dan terpujilah Tuhan yang telah mengirimkan sosok mbakyu untuk mereka, yang mempertemukan bocah-bocah kesepian itu dengan wanita-wanita hebat yang tidak hanya membuat mereka jatuh cinta, namun juga mampu menenteramkan dan mendamaikan hati mereka.


A Beautiful Mind

Ini film istimewa bagi saya, karena orang-orang yang saya kagumi berkumpul di sini. Film ini mengisahkan John Nash yang sangat saya kagumi. Disutradarai oleh Ron Howard, sutradara yang juga saya kagumi. Selain itu, film ini juga melibatkan aktor dan aktris yang selalu saya tonton filmnya—Russel Crowe dan Jennifer Connelly.

Saya sudah menyaksikan A Beautiful Mind puluhan kali, dan bisa dibilang tak pernah bosan menontonnya. Secara keseluruhan, sebenarnya, film ini terus membuat saya tersenyum dan menangis. Adegan-adegannya sangat menyentuh, akting para pemainnya sangat menawan, jalan ceritanya menguras emosi, dan ending-nya benar-benar sempurna. Ini film drama terbaik yang pernah saya tonton.

Seperti yang pernah saya tulis di sini, Russel Crowe adalah aktor—dalam arti sebenarnya. Dia bisa memerankan apa saja, menjadi siapa saja, dan mampu melakukannya dengan sempurna. Memerankan John Nash, Russel Crowe berhasil menghadirkan sosok itu hingga benar-benar nyata. Akting yang hebat itu diimbangi Jennifer Connelly yang memerankan Alicia, istri John Nash, dengan sangat menawan.

Sebagaimana yang dibilang tadi, film ini terus membuat saya tersenyum dan menangis. Dan adegan yang benar-benar membuat saya berurai air mata adalah saat John Nash duduk bersama Thomas King di kantin kampus, kemudian para mahasiswa meletakkan polpennya di atas meja, di hadapan John Nash.

Siang itu, John Nash baru selesai mengajar. Ketika keluar dari kelas, ia didatangi Thomas King, dari komite Nobel Prize, yang memberitahu bahwa John Nash menjadi kandidat penerima Nobel. Lalu Thomas King mengajak John Nash masuk kantin, untuk minum teh dan mengobrolkan Nobel yang akan diterimanya. Semula, John Nash menolak masuk kantin, karena di sana ada para mahasiswa yang dulu suka mengejeknya, ketika ia masih sering “kumat” akibat gangguan skizofrenia.

Tapi Thomas King akhirnya berhasil membujuk John Nash masuk kantin, lalu duduk di satu meja, dan menghirup teh yang dihidangkan. Saat mereka sedang bercakap-cakap, seorang profesor yang dulu menjadi dosen John Nash mendatangi meja mereka, lalu menyapa John Nash dengan hormat sambil meletakkan polpen miliknya di meja, di hadapan John Nash. Itu “ritual” pengakuan atas kepakaran seseorang di dunia akademia.

Peletakan polpen itu kemudian diikuti orang-orang lain di kantin, termasuk oleh para mahasiswa pascasarjana yang dulu suka mengejek John Nash. Ketika polpen-polpen itu semakin banyak berdatangan di hadapannya, John Nash menatap dengan terharu, dan... saya berurai air mata menyaksikannya. Tak peduli sebanyak apa pun saya menyaksikan ulang adegan itu, tetap saja air mata saya runtuh.


The Amazing Spider-Man

Dalam trilogi Spider-Man yang diperankan Tobey Maguire, sutradara Sam Raimi telah menghadirkan tontonan yang sangat memukau sekaligus menghibur. Tobey Maguire, yang memerankan Peter Parker, juga mampu mewujudkan tokoh Spider-Man dengan luar biasa—sosok hero yang manusiawi, introver, dan selalu ketakutan untuk menyatakan cinta pada wanita yang dipujanya.

Jika trilogi Spider-Man mengisahkan Peter Parker menjalin cinta dengan Mary Jane Watson, The Amazing Spider-Man garapan sutradara Marc Webb menceritakan Peter Parker berhubungan dengan Gwen Stacy. Kali ini, sosok Spider-Man diperankan Andrew Garfield. Dua film garapan dua sutradara berbeda itu sama-sama bagus, dan sama-sama menawan.

Dalam The Amazing Spider-Man, latar belakang hidup Peter Parker bisa dibilang sama dengan yang dikisahkan dalam trilogi Spider-Man. Orang tuanya meninggal, dia hidup bersama paman dan bibi, lalu memperoleh kekuatan super tak terduga. Yang berbeda adalah pasangan wanitanya, dan musuh yang dihadapi. Kali ini, Spider-Man harus bertarung dengan The Lizard, yang merupakan jelmaan Dr. Curt Connors.

Di sela-sela pertarungan itu, pasukan polisi yang dipimpin Kapten Stacy (ayah Gwen) juga memburu Spider-Man. Dalam satu insiden, Spider-Man tertembak di kaki. Ia pun terpincang-pincang mengejar The Lizard di antara gedung-gedung tinggi yang menjulang ke langit, dan ada kemungkinan dia akan gagal. Adegan-adegan itu disiarkan secara live di televisi... dan seseorang tahu kinilah saatnya membayar utang kebaikan Spiderman.

Sebelumnya, dalam serangan awal The Lizard, seorang bocah terjebak dalam mobil yang tergantung di bibir jembatan. Mobil itu akan jatuh ke sungai, dan bocah di dalamnya bisa mati tenggelam. Ayah si bocah panik di atas jembatan, dan Spider-Man menolong bocah itu. Kini, saat menyaksikan Spider-Man terpincang-pincang sambil bergelayutan di antara gedung-gedung tinggi, ayah yang merasa berutang budi itu pun tahu bagaimana cara menolong Spider-Man.

Dia menghubungi teman-temannya yang bekerja di kontraktor, meminta mereka menyiapkan palang-palang besi menggunakan traktor, untuk membantu Spider-Man menuju puncak menara, tempat The Lizard menyiapkan senjata biologi berbahaya.

Di atas puncak sebuah gedung, seusai menutup luka di kaki, Spider-Man berlari terpincang-pincang sambil mulai melemparkan jaringnya. Jaring itu terulur memanjang, seiring ia melayang di udara. Tetapi, karena jauhnya jangkauan, jaring yang hebat itu tidak mampu menangkap objek yang bisa dijadikan pegangan, dan Spiderman pun terjatuh... meluncur ke bawah dari puncak langit-langit gedung tinggi... tapi sebuah palang besi yang telah disiapkan untuknya memberi pertolongan.

Spiderman bergantung di palang itu, kemudian naik ke atasnya. Dan dengan bantuan palang-palang besi yang disiapkan untuknya, dia melayangkan jaring-jaring yang membantunya menuju tempat The Lizard. Pada waktu menyaksikan Spider-Man tertolong palang besi, kemudian melayang di antara palang-palang itulah, saya selalu menitikkan air mata, tak peduli berapa kali menyaksikannya. Itu adegan yang sangat menyentuh inti terdalam batin saya.


The Dark Knight Rises

Christopher Nolan mengubah Batman yang komikal menjadi sebuah epos abadi—rangkaian biografi lengkap sejak masa kanak-kanak Bruce Wayne, latar belakang mewujudnya sosok Batman, hingga detik-detik kematiannya yang agung.

Dalam Batman Begins, kita menyaksikan masa kanak-kanak Bruce Wayne, hubungannya dengan Rachel Dawes, perjalanan hidup, sampai terwujudnya sosok hero di balik topeng dan jubah hitam. Dalam The Dark Knight, kita menyaksikan kepahlawanan Bruce Wayne, hingga kesedihannya ditinggal mati wanita yang dicintainya. Dan puncaknya, dalam The Dark Knight Rises, kita disuguhi pemandangan tragis tentang kegalauan seorang pahlawan.

Setelah kematian Rachel Dawes, kita tahu, Bruce Wayne mengurung diri bersama kesedihan, dan menjauh dari segala aktivitas sosial. Dia juga tidak lagi menjadi Batman, karena Gotham telah menjadi kota yang aman. Bruce Wayne yang introver semakin menarik dirinya dari kehidupan, karena berpikir tak ada lagi yang perlu dilakukan dalam hidup. Semua yang dicintainya telah direnggut darinya, dan dia kesepian.

Tetapi kisah itu memang belum selesai. Di tengah-tengah kesepiannya, Alfred—pembantu yang setia—membuka selubung rahasia di balik kematian Rachel, bahwa sebenarnya Rachel telah memilih Harvey Dent. Sebelum kematiannya, Rachel menulis surat untuk Bruce Wayne, tapi Alfred membakar surat itu, karena tak ingin Bruce patah hati saat membacanya. Dan ketika akhirnya kejujuran itu diungkapkan, Bruce pun semakin merasa hidupnya runtuh.

Apa lagi yang bisa disimpan Bruce Wayne dalam hatinya yang rapuh? Kedua orang tuanya terbunuh oleh penjahat. Hidupnya kesepian. Kekasih yang dicintainya ternyata memilih lelaki lain, dan sekarang wanita itu telah tiada. Sementara orang yang sangat dipercayainya telah menyembunyikan kebenaran darinya hingga bertahun-tahun. Apa lagi yang bisa disimpan Bruce Wayne dalam hatinya yang rapuh...?

Kehadiran Bane dan pasukannya yang memporakporandakan Gotham City akhirnya seolah jalan keluar. Bruce Wayne memahami ia harus kembali menjadi Batman, menyelamatkan kotanya, tetapi, kali ini... ia tahu saatnya telah tiba. Ia akan mengalahkan Bane, tapi juga akan meninggalkan hidupnya, entah bagaimana caranya. Dan tangan-tangan takdir kemudian menunjukkan jalan baginya.

Bersama reaktor nuklir yang akan meledak, Batman terbang ke langit, menjauhkan bencana dari kotanya. Sementara jutaan orang berdebar ketakutan di Gotham City, Batman terus melaju dalam detik-detik ajal. Saat terbang mengangkasa bersama bom yang akan meledak, Bruce Wayne pasti menyadari itu jalan satu arah... menuju kematian. Tetapi, ia juga menyadari, tak ada yang lebih baik dan lebih mulia dari itu. Kematian jiwa yang sepi untuk menyelamatkan jiwa-jiwa lain.

Lalu bom meledak dengan dahsyat. Jutaan nyawa terselamatkan. Batman tiba pada kematian yang dirindukannya.

Di pemakaman, Komisaris Gordon membacakan eulogi di hadapan orang-orang terdekat Bruce Wayne, mengenang lelaki di balik topeng yang telah menyelamatkan jutaan nyawa... sosok pahlawan tak dikenal. Lalu pemakaman keluarga itu sepi, tinggal Alfred yang berdiri penuh kesedihan, menangis pilu menyesali kematian orang yang sangat dikasihinya.

Saat menyaksikan itu, saya ikut menangis bersamanya.

 
;