Filosofi hidupku sangat sederhana dan selalu berhasil:
Jangan persulit hal-hal mudah, dan lakukan segalanya
dengan cara paling sederhana.
—@noffret
Jangan persulit hal-hal mudah, dan lakukan segalanya
dengan cara paling sederhana.
—@noffret
Ketika NASA (badan antariksa Amerika) pertama kali mengirim astronot ke luar angkasa, mereka menghadapi masalah yang sepele tapi tak terbayangkan sebelumnya. Misi pengiriman astronot ke luar angkasa di antaranya adalah mendokumentasikan apa saja yang mereka temukan di luar Bumi. Untuk tujuan itu, para astronot dibekali berbagai sarana dokumentasi, dari kamera canggih sampai kertas dan pulpen untuk corat-coret.
Saat pesawat keluar dari orbit Bumi, para astronot pun melakukan tugasnya. Pada waktu itulah terjadi masalah yang sebelumnya tak terpikir oleh NASA. Pulpen-pulpen yang dibawa para astronot tidak bisa digunakan, karena ketiadaan gravitasi! Dalam keadaan gravitasi nol, tinta dalam pulpen tidak turun mengalir ke mata pena, tapi mengambang ke atas. Akibatnya, semua pulpen yang dibawa tidak bisa digunakan untuk menulis!
Ketika para astronot pulang kembali ke Bumi, masalah itu pun dibicarakan, dan NASA baru menyadari pengaruh gravitasi terhadap pulpen. Fakta penting yang menjadikan pulpen bisa kita gunakan untuk menulis, karena adanya gravitasi Bumi. Karena adanya gravitasi, tinta pulpen mengalir ke bawah—ke mata pena—sehingga pulpen bisa digunakan untuk menulis. Dalam kondisi gravitasi nol, atau tidak ada gravitasi, barang-barang akan melayang atau mengambang ke atas, termasuk tinta dalam pulpen.
Masalah pulpen itu pun sempat membuat para ilmuwan NASA mengalami stres berkepanjangan. Bocah-bocah pintar yang bekerja di NASA membutuhkan waktu sepuluh tahun untuk memecahkan masalah itu, dan menghabiskan anggaran mencapai 12 juta dollar. Setelah memeras otak, menghabiskan banyak waktu serta biaya, NASA akhirnya berhasil menciptakan pulpen yang dapat digunakan dalam keadaan nol gravitasi.
Pulpen itu sangat canggih, bisa digunakan untuk menulis dalam kondisi apa pun, semisal gravitasi nol. Itulah pulpen yang membutuhkan waktu sepuluh tahun dalam pembuatannya, dan menghabiskan biaya 12 juta dollar, serta melibatkan bocah-bocah paling pintar di NASA untuk proses penciptaannya. Suatu pemborosan sumber daya besar-besaran!
Padahal... ada cara yang jauh lebih sederhana daripada membuang waktu sepuluh tahun dan menghabiskan biaya jutaan dollar.
Ketika Rusia mengirim astronot (kosmonot) mereka ke luar angkasa, mereka juga mengalami masalah yang sama, seperti yang dialami para astronot Amerika. Pulpen yang mereka bawa tidak bisa digunakan untuk menulis dalam keadaan tanpa gravitasi. Tetapi, berbeda dengan bocah-bocah Amerika yang biasa berpikir rumit, bocah-bocah Rusia berpikir sederhana. Bukannya menghabiskan banyak waktu dan biaya untuk menciptakan pulpen yang sangat canggih, bocah-bocah Rusia mengganti pulpen dengan pensil!
Dengan mengganti pulpen dengan pensil, para astronot Rusia tetap bisa menulis di luar angkasa, karena pensil tidak menggunakan tinta, sehingga tidak terpengaruh gravitasi. Suatu solusi yang sangat mudah, murah, sederhana, yang seharusnya gampang ditemukan karena sangat mencolok mata. Tapi NASA sampai membutuhkan waktu sepuluh tahun, dan menghabiskan biaya 12 juta dollar untuk mengatasi masalah yang sama!
Apa yang membedakan di sini? Apa perbedaan paling prinsip antara bocah-bocah Amerika dan bocah-bocah Rusia? Pikiran mereka. Cara mereka berpikir.
Bocah-bocah Amerika berpikir rumit. Mungkin karena merasa memiliki sumber daya tak terbatas, mereka pun menginginkan segalanya hebat dan istimewa. Tapi hasilnya adalah pemborosan luar biasa. Sebaliknya, bocah-bocah Rusia berpikir sederhana. Daripada membuang banyak waktu dan biaya, mereka mencari benda lain yang mirip pulpen, tetapi dapat digunakan menulis dalam kondisi nol gravitasi. Ketika mereka berpikir sederhana, mereka pun menemukan jawabannya. Pensil. Sangat mudah.
Kita lihat, suatu masalah bisa dipandang dan dipahami secara rumit, bisa pula dipandang dan dipahami secara sederhana. Suatu masalah bisa diselesaikan secara rumit, bisa pula diselesaikan secara sederhana. Kerumitan membutuhkan banyak sumber daya yang sering kali sangat besar, sementara kesederhanaan membutuhkan sumber daya yang jauh lebih kecil.
Masih ingat catatan saya tentang Membunuh Diri Sendiri? Dalam catatan itu, saya tidak habis pikir bagaimana sesuatu yang seharusnya dapat dilakukan dengan mudah dan sederhana justru dibikin rumit sekaligus sulit. Institusi yang semula ramping berubah menjadi institusi sok birokratis yang bertele-tele, sementara proses perpanjangan STNK yang seharusnya bisa dilakukan dengan sangat mudah justru dibikin rumit dan melelahkan.
Itu contoh-contoh nyata di dunia kita yang sebenarnya konyol sekaligus ironis, karena tampaknya masih banyak orang yang lebih suka berpikir rumit daripada berpikir sederhana. Padahal, kerumitan tidak selamanya terjadi karena sesuatu memang harus rumit. Sering kali, kerumitan terjadi karena kita berpikir rumit! Padahal, seperti yang disebut tadi, kebiasaan berpikir rumit membutuhkan sumber daya yang sangat besar, dan itu pemborosan yang sia-sia.
Pada pertengahan 2015, ada sebuah teka-teki yang viral di internet, yang telah membuat pusing jutaan orang di dunia. Teka-tekinya seperti ini: Berapakah angka yang terdapat pada bagian yang kosong berikut: 16, 06, 68, 88, ..., 98.
Seperti yang kita lihat, teka-teki itu sederhana. Tetapi teka-teki itu telah membuat pusing jutaan orang di dunia, dari orang awam sampai para pakar matematika! Siang malam jutaan orang berpikir mencari-cari jawabannya, dan teka-teki itu semakin viral, tapi belum juga ada yang bisa menemukan jawabannya. Oh, well, kalian juga boleh ikut menebak angka berapakah yang seharusnya ada pada bagian kosong (yang ditandai titik-titik itu). Ada yang tahu?
Teka-teki tersebut benar-benar membuktikan bahwa sebagian besar orang memang terbiasa berpikir rumit. Karena mereka berpikir rumit, mereka pun menghadapi teka-teki itu dengan sistem perhitungan yang sama rumit. Sekilas, deretan angka pada teka-teki tersebut mirip logika matematika atau aljabar yang membutuhkan perhitungan kompleks atau sangat rumit, dan mereka pun terus menghitung, mencari, menghitung, mencari, menghitung, mencari, dan begitu terus sampai goblok.
Padahal, jawabannya sangat sederhana.
Untuk mengetahui angka berapa yang seharusnya ada pada titik-titik di deretan angka di atas, yang harus kita lakukan pertama-tama adalah membalik deretan angka tersebut. Mari kita ulangi teka-teki di atas: Berapakah angka yang terdapat pada bagian yang kosong berikut: 16, 06, 68, 88, ..., 98.
Deretan angka di atas adalah 16, 06, 68, 88, ..., 98. Percaya atau tidak, sampai kiamat pun angka yang dicari tidak akan ketemu! Agar angka yang dicari bisa ditemukan, kita harus membalik deretan angka itu menjadi: 86, ..., 88, 89, 90, 91.
See...? Begitu deretan angka itu dibalik, seketika jawabannya muncul di depan mata. Yaitu 87. Sangat mudah, dan sederhana. Tapi karena kebanyakan orang terbiasa berpikir rumit, mereka pun tidak juga menemukan jawabannya. Padahal, sekali lagi, kebiasaan berpikir rumit memboroskan banyak sumber daya. Sebaliknya, berpikir sederhana akan menghemat banyak sumber daya. Dalam bisnis atau dalam pekerjaan, kesederhanaan bahkan menjadi salah satu faktor kesuksesan!
Ingatlah selalu aturan penting ini: Manusia selalu menjauhi kesulitan, dan membutuhkan kemudahan. Untuk dapat memberikan kemudahan, kita harus menyederhanakan hal-hal yang sebelumnya mungkin sulit. Untuk dapat menyederhanakan hal-hal sulit, pertama-tama kita harus berpikir sederhana.
Gojek adalah salah satu contoh nyata—sekaligus berhasil—dalam menerapkan aturan penting ini. Sebelumnya, saat membutuhkan ojek, orang harus pergi ke pangkalan ojek, lalu tawar menawar harga terkait jarak tempuh. Kadang-kadang, ojek sulit ditemukan, karena kebetulan para pengojek sedang mengantar orang lain, sehingga orang yang membutuhkan jadi kebingungan.
Masalah itu dipecahkan oleh Gojek dengan menggunakan rumus di atas—pecahkan masalah dengan cara sederhana! Hasilnya, dengan Gojek, orang cukup menggunakan ponsel saat membutuhkan ojek, dan ojek yang dibutuhkan pun datang ke rumah. Mudah, sederhana, menyenangkan. Dan apakah Gojek berhasil? Kita tahu jawabannya! Kesederhanaan selalu menang!
Di AS, ada usaha rintisan (start up) bernama Magic. Perusahaan itu memberi layanan bagi penggunanya untuk dapat memesan apa pun, dari makanan, belanja harian, tiket pesawat, booking hotel, sebut apa pun. Dalam waktu singkat, start up itu meroket, karena keberadaannya memecahkan masalah dengan cara sederhana. Orang-orang tinggal menggunakan ponsel, menyampaikan keinginan, dan yang diinginkan segera terpenuhi.
Di Indonesia, sistem tersebut diadopsi oleh beberapa start up lokal, yang salah satunya YesBoss. Mereka memberi layanan mirip asisten pribadi virtual yang bisa memproses apa pun yang diinginkan pengguna. Cukup sebutkan keinginanmu lewat SMS, dan mereka akan membereskannya. Untuk mendapatkan apa pun, orang tidak lagi perlu keluar rumah dan kelayapan sambil pusing. Cukup SMS, dan keinginan terpenuhi. Mudah, simpel, sederhana. Dan bisnis itu berhasil, karena orang-orang selalu menyukai hal-hal mudah yang sederhana!
Bernard Baruch, bocah yang dikenang sebagai pemikir cemerlang di Amerika, pernah mengatakan, “Kunci sukses di dunia ini adalah memberikan yang dibutuhkan orang lain.” Sekarang, saya ingin menambahkan, “Kunci sukses di dunia ini adalah memberikan sesuatu yang dibutuhkan orang lain... dengan cara sederhana!”
Itulah aturan penting sekaligus faktor utama dalam meraih kesuksesan dalam bidang apa pun. Cari dan temukan hal-hal yang dibutuhkan banyak orang... lalu berikan itu dengan cara sederhana! Semakin sederhana, semakin baik. Semakin mudah orang-orang menggunakan layanan kita, semakin baik. Karenanya, para pemikir hebat bukan mereka yang senang mempersulit sesuatu, melainkan yang mampu mengubah hal-hal sulit menjadi sederhana.
Kesederhanaan, itulah aturan paling penting di dunia. Kesederhanaan menjadikan hal-hal sulit menjadi mudah, dan orang selalu menyukai kemudahan. Jika kunci keberhasilan dalam bisnis apa pun adalah memberikan yang disukai banyak orang, maka berikanlah kesederhanaan. Mudahkan, jangan persulit. Sederhanakan, jangan dibikin rumit!