Sabtu, 24 Desember 2016

Misi dan Rahasia Illuminati (1)

Ingin sekali menulis tentang Illuminati. 
Tapi jika aku menulisnya, orang-orang pasti akan mengira 
atau menuduh aku anggota Illuminati.


“Banyak orang membicarakan Illuminati,” dia berkata. “Apakah kau setuju dengan yang mereka katakan?”

Saya tersenyum. “Memangnya apa yang mereka katakan?”

“Well, di mana-mana, orang sering membicarakan atau mengaitkan Illuminati dengan banyak hal. Bahwa Illuminati semacam konspirasi—atau apa pun sebutannya—dan mereka punya rencana buruk bagi dunia.”

“Mungkin, ya.” Saya terdiam sesaat. “Meski sebenarnya misi mereka bisa dibilang baik, namun terbentur dinding kebodohan dan kebebalan manusia.”

....
....

Malam itu kami bercakap-cakap di rumah saya, duduk santai di sofa, sambil menyesap teh hangat dan merokok. Percakapan yang menyenangkan sering mengalir ke mana-mana, begitu pula kami. Dari percakapan antah berantah bisa sampai pada topik Illuminati. Dan karena percakapan itu mungkin berguna bagi orang lain—setidaknya dapat menambah perspektif dan wawasan—maka saya pun menuliskan percakapan itu di sini.

Saya menyesap teh di gelas, menyulut rokok, lalu berkata, “Illuminati, sebagaimana arti namanya, adalah Pencerahan—sebentuk pengetahuan yang melampaui zaman. Dan setiap kali suatu pengetahuan melampaui zaman, sang pemilik akan menjadi martir—jika bukan korban. Galileo, Copernicus, Darwin, Freud, sebut lainnya. Kebetulan, di zaman kita, Illuminati mampu menggabungkan orang-orang yang sama, dengan pengetahuan bahkan kekuasaan yang sama, hingga mereka tidak lagi menjadi martir atau korban. Alih-alih menjadi korban akibat pengetahuan yang mereka miliki, merekalah yang sekarang menggunakan pengetahuan itu untuk berkuasa di atas kita semua.”

Dia menatap saya, dan berkata ragu, “Sejujurnya, aku sama sekali tidak memahami maksudmu.”

Saya tersenyum. “Kalau begitu, mari kita buat kau paham.”

Pengetahuan, atau bahkan pencerahan, adalah satu hal. Tetapi sumber daya adalah hal lain. Tanpa sumber daya yang mampu mendukung, pengetahuan tidak akan berfungsi apa-apa. Sebaliknya, sumber daya sebesar apa pun juga tidak berguna tanpa pengetahuan. Yang paling berbahaya di bawah langit bukan apa pun, tetapi ketika pengetahuan bergabung dengan sumber daya yang mampu mendukung. Ketika itu terjadi, lahirlah kekuasaan. 

Fenomena itulah yang telah terjadi sejak berabad-abad lalu. Di masa lalu, ada orang-orang yang memiliki pengetahuan—sebentuk pengetahuan yang melampaui zaman—tetapi mereka sendirian, dan tidak memiliki sumber daya yang mendukung. Karena sendirian dan tak punya kekuasaan apa pun, mereka lemah. Ketika memunculkan diri, nasib mereka sudah jelas. Mereka akan disingkirkan oleh masyarakat, dan mereka pun menjadi martir. Atau korban. Masyarakat tidak pernah bisa—atau setidaknya sulit—menerima pengetahuan baru yang bertentangan dengan kebenaran mereka, dan itulah masalah krusial yang dihadapi “orang-orang tercerahkan” sejak zaman dahulu kala.

Tahun demi tahun, sejak berabad lalu, selalu muncul orang hebat di berbagai tempat, di setiap zaman, dengan pengetahuan yang melampaui zamannya—segugus pencerahan yang sulit dipahami orang-orang lain, karena bertentangan dengan keyakinan massa. Dan nasib mereka sama—sendirian, miskin, tidak diterima masyarakat, lalu menjadi martir atau korban. Sebagian dari mereka sempat dikenal oleh sejarah, namun lebih banyak yang tidak. Dan itu terus berlangsung tahun demi tahun, bahkan dari abad ke abad.

Karena kenyataan semacam itu terus terjadi, orang-orang hebat pun mulai belajar. Sejak itu, mereka tidak lagi menunjukkan diri terang-terangan, karena nasib mereka dapat diramalkan. Begitu mereka muncul dengan pengetahuan baru, riwayat mereka akan selesai. Karena mereka sendirian. Karena mereka miskin. Karena mereka tidak memiliki kekuatan.

Ada suatu masa ketika orang-orang hebat semacam itu hidup di satu zaman yang sama, bahkan kemudian saling kenal, lalu mereka berkumpul untuk membentuk persatuan. Meski begitu, mereka tetap memilih untuk merahasiakan diri, karena menyadari pengetahuan mereka bisa mendatangkan bahaya ke dalam hidup mereka. 

Masyarakat memiliki keyakinan, bahkan kebenaran, dan masyarakat tidak akan mengizinkan siapa pun menggoyang keyakinan mereka. Dari situlah kemudian lahir sesuatu yang disebut Illuminati, yaitu sekelompok orang yang memiliki pengetahuan yang melampaui zaman mereka—sekumpulan orang yang merahasiakan diri, karena tidak ingin berkonflik dengan masyarakat.

Selama berabad-abad, Illuminati menjalani hidup dalam sunyi. Mereka tidak banyak ribut, berusaha menjalani kehidupan sebagaimana orang-orang lain umumnya, seperti masyarakat, sambil diam-diam menyembunyikan pengetahuan rahasia yang hanya mereka pahami sendiri dan kelompoknya. Sampai masa itu, Illuminati masih berupa kumpulan orang-orang lemah dan tak berdaya—selain hanya memiliki pengetahuan di kepala, yang berbeda dengan masyarakatnya.

Kemudian, suatu masa di abad yang lalu, takdir mempertemukan orang-orang itu dengan kemungkinan yang membentangkan cakrawala. Melalui alur rumit perjalanan pengetahuan, sesuatu yang semula hanya disimpan Illuminati kemudian sampai ke tangan orang-orang berkuasa. Dan, kali ini, orang-orang berkuasa itu bukan kumpulan orang bebal, tapi orang-orang yang bisa memahami pengetahuan rahasia yang disimpan Illuminati. 

Sejak itu, takdir Illuminati berubah. 

Semula, mereka hanya kumpulan orang-orang miskin yang tak punya sumber daya, selain hanya pengetahuan rahasia. Jika mereka keluar terang-terangan menunjukkan pengetahuan, nasib mereka akan selesai, seperti para pendahulu mereka. Tetapi, setelah bergabung dengan orang-orang yang memiliki sumber daya, mereka memiliki sarana bahkan kekuatan untuk menyampaikan pengetahuan mereka kepada dunia, meski dengan cara sangat tersamar. 

Mendengar penjelasan saya sampai di sini, dia menyahut sambil tersenyum, “Seperti tanda mata di banyak tempat?”

Saya ikut tersenyum. “Something like that.”

Dia kembali bertanya, kali ini dengan serius, “Kenapa mereka tidak mengatakan pengetahuannya terang-terangan?”

“Karena, seperti yang kukatakan tadi, mereka berhadapan dengan kebodohan dan kebebalan manusia.”

Setelah hening sejenak, dia berkata perlahan, “Terus terang, aku masih bingung. Pengetahuan apa sebenarnya yang dirahasiakan Illuminati, sehingga mereka sampai segitunya? Maksudku, jika memang pengetahuan yang mereka miliki benar, kenapa mereka harus menyembunyikan, bahkan merahasiakan sedemikian rupa?”

“Bagaimana dengan Galileo?” saya bertanya.

Dia menatap bingung. “Sorry?”

Saya menjelaskan, “Galileo mengatakan pengetahuan yang sebenarnya benar, dan dia terancam pancungan. Nasib sama yang dihadapi Copernicus. Lalu Darwin belakangan juga mengatakan pengetahuan yang ia tahu, dan dunia murka kepadanya. Itu beberapa contoh terkenal tentang bagaimana sikap manusia terhadap pengetahuan baru yang bertentangan dengan pengetahuan atau bahkan keyakinan mereka. Ketika pengetahuan itu dinyatakan, kita seperti membuka Kotak Pandora.”

Dia mengangguk, lalu bertanya, “Dan bagaimana dengan Illuminati? Kenapa mereka tidak meniru Galileo, atau Copernicus, atau bahkan Darwin? Toh kenyataannya dunia akhirnya bisa menerima kebenaran yang mereka katakan.”

Saya mengisap rokok sesaat, lalu berkata, “Seperti yang kubilang tadi, ada masa ketika orang-orang tercerahkan hanya berdiri sendirian. Seperti Galileo. Atau Copernicus. Mereka benar, dan mereka menjadi martir. Illuminati tidak ingin mengulang sejarah yang sama. Bahkan, berbeda dengan Galileo dan yang lain, Illuminati tidak sendirian. Mereka adalah gabungan orang-orang dengan kualitas yang sama, dan—kali ini—didukung sumber daya yang luar biasa besar. Alih-alih mengeluarkan pengetahuan rahasia mereka hanya untuk menjadi martir, Illuminati justru menggunakan pengetahuan mereka untuk menguasai dunia. Dan, omong-omong, saat ini kita ada di bawah kekuasaan mereka.”

Dia menatap saya. “Kau bercanda, kan?”

Saya tersenyum. “Akan jauh lebih baik kalau saja aku memang bercanda. Sayangnya tidak. Kita, saat ini, hidup di bawah bayang-bayang kekuasaan Illuminati. Itu jenis kekuasaan yang lebih berbahaya dibanding kekuasaan apa pun yang dapat kita lihat, karena Illuminati tidak terlihat. Mereka memiliki kemampuan bahkan kekuasaan dan pengaruh besar, tapi tetap tak terlihat.”

Dia menyulut rokok, lalu berkata dengan nada frustrasi, “Baiklah, anggap saja omonganmu benar. Sekarang, tolong katakan, pengetahuan keparat apa yang dirahasiakan Illuminati, hingga mereka sampai segitunya?”

Sambil menahan senyum, saya menggodanya, “Kenapa kau ingin tahu?”

“Kenapa aku ingin tahu?” Dia terbatuk karena asap rokoknya. Setelah bisa kembali berbicara, dia berujar, “Ke mana-mana, aku mendengar Illuminati disebut. Di mana-mana, aku mendengar Illuminati ada di baliknya. Film, musik, pertunjukan, buku, kesenian, tokoh-tokoh besar, dan segala macam, nyaris semuanya terkait atau dikaitkan dengan Illuminati. Memangnya siapa mereka sebenarnya, dan apa misi mereka, hingga sampai ada di mana-mana?”

“Jadi, kau sudah mengakui kalau mereka ada di mana-mana?”

“Oh, sialan, sepertinya memang begitu, kan?”

“Jadi, itulah premis pertama, bahwa kenyataannya Illuminati memang ada di mana-mana—mereka menguasai nyaris semua hal yang terkait kehidupan kita—meski keberadaan mereka tak terlihat, dan hanya tersamar. Itu cara mereka menunjukkan kekuasaan yang mereka miliki. Melalui cara itu, mereka seperti mengatakan kepada kita semua, ‘Hei, kami mengawasimu’.”

“Itu pula kenapa mereka menggunakan lambang mata?”

Saya mengangguk. “Itu pula kenapa mereka menggunakan lambang mata.”

Dia mengisap rokok sesaat, lalu kembali berkata, “Jadi, kita kembali ke pertanyaanku tadi. Pengetahuan apa yang dirahasiakan Illuminati?”

Untuk menjawab pertanyaan itu, saya membuat gambar lingkaran, lalu menjelaskan apa maksud gambar lingkaran tersebut kepadanya. Inilah rahasia yang disembunyikan dan dirahasiakan Illuminati, meski sebenarnya tak tersembunyi dan tak pernah menjadi rahasia. Yang menjadikannya tersembunyi dan rahasia, karena pengetahuan itu berhadapan dengan kebebalan manusia. Yaitu kita. Oh, well, inilah lingkaran yang saya gambar. Sebuah lingkaran biasa.


Bayangkan lingkaran itu tempat kita hidup. Di dalam lingkaran itu ada tanah subur, sawah dan ladang, air bersih, sampai hewan-hewan yang bisa dijadikan makanan. Intinya, lingkaran itu memberi jaminan kehidupan yang baik dan tak berkekurangan.

Bayangkan saja, semula di lingkaran itu hanya ada dua orang, yaitu A dan B. Dua orang itu lalu beranak pinak, dan jumlah mereka semakin banyak. A dan B punya anak C, D, E, dan F. Lalu keempat anak itu berpasangan, dan kembali beranak pinak melahirkan G, H, I, J, K, L, M, N, dan seterusnya. Kembali, anak-anak serta cucu-cucu A dan B beranak pinak, dan terus lahir manusia sehingga jumlah mereka semakin banyak. 

Sampai di sini, saya membuat lingkaran-lingkaran berikut.


Kita lihat, luas lingkaran tempat mereka hidup tidak berubah. Tetapi jumlah orang yang hidup di dalamnya terus bertambah. Semula, karena jumlah penghuni lingkaran masih relatif sedikit, sumber alam di lingkaran masih berlimpah untuk menunjang kehidupan penghuninya. Jadi, selama waktu-waktu itu, mereka tidak menghadapi masalah dalam memenuhi kebutuhan hidup, karena sumber alam masih tersedia melimpah. Siapa pun yang lahir akan mendapatkan rezeki dan penghidupan, karena nyatanya tempat mereka hidup di masa itu masih luas dan subur makmur.

Dari situlah orang-orang kerap berkata kepada anak-anaknya, agar mereka memiliki banyak anak. Karena banyak anak akan menambah banyak rezeki. Orang-orang di masa itu senang memiliki banyak anak dan banyak cucu, dan mereka tidak terlalu mengkhawatirkan kehidupan, toh tempat mereka hidup masih kaya-raya. Ajaran itu pun lalu dipercaya orang lain turun temurun sebagai kebenaran, padahal itu kebenaran temporer, karena sangat terkait dengan kekayaan alam.

Lalu tahun demi tahun berlalu, dan abad berganti. Jumlah penghuni lingkaran yang semula hanya puluhan berubah menjadi ratusan. Dari ratusan membengkak menjadi ribuan, lalu jutaan. Ketika itu terjadi, beberapa orang mulai menyadari adanya masalah. Bagaimana pun, lingkaran tempat mereka hidup tidak pernah bertambah luas, sementara penghuni di dalamnya terus bertambah. Tanah-tanah subur digunakan untuk tempat tinggal, hasil alam cepat habis karena banyaknya kebutuhan, sementara jumlah hewan terus berkurang karena diburu untuk makanan manusia.

Mereka yang menyadari hal itu pun mencoba memberitahu yang lain, agar mulai menghentikan atau setidaknya memperlambat kenaikan populasi, agar jumlah penghuni lingkaran tidak terus meningkat. Tapi upaya itu sulit diterima, karena adanya doktrin masa lalu, bahwa setiap orang akan mendapat rezeki sendiri-sendiri, sehingga tidak perlu khawatir. Karenanya, ajakan untuk mengurangi jumlah kelahiran hanya menjadi ajakan yang didengar sambil lalu.

Seiring waktu, jumlah penghuni lingkaran semakin banyak. Ketika populasi mereka telah menyentuh angka miliaran, peningkatan kelahiran pun bisa dibilang mustahil dihentikan. Lalu lingkaran itu makin padat, makin padat, dan makin padat, karena penuh orang. Sementara tanah-tanah luas yang semula kosong dan menumbuhkan kekayaan alam kian menyusut. Jumlah makanan semakin menipis, bahkan udara untuk bernapas pun tidak seberlimpah di masa lalu.

Lanjut ke sini: Misi dan Rahasia Illuminati (2)

 
;