Kami, saya dan @chikifawzi, memang tidak bisa memilih
lahir dari orang tua yang seperti apa, tapi kami bisa memilih
ingin jadi orang yang seperti apa.
—Isabella Fawzi
Apa pun yang terjdi, ibu saya tetap ibu saya.
Tetap sayang sama ibu. I love her.
—Chikita Fawzi
lahir dari orang tua yang seperti apa, tapi kami bisa memilih
ingin jadi orang yang seperti apa.
—Isabella Fawzi
Apa pun yang terjdi, ibu saya tetap ibu saya.
Tetap sayang sama ibu. I love her.
—Chikita Fawzi
Marissa Haque sedang menjadi topik percakapan sebagian orang, akhir-akhir ini, karena beberapa hal yang ia lakukan di media sosial. Ia terlibat pertengkaran—twitwar, saling ejek, apa pun—dengan beberapa orang di Twitter, dan orang-orang lain ikut memanaskan suasana. Sebagian dari mereka bahkan menyerang hingga mengecam Marissa Haque dengan aneka caci-maki.
Sebenarnya bukan hanya sekali Marissa Haque tersandung masalah seperti ini. Dulu, beberapa tahun lalu, Marissa Haque juga pernah menghadapi masalah serupa, dengan beberapa orang lain, dan media sosial—khususnya Twitter—juga “berdarah-darah” seperti sekarang.
Salah satu orang yang tempo hari terlibat ribut dengan Marissa Haque adalah Joko Anwar, sutradara yang sering ngoceh di Twitter. Pangkal soalnya—setidaknya yang saya tahu—sangat sepele. Yaitu karena kecintaan Marissa Haque yang sangat besar terhadap suaminya! Dan kecintaan itu, sayangnya, mungkin terlalu berlebihan, hingga Marissa Haque tanpa sadar terjebak pada perilaku yang lebay.
Joko Anwar menulis tweet, yang di dalamnya terdapat nama Ikang Fawzi (suami Marissa Haque). Tweet itu sebenarnya hanya guyon ala Joko Anwar seperti biasa, dan tidak dimaksudkan untuk apa pun selain bercanda. Kebetulan, Marissa Haque memasukkan nama “Ikang Fawzi” ke kolom pencari di Twitter. Karena tweet Joko Anwar tadi banyak di-retweet, maka otomatis Twitter menempatkan tweet Joko Anwar di tempat teratas untuk kata kunci “Ikang Fawzi”.
Sebenarnya, itu hal biasa, dan sama sekali bukan masalah. Tapi Marissa Haque menganggap itu masalah. Mungkin Marissa Haque berpikir, “Aku memasukkan nama suamiku ke mesin pencari di Twitter, kenapa malah tweet si Joko-entah-siapa ini yang nongol?”
Itulah awal mula “serangan” Marissa Haque terhadap Joko Anwar, hingga buntutnya sangat panjang. Marissa Haque menuduh sutradara itu “melakukan praktik SEO yang tidak benar, untuk mendompleng nama Ikang Fawzi”. Gara-gara itu pula, Marissa Haque sampai menghubungi temannya yang bekerja di situs Liputan6, untuk mengangkat berita tersebut.
Mungkin, antara bingung dan kesal campur mimisan, Joko Anwar pun menyerang balik Marissa Haque, hingga urusan itu makin ribut. Seiring dengan itu, Marissa Haque tidak hanya bermasalah dengan Joko Anwar, tapi juga dengan beberapa orang sekaligus, plus dengan topik berbeda—dari urusan pribadi sampai urusan politik.
Kalau dipikir-pikir, sungguh mengagumkan semangat wanita ini dalam mencari masalah dengan orang lain. Masalah dengan satu orang belum rampung, sudah bikin masalah dengan yang lain.
Ulah Marissa Haque itu pun kemudian memancing banyak pengguna media sosial—khususnya di Twitter—untuk ikut “urun rembug”. Namanya Twitter, urun rembug tidak dilakukan dengan senyum dan keramahan, tapi dengan serangan frontal. Maka kritik dan caci maki pun berdatangan ke akun Marissa Haque.
Sampai di sini, sebenarnya “biasa-biasa saja”, tidak ada yang istimewa. Orang mencari ribut dengan orang lain, menyerang lalu diserang balik, itu hal biasa, khususnya dalam kehidupan sosial, khususnya lagi di Twitter. Kalau kau mencari masalah dengan orang lain, tentu wajar kalau mendapat masalah. Kalau kau menyerang orang lain, wajar pula kalau diserang balik. Dalam hubungan sosial dengan orang lain, bisa dibilang hal-hal semacam itu tak terhindarkan.
Sayang, dalam hal ini, orang-orang yang menyerang Marissa Haque juga lebay, sama lebay seperti yang dilakukan Marissa Haque. Meski yang jelas bermasalah dalam hal itu hanya Marissa Haque, tapi orang-orang juga menyerang keluarganya (suami dan anak-anaknya). Padahal, anak-anak Marissa Haque sama sekali tidak ikut campur masalah yang dilakukan ibunya, bahkan tidak mencoba membela ibunya terkait masalah yang terjadi.
Ketika orang-orang menyerang Marissa Haque di media sosial, anak-anaknya diam, dan tidak berusaha membela ibu mereka, apalagi sampai menyerang orang-orang lain. Sikap itu merupakan bukti kalau mereka memang tidak ikut campur dengan masalah ibunya, yang—secara tak langsung—juga menyatakan bahwa mereka belum tentu mendukung sikap ibu mereka. Kita tahu, anak tidak selalu sepaham dengan ibunya, begitu pula anak-anak Marissa Haque.
Sayang, sekali lagi, orang-orang tidak berpikir sejauh itu. Bukannya membatasi serangan terhadap Marissa Haque, mereka juga menyerang anak-anaknya, bahkan suaminya. Bukan hanya di Twitter, serangan dan caci-maki mereka juga dilakukan di akun-akun keluarga Marissa Haque di luar Twitter. Di akun Instagram Chikita dan Bella—dua putri Marissa Haque—misalnya, orang-orang melontarkan kecaman dan caci-maki, padahal yang bermasalah hanya Marissa Haque.
Terkait hal itu, Chikita Fawzi dan Isabella Fawzi sudah berusaha memberi jawaban serta penjelasan di akun Instagram masing-masing, khususnya terkait ibu mereka. Penjelasan mereka begitu baik, bersahabat, dan tidak menyerang siapa pun. Saya sempat membaca curahan hati mereka, dan tersentuh, hingga merasa perlu mentranskripnya di sini. Semoga mereka berdua tidak keberatan.
Berikut ini transkrip curahan hati Isabella Fawzi.
Hai teman-teman, apa kabarnya? Selamat menyambut weekend, yaa! Semoga hari Jum’atnya lancar dan menyenangkan.
Oiya, terkait dengan segala keluhan yang ditulis di komen IG saya dari kemarin, saya bisa mengerti apa yang teman-teman rasakan. Kalau saya boleh saran, lebih baik unfollow atau block saja akun ibu saya, daripada waktu teman-teman jadi ikut terbuang untuk ikut mencaci-maki dan menyerang orang, buat apa?
Saya yakin teman-teman di sini orang yang cerdas dalam bersosial media. Lebih baik menghindar dari orang-orang negatif yang bisa bikin kita jelek juga. Karena meladeni orang yang marah sama seperti mengipaskan api jadi semakin besar. Kasihan waktu teman-teman dihabiskan hanya untuk seperti ini.
Kami, saya dan @chikifawzi, memang tidak bisa memilih lahir dari orang tua yang seperti apa, tapi kami bisa memilih ingin jadi orang yang seperti apa. Kami tidak marah jika mungkin ada yang membenci kami atas hal yang sebenarnya tidak kami perbuat. Tapi dengan segala kerendahan hati, saya akan mem-block komen apa pun yang menurut saya terlalu anarkis.
Karena saya dan adik saya telah tumbuh dewasa, dan memiliki kehidupan kami sendiri. Kami berdua tidak pernah menyerang orang. Untuk itu, tolong jangan kaitkan ulah ibu kami dengan kami, karena apa yang beliau lakukan tidak ada hubungannya dengan saya maupun Chiki.
Kami pasti akan memberitahu orang tua kami. Tapi sebagai orang tua, beliaulah yang harus bertanggung jawab atas perbuatannya, dan bukan anak-anaknya. Jadi, tolong nyampahnya di IG ibu saya, ya. Jangan di IG saya, adek saya, dan ayah saya. Karena gak ngaruh juga buat Ibu. Kami bertiga gak pernah cari musuh! Peace yow, have a nice day!
Dan berikut ini transkrip curahan hati Chikita Fawzi.
Pernah dengar “Unconditional Love”? Cinta Tanpa Syarat? Saya belajar itu dari ayah saya. Ayah pernah bilang, “Nak, kamu kalau janji sama orang pasti selalu berusaha menepati, kan? Apalagi janji sama Allah. Ayah janji sama Allah pas ijab kobul, sama alm. opa kamu, untuk jaga ibu kamu, sampai maut memisahkan. Ayah gak akan mencederai janji ayah sama Allah.”
Ayah juga yang selalu mengingatkan, “No. 1 ibumu, no. 2 ibumu, no. 3 ibumu, baru ayahmu, Nak. Udah, jangan sayang-sayang amat sama ayah.”
Tapi aku jadi makin sayang sama ayah karena dari kecil menyaksikan ketulusan hati ayah yang penuh cinta ini. Yang hidupnya mencari ridho Allah saja, gak peduli di dunia babak belur perasaannya.
Saya sedih banget, ketika netizen menyerang ayah saya dengan segala prasangka dan asumsi mereka. Ayah saya tulang punggung keluarga, kok. Kerja keras buat bahagiain keluarga. Gak pernah nyerang orang. Sangat bersahabat. Saya sangat melihat usaha ayah melembutkan hati ibu. Ayah selalu mengingatkan, “Doa, Nak. Minta ke Allah untuk melembutkan hati. Hati ibumu hati Allah juga.”
Ketika ayah saya, sosok paling sabaaar di hidup saya, menjadi bahan celaan kalian yang tidak paham bagaimana kondisi sebenarnya, saya sedih. Lebih baik katain saya aja deh, buat hal-hal yang tidak pernah saya lakukan, sampai puas saya rela, tapi stop kata-katain ayah saya. Ayah saya orang baik. Kesabarannya luar biasa. Mungkin orang-orang yang pernah kenal ayah yang bisa paham tulisan saya di atas.
Allah gak pernah salah tetapkan takdir saya lahir dari siapa. Apa pun yang terjdi, ibu saya tetap ibu saya. Tetap sayang sama ibu. I love her. Mohon maaf untuk kata-kata ibu yang kurang berkenan. Mohon maaf jika ada salah-salah kata dari saya. Selamat beristirahat. Semoga kebenciannya gak dibawa sampai tidur, ya.
Jauh-jauh hari sebelum membaca curahan hati dua gadis Fawzi di Instagram, saya sudah tahu bahwa Ikang Fawzi lelaki yang baik, suami yang baik, sekaligus ayah yang baik. Karena itu pula, empat tahun lalu, saya sampai menulis di sini, bahwa kelebihan yang dimiliki Marissa Haque, sebagai istri, adalah cinta dan penghormatannya yang luar biasa terhadap sang suami.
Dan Marissa Haque jelas menghormati, bahkan memuja suaminya, karena kenyataannya Ikang Fawzi memang sosok istimewa. Dan lelaki istimewa itu ternyata juga mampu mendidik dua putrinya hingga sebaik ayah mereka.
Berbeda dengan kebanyakan pasangan artis yang mudah kawin-cerai, pasangan Ikang Fawzi dan Marissa Haque mampu mempertahankan perkawinan mereka hingga 31 tahun, dan tampaknya akan terus langgeng sampai—meminjam istilah Ikang Fawzi—maut memisahkan. Mereka tidak hanya mampu mempertahankan perkawinan dengan baik selama tiga dekade, tapi juga mampu membesarkan dua putri yang tumbuh dengan baik, dengan sifat yang baik, dengan gaya hidup yang baik. Untuk ukuran keluarga artis, itu benar-benar prestasi yang langka.
Prestasi dan keberhasilan itu tidak bisa dilepaskan dari sosok Ikang Fawzi, yang menjadi kepala keluarga. Sebagai suami, dia memiliki kesabaran luar biasa. Kenyataan itu mudah dibuktikan dari sikap Marissa Haque kepadanya, yang begitu mencintai, bahkan memujanya. Sebagai ayah, Ikang Fawzi juga mampu menjadi ayah yang baik, hingga dapat mendidik dua putrinya sebegitu baik. Sekali lagi, kenyataan itu mudah dibuktikan, dari sikap dan penghormatan Bella serta Chikita pada sosok sang ayah.
Melihat kenyataan ini, tentu wajar kalau Marissa Haque sangat memuja keluarganya. Karena, bisa dibilang, dia memiliki segala yang diinginkan seorang wanita. Sebagai istri, dia memiliki suami yang baik bahkan hebat. Sebagai ibu, dia memiliki anak-anak dengan budi pekerti mengagumkan. Wanita mana, dan ibu mana, yang tidak mabuk dengan karunia semacam itu?
Karena rasa cinta sekaligus kekaguman besar pada suami serta keluarga pulalah, yang menjadikan Marissa Haque kadang jadi lebay. Dia sangat membanggakan keluarganya—suaminya, anak-anaknya—secara berlebihan, hingga kadang membuat orang lain risih. Seperti yang terjadi di Twitter, tempo hari. Persoalannya sepele, yakni karena rasa cinta Marissa Haque yang berlebihan terhadap diri, suami, dan keluarga.
Dan beruntunglah Marissa Haque, juga Ikang Fawzi, karena memiliki dua putri dengan hati setulus bidadari. Setidaknya, kekaguman Marissa Haque terhadap mereka bukan kekaguman tanpa dasar, meski dilakukan secara berlebihan.