Jumat, 01 Oktober 2021

Duka Lara Perkawinan

Perkawinan itu indah—kapan? Saat tercetak di undangan!
Begitu undangan itu mulai dilupakan, sebagian perkawinan terguncang,
dihantam badai penyesalan, ditikam kebosanan, digerogoti frustrasi, 
dan aneka perasaan menyesakkan lain yang tidak akan pernah 
mereka ceritakan kepadamu.
@noffret


Aulia Kesuma membunuh suaminya, melibatkan pembunuh yang ia bayar ratusan juta. Zuraida Hanum membunuh suaminya, juga melibatkan pembunuh yang ia bayar mahal. Kenyataan itu menjelaskan kalau mereka melakukan pembunuhan berencana, terhadap suaminya sendiri.

Bagaimana bisa, wanita yang menikah—dan berjanji untuk bersama dalam suka maupun duka—justru merencanakan pembunuhan terhadap suaminya sendiri? Pertanyaan itu makin perlu diajukan, mengingat foto-foto mereka dengan pasangan tampak begitu mesra.

Karena penasaran pula, aku pun mencari latar belakang kasus mereka, untuk tahu kenapa mereka membunuh suaminya. Semakin banyak aku tahu, semakin dalam pula simpatiku untuk mereka, dan—seiring dengan itu—menguatkan pemikiranku tentang doktrin dusta perkawinan. 

Zuraida membunuh suaminya, karena si suami selingkuh beberapa kali. Ia kecewa, dan minta cerai, tapi suaminya tidak mau bercerai. Selama bertahun-tahun, Zuraida memendam kekesalan batin, hingga kesabarannya usai, dan dia memutuskan untuk mengakhiri penderitaan batinnya.

Jadi, selama bertahun-tahun, Zuraida berusaha menampilkan dirinya sebaik mungkin, sebagai istri yang tampak menyayangi suaminya, berpose dalam foto-foto mesra demi tampak “pantas” di hadapan publik, sambil diam-diam menangis dalam batin, terkekang dan tertekan dalam luka.

Sementara Aulia membunuh suaminya karena ketiadaan tanggung jawab bersama. Dua tahun setelah menikah, suami Aulia ingin membuka usaha restoran. Untuk itu, dia perlu berutang ke bank. Tapi namanya sudah di-blacklist, jadi dia minta Aulia untuk berutang ke bank.

Karena percaya pada suami, Aulia memenuhi permintaan suaminya. Ia menggunakan namanya untuk berutang ke bank, dan mendapat dana 10 miliar. Uang itu dipakai untuk buka usaha restoran. Sayangnya, usaha restoran itu tidak menjanjikan, sementara utang terus berbunga.

Si suami menikmati hasil usaha restoran, yang sebenarnya belum stabil, tapi tidak mau mengurusi utang di bank, dan menganggap utang senilai 10 miliar plus bunga tadi adalah tanggung jawab istrinya, karena utang itu atas nama Aulia. Si suami cuma leyeh-leyeh sambil main ponsel.

Ketika akhirnya usaha restoran itu benar-benar bangkrut, Aulia kebingungan. Suaminya menganggap itu tanggung jawab istrinya, dan Aulia terpaksa montang-manting membayar utang pada bank, gali lubang tutup lubang, termasuk menggadaikan mobil miliknya.

Cerita selanjutnya sudah dikabarkan situs-situs berita. Aulia, yang mungkin sudah habis kesabaran dan tak mampu lagi menahan penderitaan batin akibat melihat sikap suaminya, akhirnya memutuskan untuk mengakhiri masalah dengan mengakhiri hidup suaminya sendiri.

Dan aku bertanya-tanya, apa arti perkawinan, khususnya terkait kasus mereka? Ke mana perginya doktrin-doktrin indah tentang kebahagiaan, lancar rezeki, dan bualan ndakik-ndakik lainnya? Aulia dan Zuraida hanya contoh kasus, tentu saja, di luar sana entah berapa jumlahnya.

Orang Amerika punya nasihat tersembunyi terkait perkawinan, yang biasanya mereka bisikkan dari teman ke teman. Nasihat itu berbunyi, “Perkawinan adalah tidur satu selimut dengan musuhmu.” Aku butuh waktu lama untuk memahami nasihat itu, dan kini telah memahaminya.

 
;