Sabtu, 20 Mei 2023

Sak Penake Dewe

Ada orang pacaran, cuma duduk berduaan, orang-orang ribut, lalu menggerebek. Alasannya, “Itu urusan masyarakat!” 

Ada suami istri terlibat KDRT, masyarakat pura-pura budeg. Alasannya, “Itu urusan pribadi, masalah keluarga!” 

Itu namanya sak penake dewe.

Ada lajang dikompori dan dinyinyiri agar cepat kawin. Alasannya, “Menikah akan membuatmu bahagia.” 

Lalu si lajang menikah, tapi ternyata hidupnya malah sengsara. Waktu dikomplain, jawabannya, “Ya namanya juga pernikahan.” 

Itu namanya sak penake dewe.

Orang-orang berkata, “Menikah akan melancarkan rezeki.” Lalu para lajang menikah, berharap mudah mendapat rezeki. 

Tapi ternyata hidupnya malah makin susah. Waktu dikomplain, jawabannya, “Namanya rezeki tidak harus berupa uang.” 

Itu namanya sak penake dewe.

Ada suami-istri memilih tidak punya anak dulu, karena belum siap. Malah dikompori, “Tiap anak punya rezeki sendiri.” 

Lalu mereka punya anak, dan hidup makin berat. Waktu dikomplain, jawabannya, “Mungkin takdirnya memang begitu.” 

Itu namanya sak penake dewe.

Banyak orang menyuruh-nyuruh kita segera menikah, dengan berbagai alasan yang terdengar indah dan ndakik-ndakik. Ketika kita mengikuti nasihat mereka, dan ternyata hasilnya terbalik, mereka tidak mau tanggung jawab. Apa namanya kalau bukan sak penake dewe?

Maksud saya begini. Kalau kita menyuruh orang lain melakukan sesuatu dan menjanjikan sesuatu jika dia mau melakukan, kita harus bertanggung jawab memastikan bahwa dia benar-benar mendapatkan yang kita janjikan. Jika tidak, itu namanya kebohongan atau penipuan.

“Lho, yang nikah orang lain, kenapa aku yang harus tanggung jawab? Itu hidup mereka, kan? Kenapa aku yang harus tanggung jawab?” 

Nah, kamu paham bahwa yang akan menikah adalah orang lain. Lalu kenapa kamu merasa punya hak ngerusuhi kehidupan orang lain, sampai menyuruhnya cepat kawin, cepat punya anak, dan lain-lain?

Memilih menikah—terkait kapan, dengan siapa, atau hal-hal terkait dengan itu—adalah bagian dari privasi orang per orang. Kita tidak bisa ngerusuhi hal itu. Bahkan jika mereka meminta pendapat kita, hak kita hanya sebatas memberi pendapat, bukan menyuruh atau mendoktrin.

Memahami privasi orang lain—misal menikah atau tidak, memilih punya anak atau tidak—adalah hal mendasar yang [seharusnya] dipahami orang-orang beradab. Jadi, kita bisa tahu apakah seseorang beradab atau tidak dengan melihat apakah dia ngerusuhi hal itu atau tidak.

Sekadar pengingat, KDRT itu kejahatan, dan pelakunya bisa dipidanakan, dituntut secara hukum. Begitu pun, melanggar privasi orang lain—semisal ngerusuhi kehidupan pribadinya—juga termasuk kejahatan, dan pelakunya bisa dipidanakan, dituntut secara hukum.

 
;