Rabu, 10 Juli 2024

Sesekali Sambat Itu Manusiawi

Orang sesekali sambat, itu manusiawi. Orang capek dan mengeluh, itu wajar. Orang mengalami stres, juga sebenarnya bukan masalah. Yang tidak manusiawi, yang tidak wajar, dan yang bermasalah... adalah orang yang lebih tahu cara menghakimi daripada berempati.

Kita mungkin pernah sambat, karena banyak beban pikiran, dan ngomong ke seseorang, “Aku lagi stres banget, nih.” 

Lalu orang itu menyahut, “Gak usah dibikin stres. Ora usah dipikiri.” 

Itu contoh orang yang tidak bisa berempati—responsnya bikin kita patah hati.

Beda dengan orang yang punya empati atau bisa berempati. Ketika mendengar seseorang sambat sedang stres, dia menanggapi dengan baik, “Stres kenapa? Ayo cerita, siapa tahu aku bisa membantu.” Responsnya baik, dan membuat kita merasa tidak sendirian.

Fakta menyedihkan tentang kebanyakan orang adalah; mereka tidak tahu cara berempati, tapi sangat tahu cara menghakimi. Mereka tidak punya kemampuan mendengarkan, tapi sok pintar tentang hidup orang lain, lalu sok mengatur-atur kehidupan orang lain.

Ciri khas orang yang tidak punya empati tapi mudah menghakimi adalah; mereka menjadikan diri sendiri sebagai ukuran untuk menilai semua orang. Padahal setiap orang berbeda, menjalani kehidupan berbeda, menghadapi masalah berbeda, dan punya pola pikir berbeda.

Menurutku, cara mudah jadi orang baik adalah: Jika kita tidak bisa mengatakan hal-hal baik, sebaiknya diam saja. Jika tidak bisa meringankan bebannya, setidaknya jangan menambahi masalahnya.

Setiap orang menghadapi masalah, tantangan hidup, beban pikiran, dan aneka hal dalam hidupnya sendiri-sendiri, yang tidak kita tahu. Jika kita memang tidak tahu, sebaiknya tidak sok tahu.  

 
;