Minggu, 20 Oktober 2024

Omong-omong Soal Tahlilan

Masuk Twitter, dan yang kudapati di timeline adalah ribut-ribut soal tahlilan. Ajib bener Twitter ini.

Omong-omong soal tahlilan...

Sambil nunggu udud habis.

Idealnya memang seperti ini. Tahlilan jangan sampai memberatkan pihak yang berduka karena baru ditinggal mati anggota keluarganya. Kalau yang ada cuma teh anget, misalnya, yo wis teh anget saja.

Ketua PBNU menegaskan bahwa tahlilan bisa tetap dijalankan cukup dengan sajian air putih dan kue seadanya. http://dlvr.it/SfjK3Z

Sayangnya, sesuatu yang ideal sering kali sulit dilakukan atau diwujudkan. Ketika sebuah keluarga—khususnya di lingkungan NU—berduka cita karena kematian anak, orang tua, atau lainnya, mereka seperti dituntut untuk mengadakan tahlilan dengan jamuan yang “pantas”.

Yang disebut “pantas” itu tentu relatif, dan biasanya berkaitan erat dengan adat setempat. Kalau adat setempat misalnya biasa menyuguhkan jajan, nasi, dan memberikan sekilo beras dan gula-teh untuk peserta tahlilan, rata-rata orang setempat akan menganggap itulah yang “pantas”.

Masalahnya, tidak semua orang punya kemampuan [finansial] yang sama. Sebagian orang mungkin enteng saja menyuguhkan minuman dan aneka jajan, nasi, dan memberikan beras sekilo plus gula dan teh untuk masing-masing peserta tahlilan. Tapi sebagian lain belum tentu mampu seperti itu.

Di titik semacam itulah, masalah kadang terjadi—meski mungkin diam-diam. Ada sebagian orang yang hidupnya susah, lalu ada anggota keluarga yang meninggal. Mereka sudah pusing memikirkan biaya pemakaman dll, lalu harus mikir pula biaya mengadakan tahlilan sampai berhari-hari.

Gus Fahrur (KH. Ahmad Fahrur Rozi, Ketua PBNU Bidang Keagamaan) menyatakan, “tahlilan bisa tetap dijalankan, cukup dengan sajian air putih dan kue seadanya. Tidak perlu memberatkan shohibul mushibah yang kondisi ekonominya tidak mampu.”

Kita tentu sangat setuju saran itu.

Masalahnya, seperti yang disebut tadi, ada “adat setempat”, dan masyarakat merasa “pekewuh” kalau tidak mematuhi adat setempat. Jadinya, kadang mereka sampai memaksa diri, misal berutang, demi bisa sesuai dengan adat setempat dan dinilai pantas saat mengadakan acara tahlilan.

Hal semacam itulah yang mungkin mendorong mbak ini sampai menulis tweet [yang mungkin terkesan kasar] seperti ini. Sebagai warga NU, sejujurnya aku bisa memahami maksud dan kegelisahan mbak ini.

Petinggi NU harusnya sadar & mau menjelaskan kepada umatnya/jemaahnya* bahwa tradisi seolah mewajibkan perayaan kematian keluarga di hari ke 7--14-40-100 itu ga wajib bahkan ga ada tuntunannya. Dan hanya memberatkan jelata saja. Faktany org miskin di Indonesia ini banyak dr NU —@salima252lagi

Imam Syafii, dalam Kitab Al-Umm jilid 1, menyitir kisah Nabi Muhammad SAW saat seorang sahabat ditinggal mati keluarganya. Nabi berkata, “Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja’far, karena telah datang kepada mereka urusan yang menyibukkan (ditinggal mati anggota keluarga).”

Nabi SAW meminta orang-orang menyiapkan makanan untuk keluarga yang sedang berduka, bukan meminta keluarga yang sedang berduka untuk menyiapkan makanan bagi orang-orang lain. Karena ditinggal mati anggota keluarga itu kesedihan luar biasa, dan mereka butuh bantuan serta simpati.

Karenanya, kita setuju dengan saran Gus Fahrur tadi, bahwa kalau memang ingin mengadakan tahlilan, jangan sampai acara itu memberatkan pihak yang sedang berduka. 

Dan untuk sampai pada kesadaran semacam itu, masyarakat membutuhkan edukasi dari para ulamanya.

Postscript: 

Aku orang NU, dan suka tahlilan, karena acara itu membantuku mengingat serta merenungkan takdir makhluk fana. Jadi tak perlu defensif apalagi ofensif kalau mau menanggapi ocehan ini.


*) Ditranskrip dari timeline @noffet, 21 Desember 2022.

Sejarah Tahlilan

Kalau ada yang mengatakan bahwa tahlilan itu tradisi, ya tidak salah. Karena nyatanya memang tradisi, kok. Tahlilan adalah kreasi Walisongo—khususnya Sunan Kalijaga—yang menyebarkan ajaran Islam melalui akulturasi, dalam hal ini kultur masyarakat Jawa.

Jauh sebelum Islam masuk ke Tanah Jawa, masyarakat punya adat/tradisi menemani keluarga yang baru ditinggal mati anggota keluarganya. Mereka menyadari bahwa ditinggal mati anggota keluarga itu kesedihan yang berat, jadi mereka menemani sebagai bentuk simpati.

Sampai tujuh hari mereka menemani keluarga yang bersedih; menghibur, membantu apa pun yang bisa dibantu, intinya meringankan beban keluarga yang baru ditinggal mati anak atau orang tuanya. Itu tradisi yang mencerminkan keluhuran kemanusiaan, khususnya di zaman itu.

Lalu Islam masuk ke Tanah Jawa, dibawa oleh Walisongo. Kita tahu, Walisongo menyebarkan Islam dengan cara akulturasi; membiarkan tradisi yang sudah ada, dan memasukkan ajaran Islam ke dalamnya. Tahlilan adalah salah satunya, yang terus ada hingga ke masa kini.

Sebelum Islam masuk, orang-orang Jawa menemani keluarga yang berduka selama tujuh hari. Walisongo membiarkan hal itu, sekaligus memasukkan ajaran Islam ke dalam tradisi tersebut, dengan cara memasukkan kalimat thayibah, dari tahlil sampai pembacaan Yaasin.

Jadi, apakah tahlilan itu tradisi? Ya, karena akarnya memang tradisi. Apakah tahlilan itu ajaran agama? Juga ya, karena di dalamnya ada ajaran agama. Seperti kata Gus Baha, “Orang yang 80 tahun kafir, lalu mengucap ‘Laa ilaaha illallah’ maka ia menjadi mukmin.”

Lalu mengapa Muhammadiyah tidak setuju dengan tahlilan? Sebenarnya, kalau mau blak-blakan, pihak pertama yang tidak setuju dengan tahlilan bukan Muhammadiyah, tapi anggota Walisongo sendiri. Sunan Ampel, misalnya, tidak setuju dengan ide akulturasi Sunan Kalijaga.

Tetapi, singkat cerita—karena uraiannya bisa panjang sekali—musyawarah para wali waktu itu akhirnya menyepakati ide Sunan Kalijaga untuk melakukan akulturasi dalam penyebaran Islam di Jawa. Namun, bagaimana pun, friksi tak bisa dihindari, karena perbedaan pemikiran.

Sunan Ampel, Sunan Drajat, dan Sunan Giri, adalah tipe orang-orang yang “sangat lurus”. Mereka ingin ajaran Islam disebarkan dengan cara Islam, bukan lewat akulturasi. Mereka mungkin semacam KH. Ahmad Dahlan, yang belakangan mendirikan Muhammadiyah.

Sebaliknya, Sunan Kalijaga dan sunan-sunan yang lain, tipe orang moderat, yang lentur menghadapi kenyataan di lapangan. Mereka ingin masyarakat menerima sesuatu yang mereka bawa (ajaran Islam), tapi tidak ingin memaksa. Akulturasi adalah jalan tengah.

Berdasarkan mozaik singkat ini, kita pun memahami kenapa di Indonesia ada dua organisasi besar Islam (NU dan Muhammadiyah) yang berbeda dalam hal-hal tertentu, salah satunya terkait tahlilan. Akar sejarahnya merentang ke setengah milenium yang lalu.

Sampai di sini, kalian mungkin bertanya-tanya, “Lalu apa hubungan semua ini dengan pembantaian enam ribu ulama oleh Amangkurat I?” Itu adalah jejak berdarah yang memberi pelajaran keras pada semua pihak bahwa memaksakan suatu pemikiran bisa berdampak mengerikan.

Karenanya, sikap ulama NU maupun Muhammadiyah sekarang sebenarnya sudah tepat; mau tahlilan ya monggo, tidak tahlilan yo ora opo-opo. Karena esensinya adalah “anak salih yang mendoakan orang tua”. Cara yang digunakan bisa berbeda, dan itu tidak apa-apa. 

Debat Tahlil dan Pembantaian Ulama

Mau logout, tapi udud belum habis.

Boleh percaya boleh tidak, urusan “debat tahlilan” sudah dimulai sejak 400 tahun yang lalu. Jadi ribut antara NU dan Muhammadiyah itu bisa dibilang cuma “meneruskan tradisi”. Ya tidak apa-apa, sih. Beda, tapi saling menghormati.

Udud tinggal sedikit.

Pada 1647, Amangkurat I, Raja Kesultanan Mataram Islam, memerintahkan bawahannya untuk membantai 6.000 ulama (dan anggota keluarga mereka) di Alun-Alun Plered Mataram. Alun-alun banjir darah waktu itu, dan, di saat sama, Mataram tak lagi punya ulama.

Mengapa peristiwa tragis dan mengerikan semacam itu bisa terjadi? 

Menurut sejarah, pembantaian para ulama itu dilatari dendam Amangkurat I atas kudeta yang dilakukan adiknya sendiri, Raden Mas Alit. Kudeta itu gagal, dan adik Amangkurat I tewas dalam upaya kudeta tersebut.

Masih menurut sejarah, Amangkurat I mencurigai para ulama di Mataram jadi pendukung adiknya yang melakukan kudeta. Karenanya, dia lalu membantai para ulama di alun-alun, beserta seluruh keluarga mereka. 

Itu kata sejarah. Tapi sejarah, kita tahu, “ditulis oleh pemenang”.

Fakta yang terjadi tidak sesederhana yang ditulis oleh sejarah. Kita akan memahami kenyataan itu, ketika akhirnya Trunajaya balik melakukan pembalasan dendam kepada Amangkurat I, sekaligus menamatkan riwayat Mataram. 

Uraiannya sangat panjang, tapi ududku habis. Sori.


*) Ditranskrip dari timeline @noffet, 21 Desember 2022.

Tahlilan dan Dialetika

Kalau ada orang Indonesia meributkan tahlilan, sejujurnya aku tidak heran, karena, bagaimana pun, ada organisasi besar (Muhammadiyah) yang secara terang-terangan tidak melakukan tahlilan. Jadi kalau sewaktu-waktu ada orang yang meributkan tahlilan, ya itu dialektika.

Dalam pengetahuan dan keyakinan, dialektika dibutuhkan, agar kita terus belajar, memperbarui diri, sehingga tidak kedaluwarsa. Tanpa dialektika, pengetahuan kita tidak berkembang, dan bisa jadi kita masih memegang pengetahuan yang sebenarnya sudah ketinggalan zaman.

Jadi, kalau sewaktu-waktu ada lagi yang meributkan tahlilan atau lainnya, ya hadapi saja sebagai dialektika. Tidak perlu ngamuk. Dialektika itu kan tidak menyerang pribadi, tapi mempertanyakan hal-hal yang kita ketahui atau yakini... dan itu kesempatan memperbarui diri.

Berpijak pada ribut-ribut soal tahlilan, ada sesuatu yang masih membuatku bingung. Muhammadiyah sudah jelas tidak setuju tahlilan, dan mereka menampakkan ketidaksetujuannya terang-terangan, karena punya perspektif sendiri yang berbeda. Dan itu bukan masalah! 

Yang membuatku masih bertanya-tanya, kenapa Muhammadiyah sepertinya “setuju-setuju saja” dengan pemahaman bahwa “Idul Fitri memiliki arti kembali suci”, padahal itu salah kaprah? 

Fenomena perayaan Idul Fitri [khususnya di Indonesia] sama seperti tahlilan, dalam arti hanya tradisi, tapi kenapa Muhammadiyah setuju?

Meikarta dan Utopia

Omong-omong soal [iklan] Meikarta...

Sambil nunggu udud habis.

Dulu, waktu melihat video iklan Meikarta, aku merasa seperti melihat cahaya di era distopia. Mungkin itu pula yang ada dalam benak banyak orang, karena tujuan iklan itu memang mengarahkan persepsi semacam itu. Bahwa Meikarta adalah solusi logis dan indah di tengah distopia.

Sebuah mobil melaju di jalan, di dalamnya ada sebuah keluarga dengan anak kecil yang melihat ke luar... menyaksikan dunia yang suram, gelap, dengan orang-orang lusuh bahkan mungkin jahat. 

Dan mobil itu melaju ke arah cahaya, sebuah “dunia baru”—janji-janji Meikarta.

Iklan Meikarta mengingatkanku pada film Elysium (2013), yang memperlihatkan kehidupan terbagi menjadi atas dan bawah. Dunia atas adalah Elysium, tempat orang-orang superkaya menjalani hidup mewah dan beradab, sementara dunia bawah adalah neraka orang-orang miskin.

Jadi, ketika menyaksikan iklan Meikarta, aku membayangkan kompleks kota atau perumahan itu—kalau sudah jadi—kelak akan semacam Elysium, tempat sebagian orang merasa menjalani kehidupan beradab, sementara dunia di luar mereka adalah “kehidupan yang berbeda” dengan mereka.

Meikarta atau Elysium sebenarnya utopia yang telah menjadi bayangan manusia sepanjang masa—semacam kesadaran [atau bayangan magis] bahwa dunia ini tidak adil, dan kita membutuhkan dunia lain yang adil, bahwa kehidupan ini suram dan kita butuh kehidupan lain yang indah.

Elysium hanya ada di dunia fiksi, sementara Meikarta ada di dunia kita. Tapi benarkah ia memang ada? Atau jangan-jangan utopia memang sebatas utopia, dan janji indah hanya sebatas janji indah... dan, mau tak mau, manusia harus menerima kenyataan sambil berupaya memperbaikinya?


*) Ditranskrip dari timeline @noffet, 12 Desember 2022.

Belajar

Aku sering belajar dari kesalahan, tapi... oh, tetap saja aku sering melakukan kesalahan.


*) Ditranskrip dari timeline @noffet, 29 Juli 2012.

Berita Duka

Berita duka hari ini: Nabilah mundur dari JKT48.

Akun @NabilahJKT48 juga sekarang hilang. Aku kudu piye iki? Apalah arti Twitter tanpa akun Nabilah?


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 31 Oktober 2017.

Seharusnya

Ada jutaan "seharusnya" yang bisa kukatakan, Tetapi, aku sadar, seharusnya aku tidak pernah mengatakan "seharusnya", kalau saja aku belajar.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 17 September 2012.

Bodo Amat

Kalau aku memasukkan sesendok garam ke laut, mungkin air laut tidak bertambah asin. Tapi peduli amat! Aku suka melakukannya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffet, 27 Juli 2012.

Suara Inka Christie

Suaranya Inka Christie tuh memang magic!

    
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 11 Juni 2014.  

Semalam

Semalam aku bermimpi tentang bulan. Mendengarkan ceritanya yang membuatku tersenyum. Masih ingin bersamanya, tapi aku terbangun.


*) Ditranskrip dari timeline @noffet, 3 Agustus 2012.

Kamis, 10 Oktober 2024

Wahai Orang-orang yang Tidak Tahu Apa Itu Introvert

Wahai orang yang tidak tahu apa itu introvert, dengarkan ini: Introvert sejati memang suka sendirian, tapi mereka TIDAK PERNAH KESEPIAN.

Agar kesalahpahaman ini tidak terus menerus terjadi, dan menulari orang-orang lain yang tidak tahu, sepertinya aku perlu ngoceh.

Sambil nunggu udud habis.

Ada perbedaan esensial antara KESENDIRIAN dan KESEPIAN. 

Kesendirian adalah kondisi seorang diri, yang memang DIINGINKAN pelakunya. Sementara kesepian adalah kondisi seorang diri atau bahkan bersama orang lain, yang TIDAK DIINGINKAN pelakunya.

KESENDIRIAN bisa dilihat secara kasatmata, karena orangnya memang benar-benar sendirian, atau sengaja menyendiri. 

Sementara KESEPIAN tidak bisa dilihat secara kasatmata, karena kondisi itu ada dalam pikiran dan batin orang per orang. Kesepian adalah keadaan psikis.

Ada orang yang terus menerus sendirian, tapi tidak kesepian. Biasanya, mereka yang begitu adalah introvert sejati. 

Sebaliknya, ada orang yang bersama sekelompok orang lain, tampak bahagia dan tertawa-tawa, tapi sebenarnya ia merasa kesepian. 

Bisa melihat perbedaannya?

Kesepian tidak identik dengan kesendirian, pun kesendirian tidak identik dengan kesepian. 

Kesendirian adalah pilihan yang didasari kesadaran (bahwa ia ingin sendiri), sementara kesepian adalah kondisi batin yang tidak diinginkan, terlepas sendirian atau bersama orang lain.

Seorang introvert menyukai, bahkan menikmati, kesendirian. Karena di saat-saat sendirian, mereka merasa begitu tenang, damai, kreatif, energinya berlimpah, dan bisa menggunakan waktunya untuk hal-hal yang menurut mereka perlu dilakukan. Mereka tidak pernah merasa kesepian.

Sebaliknya, orang yang bukan introvert akan tersiksa saat sendirian, merasa kesepian, butuh bertemu orang, pendeknya tidak nyaman selama sendirian. Itulah perbedaan introvert dan bukan introvert.

Bagi introvert, kesendirian adalah surga—bagaimana mungkin itu membuatnya kesepian?

TIDAK PERNAH KESEPIAN MESKI SENDIRIAN adalah berkat yang hanya dimiliki orang-orang introvert. 

Jadi kalau kamu merasa kesepian saat sendirian, sudah jelas kamu bukan introvert! 

Kalau kamu selalu butuh bersama orang lain, jelas dan gamblang kamu bukan introvert!

Inilah alasan kenapa banyak introvert tidak buru-buru menikah, kadang bahkan tidak berminat menikah sama sekali. Karena mereka sangat menikmati kesendirian! 

Introvert yang "buru-buru" menikah biasanya karena kebetulan menemukan seseorang yang sangat “sempurna” bagi dirinya.

Introvert tidak antisosial. Mereka menikmati bersosialisasi, dan berteman, dengan orang-orang yang mereka anggap tepat; orang-orang yang bisa diajak ngobrol secara mendalam; orang yang tahu empati tapi bisa bicara to the point; orang yang benar-benar bisa dipercaya.

Ocehan ini, kalau kulanjutkan, masih panjang sekali, tapi ududku habis. 

Akhir kata, aku seorang introvert. Jadi aku tahu, benar-benar tahu, apa yang kukatakan sekarang.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 29 November 2022.

Sendirian, dan Melakukan Hal Besar

Aku selalu terinspirasi, dan jiwa bocahku bergetar, tiap menemukan orang yang sendirian... tapi mampu melakukan hal-hal besar.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 29 November 2022.

Ingin Melelang

Ingin melelang kebocahanku. Apppeeuuuuuhhh...


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 21 Mei 2020.

Guyonan Orang Susah

Seseorang mengatakan, “Aku ingin hidup susah sehari aja, rasanya suliiiiit sekali!”

Saya menyahut, “Lhoh, bagus gitu, dong! Berarti hidupmu bahagia terus, kan?”

“Bukan gitu! Aku ingin hidup susah sehari aja, bukan tiap hari susah terus!”

Pengalaman

Pengalaman adalah guru yang keras. Ia memberi ujian lebih dulu, dan pelajaran belakangan.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 31 Juli 2012.

Suatu Hari Nanti

Temanku pernah berkata, "Suatu hari nanti aku akan masuk koran. Di kolom berita kematian." | Sejak itu, kami selalu saling mendoakan.

    
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 31 Mei 2014.  

Terlambat

Waktu berjalan cepat. Dan kita tetap saja terlambat.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 29 Maret 2012.

Nonton Mata Najwa

Tiap kali nonton "Mata Najwa", aku sering berpikir kalau Najwa Shihab adalah Guru BP yang sedang menegur kesalahan murid-muridnya.

    
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 31 Mei 2014.  

Rengi-rengi Hota Hai Tiada

Entah kemana.

Ora Masuk Akal Blas!

Iyo.

Selasa, 01 Oktober 2024

Wanita Bongsor

Barusan nonton video di YouTube, ada iklan pelangsing badan, dan menampilkan semacam testimoni dari para wanita yang mengonsumsi. Salah satu wanita mengatakan, “Karena badan saya bongsor, saya jadi kurang percaya diri. Makanya saya rutin mengonsumsi suplemen ini.”

Aku mengerutkan kening waktu melihat iklan itu. Kenapa wanita harus kurang percaya diri karena berbadan bongsor? Itu bukan kekurangan atau masalah, kan? Apa salahnya wanita berbadan bongsor? Bongsor itu kan tinggi besar, ideal, dan—kalau boleh kutambahkan—menggemaskan.

Punya badan bongsor bukan kekurangan, itu justru kelebihan [dalam arti positif]. Di mataku, sebagai bocah, wanita bongsor tuh daya emessssh-nya lebih damage. 

Daya appppeeeeeuuuuhh? 

Daya mbakyu. 

Apppeeeuuu...

Ilmuwan di Pittsburgh University dan California University, AS, menemukan bahwa anak-anak yang dilahirkan ibu bertubuh bongsor rata-rata punya kecerdasan yang lebih baik.

Tim ilmuwan dari dua universitas itu melakukan penelitian terhadap 16 ribu anak, dan mendapati anak yang dilahirkan ibu berbadan bongsor terbukti mampu menyelesaikan tes psikologi dan kognitif yang lebih baik, dibanding anak-anak yang dilahirkan ibu berbadan kurus atau langsing.

Penelitian itu juga menyebutkan bahwa semakin besar perbedaan lekuk antara pinggang dan pinggul, maka semakin baik pula kecerdasan anak mereka. Dasar dari penelitian itu terkait dengan ditemukannya kandungan fatty acids (asam lemak) yang terdapat pada wanita berpinggul besar.

Asam lemak yang terdapat pada wanita berpinggul besar mengandung sumber omega-3 yang mampu memperbaiki kemampuan mental wanita saat hamil, juga meningkatkan perkembangan kecerdasan janin dalam kandungan. Hasilnya, anak yang mereka lahirkan rata-rata lebih cerdas.

Tentu saja penelitian ini tidak berarti bahwa anak akan cerdas begitu saja jika ibunya bertubuh bongsor. Karena, bagaimanapun, kecerdasan seorang anak tidak semata ditentukan tubuh ibunya, tetapi juga terkait kondisi ekonomi, psikologis, serta peran ibu sebagai orangtua. 

Namun, meski begitu, hasil penelitian ini setidaknya dapat memberi semangat bagi para wanita yang memiliki tubuh bongsor, agar lebih bangga dengan kondisi yang dimilikinya, dan tidak menyiksa diri—baik dengan diet ataupun obat-obatan—agar memiliki tubuh yang kurus/langsing.  

Kesimpulannya, dan ini mungkin terdengar tidak ilmiah, di dunia ini tidak ada yang mengalahkan wanita bongsor... kecuali Optimus Prime.

Para Pembalas Dendam

Ada film Australia berjudul John Doe: Vigilante. Berkisah tentang seorang pria misterius yang menghabisi para bajingan—yang tak tersentuh hukum—dengan cara yang cerdik sekaligus brutal. John Doe: Vigilante adalah Batman dalam versi lebih gelap, sekaligus lebih mematikan.

Aksi-aksi vigilante sering kali berawal dan berasal dari dendam pribadi. Seperti Bruce Wayne di Gotham menjadi Batman karena dendam atas kematian orang tuanya, John Doe di Australia juga menghabisi para bajingan karena dendam pribadi akibat istri dan anaknya dibunuh penjahat.

Ada banyak film yang pernah kutonton, yang mengisahkan aksi-aksi vigilante—aku selalu suka film semacam itu. Law Abiding Citizen, Peppermint, Man on Fire, dan banyak lainnya. Senang sekali rasanya menyaksikan para bajingan dibantai, dan para penjahat berdarah-darah.

Semua kisah vigilante dalam film-film itu mengatakan hal sama; kalau penegak keadilan tidak bisa memberi keadilan, maka keadilan akan menjelma monster mengerikan. Tidak semua korban ketidakadilan hanya akan pasrah dan diam. Sebagian dari mereka menjadi para pembalas dendam.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 7 Oktober 2021.

Paling Megggoda

Dalam pikiranku, cokelat adalah sajian yang lezat. Tapi yang paling menggoda adalah yang putih-putih. Apeu.

    
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 13 Juni 2014.  

Iseng Buka DM di Twitter

Tadi siang, karena bete dalam perjalanan, aku iseng buka DM di Twitter. Ternyata ada tumpukan permintaan pesan di DM yang baru aku tahu. Sebagian ada yang telah dikirim beberapa bulan lalu, dan baru tadi siang aku buka/baca. Sebagian lagi bahkan pesan-pesan penting.

Guys. Kalau kalian mengirim permintaan pesan ke DM-ku, dan isinya memang penting (membutuhkan balasan segera), tolong colek/beritahu aku lewat mention. Kalau kamu tidak memberitahu, aku belum tentu tahu, khususnya kalau kamu baru kali ini mengirim permintaan pesan.

“Mengirim permintaan pesan” dan “mengirim pesan” di DM itu hasilnya beda—setidaknya jika dilihat di akunku. Kalau kamu “mengirim pesan” (biasanya karena kita pernah komunikasi via DM), akan langsung muncul notifikasi yang memberitahuku ada pesan baru di DM.

Tapi kalau kamu “mengirim permintaan pesan” (biasanya karena kita belum pernah komunikasi via DM, atau karena aku tidak mengikuti akunmu), pesanmu akan tertumpuk begitu saja di tab “permintaan pesan”, dan sama sekali tidak ada notifikasi, hingga aku tidak tahu.

So, sori buat yang sudah mengirim DM sejak lama tapi baru tadi siang aku balas, juga maaf banget untuk pesan-pesan yang sudah “kedaluwarsa” karena sudah dikirim sejak lama banget, dan sepertinya tidak perlu aku balas. Ini mungkin klise, tapi semoga kalian tidak kecewa.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 2 November 2021.

Mencengangkan

Ya Tuhan, "kebetulan" memang kadang sungguh mencengangkan.


*) Ditranskrip dari timeline @noffet, 29 Juli 2012.

Selalu

Selalu ada waktu untuk kekurangan waktu.

   
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 31 Mei 2014.  

Facebook Down

Paling Facebook down wae geger. Urip mung mampir update status.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 19 Juni 2014.  

Sepakbola

Aku tidak suka sepakbola. Tapi aku bersyukur menyaksikan sepakbola selalu mampu mengingatkan bahwa kita tetap manusia.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 11 Juni 2014.  

Tak Kupahami

Dan timeline malam ini penuh dengan hal-hal yang tak kupahami. #ButaSepakBola


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 20 September 2012.

Baru Aja

Baruuuuu aja mau dikangenin, orangnya udah muncul. #apeu

    
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 21 Juni 2014.  

 
;