Minggu, 20 Oktober 2024

Meikarta dan Utopia

Omong-omong soal [iklan] Meikarta...

Sambil nunggu udud habis.

Dulu, waktu melihat video iklan Meikarta, aku merasa seperti melihat cahaya di era distopia. Mungkin itu pula yang ada dalam benak banyak orang, karena tujuan iklan itu memang mengarahkan persepsi semacam itu. Bahwa Meikarta adalah solusi logis dan indah di tengah distopia.

Sebuah mobil melaju di jalan, di dalamnya ada sebuah keluarga dengan anak kecil yang melihat ke luar... menyaksikan dunia yang suram, gelap, dengan orang-orang lusuh bahkan mungkin jahat. 

Dan mobil itu melaju ke arah cahaya, sebuah “dunia baru”—janji-janji Meikarta.

Iklan Meikarta mengingatkanku pada film Elysium (2013), yang memperlihatkan kehidupan terbagi menjadi atas dan bawah. Dunia atas adalah Elysium, tempat orang-orang superkaya menjalani hidup mewah dan beradab, sementara dunia bawah adalah neraka orang-orang miskin.

Jadi, ketika menyaksikan iklan Meikarta, aku membayangkan kompleks kota atau perumahan itu—kalau sudah jadi—kelak akan semacam Elysium, tempat sebagian orang merasa menjalani kehidupan beradab, sementara dunia di luar mereka adalah “kehidupan yang berbeda” dengan mereka.

Meikarta atau Elysium sebenarnya utopia yang telah menjadi bayangan manusia sepanjang masa—semacam kesadaran [atau bayangan magis] bahwa dunia ini tidak adil, dan kita membutuhkan dunia lain yang adil, bahwa kehidupan ini suram dan kita butuh kehidupan lain yang indah.

Elysium hanya ada di dunia fiksi, sementara Meikarta ada di dunia kita. Tapi benarkah ia memang ada? Atau jangan-jangan utopia memang sebatas utopia, dan janji indah hanya sebatas janji indah... dan, mau tak mau, manusia harus menerima kenyataan sambil berupaya memperbaikinya?


*) Ditranskrip dari timeline @noffet, 12 Desember 2022.

 
;