Jumat, 09 April 2010

Menulis: Dari Buku, Novel, sampai Blog (2)

Di posting sebelumnya, saya sudah menuliskan bahwa alasan saya menulis di blog adalah karena blog memberikan kebebasan yang nyaris tak terbatas untuk menulis apa pun, dengan cara apa pun, dengan gaya seperti apa pun.

Nah, alasan kedua yang membuat saya menulis di blog adalah karena blog mengajarkan saya tentang kedisiplinan—khususnya kedisiplinan dalam menulis. Melalui blog, saya dituntut untuk terus menulis, dan itu artinya saya pun dituntut untuk terus belajar agar dapat menyuguhkan tulisan yang lebih baik, lebih bagus, dan lebih berisi.

Blog itu seperti koran harian yang terbit setiap hari, dan dibaca setiap hari. Karenanya, saya pun dituntut untuk dapat menulis setiap hari, agar pembaca tidak kecewa saat mengunjungi blog ini. Bagi penulis seperti saya, blog adalah guru paling baik dalam hal disiplin.

Selain melatih kedisiplinan dalam menulis, blog juga mengajarkan kepada saya tentang perlunya rajin mencatat. Dulu, waktu belum memiliki blog, saya malas mencatat sesuatu, meski itu hal yang saya anggap penting. Setiap kali menemukan hal penting dan ingin mencatatnya, saya selalu saja berpikir, “Ah, buat apa? Toh nanti juga akan tertulis dalam buku saya?” Dengan blog, saya jadi rajin mencatat, karena sekarang saya punya alasan yang kuat dalam melakukannya—yakni untuk para pembaca blog saya.

Alasan ketiga mengapa saya menulis di blog, karena blog memberikan sarana yang cepat dalam mengkomunikasikan pemikiran saya kepada para pembaca, sekaligus mendapatkan respon yang sama cepatnya. Ketika menulis buku, saya harus menghabiskan banyak waktu terlebih dulu untuk mempelajari objek yang akan ditulis, saya harus meluangkan banyak pikiran untuk riset yang panjang, juga harus menyediakan banyak energi terlebih dulu untuk mengumpulkan bahan-bahan penulisan. Mengapa? Karena buku ditulis dan disuguhkan (diterbitkan) dalam bentuk yang utuh.

Penulisan buku membutuhkan waktu yang lama, proses yang panjang, untuk bisa sampai ke tangan pembaca. Secepat apa pun sebuah buku ditulis dan diterbitkan, jangka waktunya mencapai hitungan bulan. Proses menulisnya saja terkadang memakan waktu berbulan-bulan, belum lagi proses penerbitannya.

Dengan blog, saya bisa menulis dan menyampaikan pemikiran saya dengan cepat kepada para pembaca, karena blog selalu siap menerbitkannya. Prosesnya tidak lagi menggunakan hitungan bulan, melainkan detik. Saat ini selesai ditulis, saat ini pula bisa langsung diterbitkan. Distribusi tulisan melalui blog juga dapat menjangkau orang di wilayah mana pun—juga dalam hitungan detik. Pembaca saya di Kalimantan, misalnya, bisa langsung membaca tulisan saya yang terbit detik ini. Blog—dan internet—adalah keajaiban dalam penerbitan tulisan.

Melalui blog pula, saya dapat memperoleh respon yang cepat dari para pembaca. Seperti yang barusan saya katakan, blog dan internet adalah keajaiban dalam penerbitan tulisan. Detik ini saya memposting tulisan baru di blog melalui komputer di rumah, dan beberapa menit kemudian seorang pembaca di Sulawesi atau Sumatera bisa langsung mengirimkan email yang berisi respon atas tulisan yang baru saja dibacanya. Hal semacam ini tidak akan saya dapatkan dari penerbitan buku atau artikel yang dimuat di media massa. Blog telah mendekatkan saya dengan para pembaca saya.

Di atas semua alasan-alasan itu, blog telah mengajarkan saya tentang pentingnya arti berbagi. Melalui blog, saya memiliki sarana untuk berbagi dengan sesama saya. Bukan berbagi uang atau makanan, melainkan berbagi ilmu, pengetahuan dan pengalaman—sesuatu yang nilainya jauh lebih tinggi dari uang dan makanan. Jacques-Yves Cousteau, seorang penjelajah dan pembuat film, menyatakan, “Jika seseorang karena alasan apa pun berpeluang menjalani kehidupan yang luar biasa, ia tak berhak menyimpannya untuk diri sendiri.”

Mungkin saya tidak menjalani kehidupan yang luar biasa, mungkin pula saya hanya lelaki yang biasa-biasa saja. Tetapi, dengan adanya blog, saya dapat berbagi sesuatu yang “biasa-biasa saja” itu kepada sesama saya—dan bagi saya itu pengalaman luar biasa.

Melalui blog, tangan kita seperti bersentuhan melalui kata-kata, mata kita seperti saling bertatap melalui layar komputer—dan saya pun berharap, pikiran kita juga saling mengerti, hati kita saling memahami, meski dalam diam. Saya tidak mengenal setiap pembaca saya, sebagaimana saya pun tidak tahu sejauh apa jarak antara saya dengan kalian. Tetapi, melalui blog ini, saya merasa dekat dengan siapa pun yang tengah membaca kata-kata ini.

Terima kasih telah mengunjungi blog ini.

 
;