Kamis, 09 Agustus 2012

Cinderella Tidak Memakai Sepatu Kaca

Yang paling merisaukan
adalah keyakinan yang tak pernah diperiksa.
@noffret


Dalam sebuah acara kuis terkenal di televisi, seorang peserta kuis ditanya oleh sang host, “Terbuat dari apa sepatu Cinderella?”

Pertanyaan itu menyediakan empat jawaban: a) kaca, b) tembaga, c) plastik, dan d) kulit. Sebagai hadiah, acara kuis itu akan memberikan uang sebesar 20 juta rupiah jika si peserta kuis bisa menebak jawaban dengan benar.

Tak perlu menunggu lama, si peserta kuis langsung menyatakan dengan percaya diri, “Jawabannya A. Terbuat dari kaca.”

Seperti yang telah ditebak para penonton di rumah, jawaban itu dinyatakan benar. Orang itu mendapatkan hadiah 20 juta rupiah untuk jawaban yang sebenarnya salah. Karena, faktanya, Cinderella tidak memakai sepatu kaca.

Jika kita menelusuri kisah Cinderella, kita akan menemukan fakta bahwa legenda tentang perempuan itu telah lahir jauh-jauh hari sebelum Masehi, dan hadir di berbagai belahan dunia dengan ragam kisah yang berbeda. Meski kisah Cinderella sering diklaim sebagai dongeng rakyat Prancis, Italia, atau bahkan Jerman, tetapi kisah Cinderella telah dituturkan turun temurun berabad-abad lalu di Yunani, Jepang, bahkan di Cina. Peradaban manusia telah mengenal kisah Cinderella, jauh-jauh hari sebelum peradaban kita mengenal kaca.

Di zaman Yunani kuno, atau abad pertama sebelum Masehi, masyarakat Yunani biasa menceritakan tentang seekor elang yang membawa terbang sepatu cantik milik seorang gadis miskin. Sepatu itu kemudian dijatuhkan si elang di pangkuan seorang raja yang tampan. Sang raja terpikat oleh keindahan sepatu tersebut, dan memerintahkan pengawalnya mencari sang pemilik sepatu. Dan kemudian mempersuntingnya. Setelah itu, seperti biasa, mereka pun hidup bahagia selamanya.

Itu kisah Cinderella yang dipercaya sebagai versi orisinal, sebelum kemudian diubah dan dikembangkan oleh banyak penulis di berbagai belahan dunia.

Selain Cinderella versi Yunani, ada pula versi lain yang juga dianggap orisinal, yaitu kisah yang dituturkan turun temurun oleh masyarakat Cina kuno. Di Cina, nama si gadis bukan Cinderella, tetapi Ye Xian (atau kadang pula ditulis Yeh-Shen). Kisah itu pertama kali dituturkan pada masa pemerintahan Dinasti Tang, atau awal abad kesembilan.

Ye Xian atau Yeh-Shen adalah gadis malang yang tinggal bersama ibu tiri serta dua saudara tiri. Mereka memperlakukan Yeh-Shen dengan kejam, bahkan ikan mas kesayangan Yeh-Shen dimasak dan dimakan sebagai santapan.

Yeh-Shen sangat berduka mengetahui ikan mas kesayangannya mati, dan ia menyembunyikan sisa-sisa tulang ikannya di kamar. Arwah ikan mas itu kemudian membantu Yeh-Shen menghadiri pesta di istana raja, dengan cara “mewujudkan” sebuah gaun indah dan sepatu cantik untuknya. Yeh-Shen pun pergi ke istana, bertemu sang raja, saling jatuh cinta, dan... seperti biasa, mereka pun hidup bahagia selamanya.

Dongeng Cinderella versi Cina itu kemudian tersebar ke berbagai daratan Eropa melalui para pedagang dan pengembara, sampai akhirnya menjadi bagian kekayaan khazanah Eropa. Dari situ, berbagai penulis kemudian mengubah, memperbaiki, atau bahkan merombak total kisahnya, hingga akhirnya muncul versi Cinderella yang paling terkenal, yaitu kisah tentang gadis yang diperlakukan kejam oleh ibu dan saudara tirinya, hingga kemudian dipersunting seorang raja gara-gara sepatu yang pas dengan kakinya. Kisah itu mulai populer pada abad pertengahan.

Selain kisah dari Yunani dan Cina, setidaknya ada 340 versi kisah Cinderella lain yang memiliki tema sama, dan tidak ada satu pun dari ratusan versi itu yang menyebutkan sepatunya terbuat dari kaca. Dalam Cinderella versi Cina, disebutkan sepatunya terbuat dari “benang emas dengan sol emas padat”. Dalam versi Skotlandia, sepatu Cinderella disebut terbuat dari “rumpun gelagah”. Sementara dongeng Prancis abad pertengahan, menyebut sepatu Cinderella terbuat dari “bulu bajing” (pantoufles de vair).

Kerancuan mengenai bahan sepatu Cinderella dimulai pada abad ke-17, gara-gara seorang penulis bernama Charles Perrault salah dengar. Dari situlah kemudian salah kaprah tentang sepatu Cinderella dimulai.

Charles Perrault adalah penulis Paris yang terkenal, dan dia ingin menulis kisah Cinderella versi modern sebagaimana yang biasa dituturkan rakyat Prancis kala itu. Maka ia pun mewawancarai orang-orang tua di Prancis untuk dapat menyusun kisah Cinderella secara urut, detil, serta lengkap. Berdasarkan wawancara-wawancaranya, Charles Perrault mengumpulkan keping-keping kisah Cinderella, dan kemudian menyusunnya. Yang jadi masalah, ia salah dengar mengenai bahan pembuat sepatu Cinderella.

Seperti yang disebutkan di atas, dongeng Prancis menyebutkan sepatu Cinderella terbuat dari bulu bajing, atau disebut pantoufles de vair. Dalam bahasa Prancis, “vair” memiliki arti “bulu bajing”. Sementara yang terdengar Charles Perrault adalah kata “verre” yang artinya “kaca”. Kedua kata itu—vair dan verre—memang terdengar mirip, dan Charles Perrault tidak mengklarifikasinya sebelum mulai menulis kisah Cinderella. Akibatnya, ia pun menulis sepatu Cinderella dengan deskripsi “pantoufles de verre”, atau “sepatu kaca”.

Kisah yang ditulis Charles Perrault menjadi kisah Cinderella pertama yang ditulis, sehingga tentu saja mempengaruhi pemahaman para pembacanya. Kisah itu diberi judul Tales of Mother Goose, dan terbit pada tahun 1697. Segera setelah terbit, kisah itu menjadi sangat populer di berbagai kalangan, dan memunculkan sebuah genre baru dalam dunia penerbitan, yakni dongeng.

Ketika kemudian kisah itu diterjemahkan ke berbagai bahasa, para penerjemah tidak menelusuri bahan pembuat sepatu Cinderella, tetapi langsung menerjemahkan “verre” ke bahasa mereka. Penerjemah Indonesia, misalnya, menerjemahkannya sebagai “sepatu kaca”, dan kita pun kemudian percaya bahwa sepatu Cinderella memang terbuat dari kaca.

Versi tertulis lain yang juga terkenal adalah versi yang ditulis Grimm Bersaudara (Jacob Grimm dan Wilhelm Grimm) dari Jerman. Dalam versi Grimm Bersaudara, sepatu Cinderella terbuat dari bahan emas. Tetapi, meski banyak orang yang membaca kisah Cinderella versi Grimm Bersaudara, pemahaman orang pada sepatu Cinderella tetap terbuat dari kaca, karena tokoh dalam kisah Grimm Bersaudara tidak disebut bernama Cinderella, melainkan Ashputtel (Cinderella versi Jerman).

Yang membuat keyakinan banyak orang semakin menguat bahwa sepatu Cinderella terbuat dari kaca adalah karena film-film yang dibuat Walt Disney juga menggambarkan sepatu gadis itu memang terbuat dari kaca. Tentu saja wajar, karena Disney mengacu kisahnya pada literatur yang ditulis Charles Perrault. Melalui film-film itu pula, “doktrinasi” tentang sepatu kaca Cinderella semakin menguat, hingga peserta kuis di televisi bisa mengantungi dua puluh juta rupiah meski jawabannya salah.

Jadi, terbuat dari apa sepatu Cinderella? Bukan dari kaca, juga bukan dari plastik, atau kulit, ataupun tembaga. Jika kita mau menerima versi aslinya, sepatu Cinderella terbuat dari bahan yang disebut “vair”.

Dalam Oxford English Dictionary, disebutkan bahwa kata “vair” telah digunakan dalam bahasa Inggris dan Prancis sejak sekitar tahun 1300, dan kata itu berasal dari bahasa Latin—“varius”—yang artinya “sebagian-berwarna”, dan merujuk pada bulu spesies bajing yang “banyak digunakan untuk pinggiran pakaian”. Jika disimpulkan dalam satu kata, maka sepatu Cinderella terbuat dari “bulu-bajing”.

Mengapa urusan sepatu ini sepertinya jadi serius? Sepatunya sendiri sebenarnya tidak serius, meski mungkin Freud menganggap sepatu hal serius. Dalam Three Contributions to the Theory of Sex, misalnya, Sigmund Freud menulis bahwa sepatu adalah simbol alat kelamin wanita. Sejak zaman Cinderella sampai zaman modern sekarang ini, kenyataannya wanita selalu tergila-gila pada sepatu.

Tapi saya tidak menganggap hal itu penting. Sepatu, seindah atau semahal apa pun, hanyalah benda, sebuah produk yang menjadi bagian peradaban manusia. Yang membuat saya berpikir serius adalah fakta betapa salah dengar bisa mempengaruhi jutaan orang di dunia, betapa kekeliruan fakta yang tidak diklarifikasi bisa melahirkan doktrinasi.

Hanya karena satu orang bernama Charles Perrault salah dengar, ada jutaan manusia di dunia ini yang sangat meyakini bahwa sepatu Cinderella terbuat dari kaca. Sebegitu yakinnya, hingga mereka sulit untuk menerima kenyataan bahwa sebenarnya Cinderella tidak memakai sepatu kaca.

Sekarang, dengan hati getir, saya membayangkan jika ternyata kita terjebak pada keyakinan lain, yang ternyata juga berasal dan berawal dari salah dengar....

 
;