Kamis, 01 Juli 2010

Timur dan Barat: Sebuah Catatan (1)

Post ini ditulis untuk menjawab pertanyaan dari teman-teman yang telah berkirim email dan menanyakan perihal image “Barat” yang (selalu) dicitrakan negatif, baik budaya ataupun hal-hal yang bersifat intelektualitas dan lainnya, sehingga sering kali terkesan terlalu berlebihan.

Post ini tidak bermaksud mencitrakan Barat sebagai positif atau pihak yang benar, namun hanya ingin mengajak kita semua untuk lebih objektif menilai sesuatu—dalam hal ini tentang Barat—dan tidak menilai sesuatu dengan kacamata yang picik serta pikiran yang sempit. Kebaikan—bahkan kebenaran—sering kali seperti keping mata uang, dan kita tidak dapat menilainya hanya dari satu sisi. Post ini ingin mengajak untuk melihat Barat dari sisi yang lain.

Karena luasnya cakupan masalah yang bisa dibahas, maka post ini hanya membatasi beberapa hal saja yang dianggap penting, yang sekiranya dapat mewakili.

***

Sebenarnya, secara hakiki, intelektualitas dan ilmu pengetahuan—atau apa pun—tidak bisa dibatasi dengan dinding, semisal ‘pembagian’ antara Barat dan Timur. Itu hanya image yang dilekatkan (mungkin dengan cinta atau dengan kebencian) untuk menandai suatu sosok, seseorang, atau suatu objek tertentu.

Karena adanya image itu, maka kita pun terbiasa untuk membagi ilmu pengetahuan dan intelektualitas ke dalam dua kutub; ‘Barat’ dan ‘Timur’. Timur dianalogkan dengan kultur budaya yang luhur, sementara Barat disinonimkan dengan sekularitas, liberal, dan kebudayaan modern yang ‘salah-kaprah’. Timur menganggap Barat sebagai ‘perusak’, sementara Barat menganggap Timur sebagai ‘ketinggalan zaman’. Timur memandang Barat sebagai ‘kaum kafir’, sementara Barat memandang Timur sebagai ‘budak yang ketakutan’.

Tetapi apakah semuanya itu benar? Apakah semua image, anggapan dan pandangan itu sahih? Secara hakiki, semuanya salah meskipun mungkin juga mengandung kebenaran. Dalam bahasa yang lebih bijak, Barat kemudian dianggap sebagai simbol ‘kecerdasan’, sementara Timur dianggap sebagai simbol ‘kearifan’.

Sekali lagi, apakah itu benar? Atau salah? Only heaven knows.

Dalam perspektif saya, tidak selamanya Barat itu ‘rusak’ dan Timur itu ‘tayib’, sebagaimana setiap pihak, golongan, dan jamaah, tidak bisa mengklaim dirinya sebagai benar sendiri dan lainnya salah. Sudah terlalu banyak darah yang membasahi tanah bumi ini hanya karena mempertarungkan ‘kebenaran-kebenaran’ semacam itu, sudah terlalu banyak nyawa yang melayang hanya untuk pembelaan terhadap ‘kebenaran’ yang diyakini oleh sekelompok orang. Tetapi di manakah sebenarnya kebenaran itu, dan siapakah sesungguhnya yang benar...?

Kalau ‘kebenaran’ adalah benar, mengapa sesuatu yang benar itu menumpahkan darah dan menghilangkan nyawa manusia sedemikian banyaknya? Jika Tuhan mencintai kebenaran, mengapa manusia membunuh sesama makhluk ciptaan-Nya hanya karena kebenaran yang masih dapat dipertanyakan? Siapa yang menjamin bahwa sebuah kebenaran adalah kebenaran yang mutlak? Siapa yang dapat memberikan kepastian bahwa kebenaran yang diyakini manusia adalah kebenaran yang juga dimaksudkan Tuhan?

Manusia terlalu percaya diri untuk menganggap bahwa kebenaran yang diyakininya adalah sama dengan kebenaran yang dimaksud oleh Tuhan, dan kemudian mereka saling tikam, saling bunuh, dan berperang atas nama Tuhan—tak peduli apakah Tuhan kemudian tersenyum ataukah menangis.

Jadi, di manakah kebenaran itu—dan apa atau siapakah yang benar...? Dalam agama, misalnya. Benarkah kebenaran itu terdapat di dalam agama? Namun agama saling menyalahkan karena masing-masing menganggap dirinya sebagai yang benar. Dan sejarah telah membuktikan bahwa agama telah menciptakan banjir darah lebih banyak dari apa pun juga yang dapat disebutkan di muka bumi. Jika agama adalah benar, mengapa keberadaannya justru menciptakan banjir darah antar sesama manusia?

Begitu pula halnya dengan Barat dan Timur. Selama manusia masih terus mempertentangkan dua kutub itu dan masih saling menyalahkan, maka peperangan tak pernah berhenti—meski mungkin bentuknya telah jauh berbeda; bukan lagi perang fisik, namun perang pemikiran. Dan memang itulah yang terjadi sekarang. Kita saat ini berada di tengah-tengah perang pikiran (ghazwul fikr) antara Barat dan Timur, dan—secara tanpa sadar—kita telah menjadi korban dari peperangan itu.

Lingkungan dan komunitas tertentu menganggap Barat sebagai liberal, biadab, orang-orang kafir yang membawa kerusakan akidah, kaum sekuler yang mengajarkan hidup hedonis dan stigma-stigma lain yang begitu buruk. Namun apakah memang seperti itu kenyataannya?

Sebenarnya, sering kali kita begitu buta sekaligus egois. Kita sering kali menilai sesuatu dari kulitnya namun melupakan isinya, memandang sesuatu dari luarnya tanpa menghiraukan apa yang ada di dalamnya. Kita memberikan cap yang sedemikian buruk kepada Barat seolah-olah segala yang berbau Barat adalah salah dan terkutuk—dan kemudian menganggap segala hal yang berbau Timur adalah baik dan tayib. Sekali lagi, apakah memang seperti itu kenyataannya?

Nah, mengapa kesan Barat sedemikian buruk di mata orang-orang yang hidup di Timur? Jawabannya, sekali lagi, adalah karena kita hanya terbiasa menilai kulit dan melupakan isi.

Apabila ada kawan kita yang bersekolah di Amerika, misalnya, dia menghabiskan waktu beberapa tahun di sana, dan kemudian pulang ke negeri ini dengan membawa... apa? Mereka membawa ‘kulit’ Amerika dan meninggalkan ‘isi’ Amerika-nya. Dan ‘kulit’ Amerika itu bisa berbentuk gaya hidup, cara bersosialisasi, model pakaian, bentuk pergaulan, olah raga, dan semacamnya.

Mereka membawa kulitnya, namun mereka melupakan ‘spirit’nya. Nah, spirit Barat (dalam hal ini Amerika) itulah sesungguhnya yang lebih penting dibanding segala ‘kulit’ yang telah mereka bawa pulang itu. Jadi mereka bermain hockey, futsal, softball, menenggak bir di diskotik, bergaya western dan terkesan modern, tetapi otak sekaligus hati mereka kering dari nilai-nilai Barat yang sejati.

Dari orang-orang semacam itulah—dalam ilustrasi yang mudah—kemudian muncul stigma yang sedemikian buruk yang lalu ditempelkan pada Barat, seolah-olah segala hal yang berbau Barat adalah buruk dan setan.

Lanjut ke sini.

 
;