Ibuku berkata pada teman-temannya,
“Ya, anak saya memang gila.” Entah dia bangga
atau menyesal waktu mengatakannya.
—@noffret
“Ya, anak saya memang gila.” Entah dia bangga
atau menyesal waktu mengatakannya.
—@noffret
Dengan suara kanak-kanak khas bocah TK, saya berkata pada guru di kelas, “Bu Guru, ada kecoak di kepala saya.”
Ibu guru yang baik hati itu memeriksa kepala dan rambut saya, lalu berujar, “Kepalamu bersih, kok. Tidak ada apa-apa.”
“Maksud saya bukan di luar, Bu Guru. Tapi di dalam kepala saya.”
Ibu guru tersenyum, lalu berkata menenangkan, “Tentu saja tidak ada kecoak di dalam kepalamu.”
Ya, tentu saja tidak ada kecoak—atau hewan apa pun—di kepala saya. Tapi saya merasa seperti itu. Oh, well, saya merasa ada kecoak yang berjalan-jalan di dalam kepala. Tapi waktu itu saya masih kecil—masih TK. Kalau tak salah ingat, waktu itu masih berumur 4 tahun. Jadi, saya belum bisa memahami logika bagaimana kecoak bisa masuk ke dalam kepala.
Faktanya memang tidak ada kecoak. Khususnya di kepala. Tapi saya merasa bagian dalam kepala selalu gatal. Dan tak bisa digaruk. Itu membuat saya kesal sekaligus frustrasi. Jadi, saya pun mengambinghitamkan kecoak, dan membayangkan bocah itu—maksud saya kecoak—sedang berjalan-jalan di kepala saya. Bagi anak TK berumur 4 tahun, ilustrasi itu lebih mudah dipahami daripada hal lain, khususnya menyangkut isi kepala yang selalu gatal.
Jadi saya percaya ada kecoak di dalam kepala saya. Meski saya tidak bisa menjelaskan bagaimana hal absurd semacam itu bisa terjadi.
Ketika SD, saya merasakan kecoak di dalam kepala semakin banyak. Dan saya membayangkan, mungkin kecoak itu telah beranak pinak. Membayangkan ada kecoak beranak pinak di dalam kepalamu tentu saja tidak keren—begitu pula yang saya rasakan. Tapi saya bisa apa? Waktu itu saya masih SD, belum puber, belum nalar, bahkan tergolong bodoh.
Jadi, untuk menenangkan diri sendiri, saya pun terus menyibukkan diri demi bisa melupakan keberadaan kecoak-kecoak sialan di dalam kepala. Dan aktivitas yang asyik untuk menyibukkan diri adalah membaca buku di perpustakaan sekolah. Maka itulah yang saya lakukan. Setiap hari, saat jam istirahat, saya akan masuk perpustakaan, dan membaca buku apa saja yang saya inginkan.
Di perpustakaan itu, saya berkenalan dengan Sinbad, Aladdin, Ali Baba, Nebukadnezar, Superman, Flash Gordon, dan bocah-bocah lain yang kisahnya ada dalam banyak buku. Saya menyukai mereka, dan saat membaca kisah-kisah merekalah saya bisa melupakan keberadaan kecoak-kecoak di dalam kepala. Makin hari, saya makin keranjingan masuk perpus, makin asyik membaca buku, dan bocah-bocah kenalan saya makin banyak. Tentu saja semua bocah itu hanya ada di buku. Tapi saya senang.
Kesenangan dan keasyikan membaca buku terus berlanjut di SMP. Di SMP pula saya merasakan kecoak di kepala makin banyak, hingga saya pernah terpikir untuk meledakkan kepala saya, agar kecoak-kecoak sialan itu keluar semua. (Ehmm, kisah itu pernah saya ceritakan sekilas di sini).
Pada waktu di SMA-lah, saya mulai memahami apa sebenarnya yang terjadi pada diri saya, dan mulai menyadari—benar-benar menyadari—tidak ada kecoak di kepala. Yang jelas, sesuatu yang tidak beres sedang terjadi di dalam kepala saya—apa pun itu. Dan untuk menenangkan diri, saya kembali menggunakan resep lama, yaitu masuk perpustakaan. Dan menenggelamkan diri ke dalam buku-buku.
Ketika di perpustakaan, saya merasakan ketenangan yang tak bisa saya temukan di tempat lain. Saat membuka lembar-lembar buku, menatapi halaman-halaman majalah, menggali kedalaman pengetahuan, saya merasakan kedamaian menenteramkan, yang membuat saya terlena hingga lupa pada kegelisahan di kepala. Pada waktu-waktu itu, saya bahkan lebih menikmati saat di perpustakaan daripada saat di kelas mendengar guru mengajar.
Lebih dari itu, satu-satunya tempat yang membuat saya bisa melupakan “kecoak” di dalam kepala hanyalah perpustakaan, ketika saya sedang bercinta dengan buku-buku, dan memeluk serta menciumi keindahan pengetahuan. Yang saya temukan dalam buku-buku itu bahkan jauh lebih menakjubkan daripada yang pernah saya dengarkan di kelas pada jam pelajaran.
Dan buku-buku itu mengajarkan sesuatu yang tak pernah diajarkan guru di sekolah. Yakni keberanian menerbangkan imajinasi, keindahan membangun pemikiran, keasyikan merangkai teori. Buku-buku itu seolah memberitahu saya, “Jangan pernah takut berpikir. Gunakanlah kepalamu, kembangkan pikiranmu, manfaatkan otakmu. Karena jika tidak, kepalamu akan dimakan kecoak.”
Maka itulah yang saya lakukan. Diam-diam. Demi kepala saya tidak dimakan kecoak. Secara diam-diam pula, saya sering memikirkan dan membayangkan hal-hal yang mungkin akan dianggap gila jika saya katakan pada orang lain. Dan saya menikmati saat-saat semacam itu—ketika sendirian, menerbangkan pikiran seliar apa pun, membayangkan banyak hal, mempertanyakan sesuatu, mencari jawabannya, merangkai struktur dan teorinya....
Ehmm... di bulan ini, ada dua buku baru saya yang terbit, berisi hal-hal sinting yang mungkin juga diakibatkan kecoak dalam kepala. Buku baru ini berjudul Sains Sinting (terdiri dari 2 jilid), dan berisi pertanyaan-pertanyaan gila beserta jawaban ilmiahnya. Beberapa pertanyaan itu di antaranya:
- Jika manusia punya sayap, bisakah terbang seperti burung?
- Jika manusia memiliki insang, bisakah hidup di air seperti ikan?
- Bagaimana cara membuat zombie?
- Apakah ada hewan yang waria?
- Apakah ada hewan yang homo?
- Apakah ada hewan betina yang matere?
- Bagaimana membuat tikus jatuh cinta kepada kucing?
- Apakah ikan bisa mabuk laut?
- Bagaimana cara dinosaurus berhubungan intim?
- Adakah makhluk selain manusia yang juga menstruasi?
- Apakah Cleopatra secantik Manohara?
- Apa yang akan terjadi jika Bumi tanpa Bulan?
- Apa yang akan terjadi jika Bumi berhenti berputar?
- Mungkinkah kita mengebor Bumi sampai tembus?
- Jika ingin mengkhatamkan isi internet, kira-kira dibutuhkan waktu berapa tahun?
- Apa yang akan terjadi jika kita bisa bergerak dengan kecepatan cahaya?
- Dan pertanyaan-pertanyaan sinting lainnya.
Awal bulan depan, dua buku ini sudah bisa didapatkan di toko-toko buku di seluruh Indonesia. Jangan sampai ketinggalan! ☺