Kita hidup di zaman ketika kecurigaan menjadi tuhan,
ketulusan terpinggirkan, dan subjektivitas menjadi berhala sesembahan.
—@noffret
ketulusan terpinggirkan, dan subjektivitas menjadi berhala sesembahan.
—@noffret
Murni ingin tahu disebut kepo.
Tidak ingin tahu, disebut cuek.
Murni ingin berteman disebut PDKT.
Asyik berteman disebut PHP.
Tulus berteman disebut friendzone.
Aku tidak peduli siapa yang membuat istilah-istilah aneh itu. Yang kurisaukan, semua istilah itu mengerucut pada satu hal—hilangnya ketulusan.
Orang tidak bisa lagi tulus pada orang lainnya, sehingga kita mudah curiga dan melabelinya dengan berbagai istilah. Sebegitu langka orang tulus di zaman kita, hingga rasanya kita sulit percaya ketika orang tulus benar-benar ada.
Orang yang tulus bertanya dituduh kepo. Yang tulus tidak ingin mencampuri urusan orang lain disebut cuek. Yang tulus ingin berteman dituduh PDKT. Yang tulus menjalin persahabatan dituduh PHP. Sementara yang saling tulus memberi dan menerima—sebagaimana layaknya sahabat—disebut friendzone.
Yang jujur menyampaikan kritik disebut hater, yang tulus melontarkan pujian dituduh social climber. Yang banyak bicara disebut mencari perhatian, yang sedikit bicara dituduh mencari aman. Demi Tuhan, peradaban macam apa yang sedang kita jalani...?
Orang-orang di zaman dulu tidak mengenal istilah-istilah aneh itu. Mereka berinteraksi dengan sesama secara wajar, sebagaimana mestinya manusia. Orang-orang di zaman dulu masih mengenal sesuatu yang sekarang tidak lagi ada di zaman kita—ketulusan.
Manusia, perlahan-lahan, semakin tidak menjadi manusia.