Nindy, sebut saja begitu, adalah blogger terkenal—banyak orang membaca tulisan-tulisannya, dan berbagai media massa pernah mengulas blognya. Foto-foto Nindy pun tersebar di mana-mana, hingga dia mudah dikenali siapa saja.
Dia wanita mengagumkan—semua orang tahu. Selain enak dilihat, dia juga pintar dan berwawasan. Tulisan-tulisannya di blog menjadi bukti. Di blognya, Nindy menulis kehidupannya, kisah pribadinya, pikiran-pikirannya, dan semua itu memukau siapa pun yang membaca.
Dalam suatu acara publik, seorang lelaki mendekati Nindy yang kebetulan sedang duduk sendirian menekuri ponselnya.
“Nindy?” sapa si lelaki.
Nindy mengangkat muka, dan tersenyum ramah. Tetapi sedikit bingung, karena tidak tahu siapa lelaki itu.
Memahami kebingungan Nindy, lelaki itu pun memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangan, “Edi.”
Nindy menyambut uluran tangan itu, dan berusaha tampak ramah, “Oh, hei, Edi.”
Edi tampak lega. “Tidak keberatan aku duduk di sini?”
“Oh, ya, tentu saja.”
Edi duduk. Menatap Nindy sesaat, kemudian berkata, “Aku penggemar berat blogmu, Nindy. Setiap hari, setiap saat, setiap waktu, aku selalu membaca tulisan-tulisanmu.”
“Senang mendengarnya.”
Edi melanjutkan, “Kau menulis dengan jujur, apa adanya, menceritakan dirimu dengan sangat terbuka, hingga aku merasa sangat... sangat mengenalmu. Meski kita baru ketemu—maksudku, meski aku baru melihat sosokmu sekarang—aku merasa sudah lama mengenalmu. Oh, sebenarnya, aku sangat mengenalmu. Blogmu yang selalu kubaca membuatku tahu apa pun tentang dirimu.”
“Aku selalu berusaha menulis dengan jujur,” ujar Nindy.
Edi mengangguk. Tapi dia tampak ragu. Bibirnya bergerak-gerak sesaat, lalu tampak memberanikan diri untuk kembali bicara, “Begini, Nindy. Aku... aku telah lama jatuh cinta kepadamu. Membaca tulisan-tulisanmu, aku tidak hanya merasa sangat mengenalmu, aku juga sangat mengagumimu, dan jatuh cinta kepadamu. Aku merasa yakin, kaulah wanita yang selama ini kucari dan kuimpikan.” Diam sesaat. Lalu Edi melanjutkan, “Jadi, kau mau jadi pacarku?”
Nindy tersenyum.
Sesaat, waktu membeku.
Karena Edi diam, tampak menunggu, Nindy pun berkata perlahan-lahan, “Mari kita lihat. Kau merasa sangat mengenalku, karena membaca tulisan-tulisanku di blog. Kenyataannya, aku memang selalu berusaha menulis dengan jujur. Jadi, kau telah tahu siapa aku, tahu latar belakangku, tahu pikiran-pikiranku, tahu isi hatiku, tahu seperti apa kehidupanku, bahkan tahu impian-impianku. Karena kau merasa sangat mengenalku, kau jatuh cinta kepadaku, dan berharap aku mau jadi pacarmu. Nah, masalahnya adalah... aku sama sekali tidak tahu siapa dirimu.”
“Tapi aku sangat mengenalmu, Nindy! Aku jatuh cinta kepadamu!”
“Itu pula yang dikatakan banyak lelaki lain. Mereka menyatakan sangat mengenalku. Yang tidak mereka pikirkan adalah... apakah aku juga mengenal diri mereka?”