Sabtu, 01 Oktober 2016

Angon Bebek Tapi Miliuner

Bekerja adalah hak mulia yang hanya dimiliki manusia.
Mencintai pekerjaan yang dipilih adalah menjalani hidup dengan mulia.
@noffret


Angon bebek adalah istilah Jawa untuk menyebut “penggembala bebek”. Orang yang disebut “angon bebek” biasanya bertugas menggembala sekumpulan bebek agar dapat menemukan makanan di tempat luas. Bebek-bebek berjalan di depan, sementara si angon bebek berjalan di belakang, kadang sambil membawa galah panjang untuk menghalau bebek-bebek agar tetap ada dalam barisan.

Sebagaimana pekerjaannya yang sederhana, seorang angon bebek juga sosok sederhana. Saat menggembala bebek, biasanya dia cuma mengenakan kaos lusuh, celana lusuh, sandal jepit, atau tidak mengenakan alas kaki sama sekali. Biasanya, saat menemukan padang luas, angon bebek akan berhenti, beristirahat, dan membiarkan bebek-bebeknya mencari makan dengan asyik.

Sekarang, jika saya—umpamakan saja—berkata kepadamu, “Saya seorang angon bebek.” Kira-kira, apa yang akan muncul dalam bayanganmu?

Kemungkinan besar benakmu segera dipenuhi bayangan ilustrasi sebagaimana yang tadi saya sebutkan—seorang bocah berpakaian lusuh dan sederhana, yang menggembala sekelompok bebek di padang luas. Kalau kau seorang wanita, bisa jadi kau juga berpikir, “Angon bebek, huh? Pasti miskin, tidak berpendidikan, tidak punya masa depan. Bukan jenis lelaki yang kucari!”

Kesan semacam itu mungkin tidak pernah dikatakan terang-terangan. Tetapi, jujur saja, kebanyakan orang akan berpikir seperti itu. Angon bebek jelas bukan profesi membanggakan yang didambakan banyak orang. Selain pekerjaannya relatif sederhana, penghasilan yang diperoleh angon bebek juga tentu sangat minim. Karena itulah, kebanyakan angon bebek tidak berpendidikan tinggi, sehingga bersedia bekerja sebagai angon bebek.

Kemudian, karena kesan angon bebek sebagai “pekerja rendahan” dengan penghasilan minim, tentu seorang angon bebek bukan jenis pasangan yang diidamkan mayoritas wanita. Kebanyakan wanita tentu mendambakan pasangan yang memiliki penampilan hebat, juga pekerjaan hebat, dengan penghasilan hebat. Wanita tentu akan lebih tertarik pada pegawai bank, misalnya, daripada seorang angon bebek.

Sekarang, jika saya berkata, “Saya seorang angon bebek, tapi miliuner.” Kira-kira apa yang akan muncul dalam benakmu? Lebih penting lagi, kira-kira bagaimana responsmu?

Angon bebek mungkin terdengar rendah, lusuh, tak berpendidikan, dan tidak punya masa depan. Tetapi seorang angon bebek yang miliuner pasti akan mengubah total persepsimu terhadap angon bebek!

Oh, saya paham apa yang ada di benak kalian saat ini. Sekarang kalian pasti ingin berteriak, “Bagaimana bisa seorang angon bebek menjadi miliuner?”

Mari kita bayangkan kisah fiktif berikut.

Saya seorang anak lelaki, lahir dan tumbuh dalam keluarga miskin. Saat ayah saya meninggal dunia, warisannya yang berharga adalah sepasang bebek. Karena saya tidak berpendidikan, juga karena tidak memiliki penampilan meyakinkan, saya pun memutuskan untuk memelihara sepasang bebek tersebut, sekaligus untuk menjaga warisan ayah saya tercinta.

Saat bebek itu bertelur, saya menetaskannya, hingga jumlah bebek yang saya miliki bertambah. Dan begitu seterusnya. Bebek yang semula sepasang berubah menjadi selusin. Lalu bertambah lagi. Dan lagi. Dan lagi. Dan lagi. Seiring dengan itu, saya pun rajin menggembala bebek-bebek yang saya miliki ke padang luas, agar mereka leluasa menemukan makanan. Jadi, saya seorang angon bebek.

Selain menetaskan telur hingga menjadi bebek, saya juga menjual hasil telur bebek-bebek yang sama miliki. Ada banyak orang yang siap menampung telur bebek, dan saya menjualnya pada mereka. Seiring waktu, seiring banyak tabungan yang saya miliki, saya pun berpikir untuk mengembangkan usaha. Saya membeli banyak bebek, memelihara mereka, dan menjual telur-telur yang dihasilkan.

Tahun demi tahun berganti, dan usaha saya semakin besar. Jumlah bebek yang saya miliki tidak lagi puluhan, tapi ribuan. Dan yang ribuan itu terus berkembang untuk menjadi lebih banyak lagi, menjadi puluhan ribu. Untuk memelihara mereka semua, saya membeli sebidang tanah luas yang digunakan sebagai kandang raksasa. Saya juga mempekerjakan banyak orang yang bertugas memelihara, memberi makan, serta membersihkan kandang-kandang bebek.

Seiring dengan itu, puluhan ribu bebek yang saya miliki terus menghasilkan telur yang mendatangkan banyak penghasilan. Kini, selain menjual telur mentah, saya juga membuka usaha baru, yaitu pembuatan telur asin. Sebagian telur bebek saya produksi menjadi telur asin, dan menjualnya dalam kondisi matang. Setiap hari, tempat bebek saya menghasilkan ribuan butir telur asin, selain masih pula menyediakan telur mentah. Itu masih ditambah dengan usaha penjualan bebek yang akan diambil dagingnya. Banyak rumah makan yang membutuhkan daging bebek.

Dari usaha tersebut, saya bisa mengumpulkan uang dalam jumlah luar biasa banyak, bahkan dengan cara yang—bagi saya—sangat mudah. Saya sangat mengenal bebek, karena makhluk itulah yang telah menemani saya sejak kecil. Jadi, saya tahu betul apa yang harus dilakukan terhadap bebek. Ketika bebek-bebek yang saya miliki semakin banyak, hingga jumlahnya ribuan, saya pun tahu apa yang harus dilakukan, dan saya membayar banyak pekerja untuk melakukannya.

Pekerja yang saya miliki tidak sebatas di kandang bebek. Saya juga menggaji banyak pekerja berpendidikan tinggi yang bertugas mengurus administrasi, akuntansi, pemasaran, distribusi, transportasi, sampai humas, dan lain-lain. Secara pendidikan, bahkan secara penampilan, mereka jauh lebih hebat dari saya. Tetapi, terus terang, mereka karyawan saya! Oh, tentu saja mereka mendapat gaji besar. Tetapi, terus terang pula, saya memiliki penghasilan yang ribuan kali lebih besar dibanding mereka!

Jadi, seperti yang saya katakan tadi, saya seorang miliuner. Tetapi, meski menjadi miliuner, saya tetap suka menggembala bebek-bebek yang saya miliki. Setiap hari, saya mengambil sekelompok bebek dari kandang, lalu menggembala mereka ke padang-padang yang kini telah menjadi milik saya. Oh, saya suka menjadi angon bebek. Saya menjalani pekerjaan angon bebek bukan karena apa pun, tapi semata karena cinta. Saya mencintai menjadi angon bebek!

Tidakkah kalian paham? Saya menjadi angon bebek bukan karena berharap apa pun, apalagi berharap uang. Saya seorang miliuner, ingat? Saya menjadi angon bebek, karena mencintai yang saya lakukan! Bebek adalah warisan ayah saya tercinta, dan saya tahu yang harus saya lakukan adalah merawatnya dengan penuh kasih. Sebegitu baik saya bekerja sebagai angon bebek, hingga pekerjaan ini memungkinkan saya menjadi miliuner.

Sekarang, karena telah menjadi miliuner, saya punya kebebasan yang tidak dimiliki kebanyakan orang. Sebagai miliuner, saya bisa melakukan apa pun, termasuk menjadi angon bebek! Oh, saya tidak bekerja untuk uang. Saya menjadi angon bebek, semata karena mencintai yang saya lakukan.

Setiap hari, menyambut matahari bersinar cerah, saya akan menggembala bebek-bebek ke padang luas. Sambil menyaksikan mereka menikmati makanan, saya duduk di bawah pohon yang adem, menyaksikan mereka dengan hati riang. Dan diam-diam saya bersyukur menjadi angon bebek, karena kehidupan memberi banyak hal untuk saya dari pekerjaan ini. Oh, well, apa yang lebih hebat dari menjadi angon bebek?

Jadi, sekarang saya berkata kepadamu, “Saya seorang angon bebek, tapi miliuner.”

....
....

Setelah membaca ulasan di atas, kebanyakan orang mungkin akan mengubah persepsi mereka, khususnya kepada angon bebek. Wanita yang semula tidak mau menikah dengan angon bebek pun pasti akan berubah pikiran. Calon mertua yang semula mengharapkan punya menantu pegawai bank, juga berubah terbuka untuk menerima calon menantu angon bebek. Benar tidak?

Jadi, apa yang terjadi? Setidaknya, kita bisa mengambil beberapa pelajaran dari hal ini.

Pertama, tidak ada pekerjaan yang lebih baik atau lebih buruk. Semua jenis pekerjaan adalah mulia, selama orang menghadapi pekerjaannya dengan baik, dengan cinta. Alam semesta tidak pernah mempersoalkan apa pekerjaanmu, tetapi bagaimana kau memperlakukan pekerjaanmu. Seorang angon bebek yang mencintai pekerjaannya jauh lebih mulia, daripada direktur bank yang membenci pekerjaannya, atau daripada pejabat yang korupsi dan mengisap darah rakyat.

Kedua, jangan menilai rendah seseorang hanya berdasarkan pekerjaannya. Kita tidak pernah tahu bagaimana perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Mungkin seorang artis tampak mewah dan glamor, dan kita pun mengagumi mereka. Tidak masalah. Tetapi jika seorang angon bebek—atau pekerja apa pun—juga mencintai yang mereka lakukan, dan mereka bersyukur dengan pekerjaannya, kita pun patut menghargai dan menghormati mereka beserta pekerjaannya. Lebih dari itu, siapa yang tahu kalau ternyata angon bebek memiliki penghasilan lebih besar dari artis?

Ketiga, cintai dan hormati pekerjaanmu, karena dengan itulah setiap manusia hidup. Orang paling bahagia di dunia adalah orang yang mencintai pekerjaannya. Sebaliknya, orang yang paling menderita di dunia adalah orang yang membenci pekerjaannya.

Setiap hari, sepertiga waktu kita dihabiskan untuk bekerja, dan kadang lebih. Jika kita mencintai yang kita kerjakan, kita akan menikmati saat-saat itu, dan kebahagiaan selama bekerja akan memberi dampak positif pada kehidupan kita yang lebih luas. Sebaliknya, jika kita membenci yang kita kerjakan, maka waktu bekerja akan menjadi saat-saat menyengsarakan, dan itu akan memberi dampak negatif pada kehidupan kita yang lebih luas.

Jika kita memperlakukan pekerjaan dengan baik, maka pekerjaan pun akan memperlakukan kita dengan baik. Jika kita bekerja dengan baik dan penuh cinta, hasil pekerjaan kita pun juga baik dan berharga. Dan apa pun yang baik serta berharga, selalu mendatangkan hasil yang sama baik dan berharga. Jika kita mendapatkan hal-hal baik dan berharga dari pekerjaan kita, maka kita pun akan berusaha bekerja lebih baik lagi, dan lebih baik lagi. Begitulah sukses dimulai, dibangun, dan dijalani.

Jadilah apa pun, dan kerjakanlah pekerjaan apa pun. Dengan semangat, dengan cinta, dengan penuh pengabdian. Karena angon bebek yang baik sama berharga dengan presiden yang baik. Memimpin sekumpulan bebek dengan hati bahagia, sama mulia dengan memimpin sebuah negara.

 
;