Bagi orang-orang yang percaya, Nabi Khidhir masih hidup hari ini, meski telah hidup sejak ribuan tahun lalu. Tapi dia hidup dalam sunyi. Sendirian, tidak pernah unjuk diri, tidak butuh dikenal, dan tidak menginginkan apa pun... selain Sunyi.
Saya kerap membayangkan, kehidupan paling damai di bawah langit adalah kehidupan yang dijalani Khidhir. Dia tidak menginginkan apa pun, sehingga tidak bisa dituntut melakukan apa pun oleh siapa pun.
Kalau kau lelaki dan butuh wanita sebagai pasangan, maka wanita yang ingin kaujadikan pasangan bisa menuntut macam-macam. Dari tuntutan materi sampai tuntutan yang tak masuk akal. Khidhir tidak membutuhkan pasangan. Jadi dia terbebas dari tuntutan wanita mana pun.
Kalau kau membutuhkan popularitas dan ingin terkenal, mau tak mau kau harus unjuk diri—melakukan segala daya dan upaya—agar dunia mengenalmu. Dan kau bisa patah hati jika tak kunjung terkenal, padahal segala upaya telah dilakukan. Khidhir tidak butuh popularitas, dan tidak butuh dikenal. Jadi dia bisa bilang persetan pada dunia.
Kalau kau ingin diterima masyarakat, dan berharap orang-orang menyukaimu, kau harus melakukan hal-hal yang sama dengan masyarakat, dan hanya mengatakan hal-hal yang bisa diterima orang-orang sekitarmu. Kau tidak bisa seenaknya menjalani hidup yang kauyakini benar, jika masyarakat tidak melakukan. Kau tidak bisa mengatakan kebenaran, jika orang-orang di sekelilingmu menganggapnya salah.
Jadi, agar diterima masyarakat dan disukai orang-orang di sekelilingmu, kau harus mengatakan kebenaran yang sesuai mereka, tak peduli jika harus mengkhianati diri sendiri. Kau harus menjadi badut untuk mereka, dan tidak bisa menjadi diri sendiri. Karena kau membutuhkan masyarakat. Karena kau butuh diterima orang lain.
Khidhir tidak butuh semua itu, sehingga bisa bilang persetan pada masyarakat, dan kepadamu.
Karena itu pula, saat Musa memaksa menjadi muridnya, hal pertama yang dikatakan Khidhir kepada Musa adalah, “Jangan mengatakan apa pun.”
Dan Khidhir menegaskan, “Kalau kau mempertanyakan perbuatanku sampai tiga kali, kau harus pergi.”
Musa mengira mudah melakukan hal itu. Seperti umumnya manusia lain, Musa mengira mudah menjalani hidup dalam sunyi. Tapi kenyataannya dia gagal. Musa mengira Khidhir dapat diintervensi, padahal Khidhir tidak butuh apa pun, bahkan tidak butuh murid. Karenanya, ketika Musa akhirnya membuka mulut dan mulai berbicara, Khidhir pun menyuruh Musa untuk pergi.
Khidhir tidak butuh apa pun. Apalagi remah-remah dunia seperti pujian dan popularitas, atau pengakuan manusia lain. Yang ia butuhkan hanya Sunyi. Karena hanya dalam sunyi, dia menjadi diri sendiri. Karena hanya dalam sunyi, kemanusiaannya lesap. Ada dan tidak adanya tak berbeda.