“Surga ada di bawah telapak kaki ibu.” Setiap kali mendengarnya, aku jadi memikirkan ibu-ibu yang membunuh dan menyengsarakan anak-anaknya.
“Tidak ada orangtua yang ingin menyengsarakan anaknya.” Tolong katakan itu pada anak-anak yang dibunuh, disiksa, diperkosa, orangtua mereka.
Untuk punya dan memelihara anjing, orang perlu tahu cara merawat yang benar. Untuk punya dan memelihara anak... orang sering tidak belajar.
“Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.” Kenyataannya memang begitu. Bagaimana kau mendidik anakmu, seperti itulah orangtuamu mendidikmu.
Ada banyak orangtua yang merasa, dan yakin, melakukan hal benar pada anak-anak mereka, tapi kenyataan yang terjadi justru sebaliknya.
Kalau orangtua mencaci-maki anak, orang-orang diam. Tapi kalau anak mencaci-maki orangtua, langsung jadi trending topic. Tidak adil!
Kalau anak-anak dilarang mencaci-maki orangtua mereka, kenapa orangtua diperbolehkan mencaci-maki anak-anak mereka?
Argumentasi, “orangtua yang melahirkan dan membesarkan anak,” itu argumentasi tolol juga konyol. Memangnya siapa yang minta dilahirkan?
Orangtua sering berpikir keliru dengan menganggap seolah anak minta dilahirkan, lalu mereka merasa bebas sewenang-wenang.
“Hukum tumpul ke atas tapi tajam ke bawah” bukan hanya terjadi pada relasi pemerintah dan rakyat, tapi juga pada relasi orangtua dan anak.
Dalam kisah Malin Kundang, si ibu mengutuk anaknya menjadi batu, dan orang-orang membenarkannya. Well, ibu macam apa yang mengutuk anaknya?
Jika Malin Kundang dianggap jahat, ibunya tak kalah jahat. Malin cuma tidak mengakui ibunya, tapi ibunya mengutuk anaknya. Jahat mana?
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 22 Januari 2017.