Ada ajaran “Hormatilah orang tuamu”, tapi tidak ada ajaran “Hormatilah anak-anakmu”. Tidak adil, dan sangat timpang.
Semua ajaran terkait relasi orang tua dan anak seolah menggeneralisir semua orang tua pasti baik dan benar. Padahal tidak selamanya begitu.
Doktrin yang kerap diberikan pada anak, “Orang tua telah melahirkan dan membesarkan anak.” Pertanyaannya, siapa yang meminta dilahirkan?
Orang tua menuntut anak-anaknya “berbakti” seolah si anak yang minta dilahirkan. Padahal anak-anak lahir karena kehendak orang tua.
Jika dipikirkan mendalam, ajaran “berbakti” dalam relasi orang tua dan anak kerap mempersepsikan orang tua pasti benar dan anak pasti salah.
Jika direnungkan, semua ajaran terkait relasi orang tua dan anak seolah menempatkan orang tua sebagai manusia, dan anak sebagai sub-manusia.
Banyak orang tua yang melakukan sesuatu pada anaknya, dan mereka yakin itu benar, padahal salah. Di mana letak hak anak sebagai manusia?
Banyak orang tua berpikir dirinya pasti benar, dan anak pasti salah. Kecenderungan itu terjadi karena adanya doktrin “berbakti” yang salah.
Untuk memiliki dan memelihara anjing, orang perlu belajar memelihara yang benar. Tapi untuk memiliki anak, ironisnya, mereka tidak belajar.
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 10 Maret 2017.