Selasa, 01 Desember 2020

Wabah di Dalam Wabah

Sambil nunggu udud habis.

Dengar-dengar, Anji dan Hadi Pranoto akan dipolisikan, terkait obrolan mereka di YouTube. Itu langkah bagus, tentu saja, agar orang tidak omong seenaknya, yang bikin kekisruhan di masyarakat luas. Yang jadi masalah... bagaimana dengan orang-orang serupa mereka sebelumnya?

Hadi Pranoto mengklaim menemukan obat Covid-19. Terlepas klaimnya bisa dibuktikan atau tidak, ada orang-orang seperti Hadi Pranoto yang juga menyatakan klaim serupa. Jika Hadi Pranoto dipolisikan, apakah hal itu juga akan berlaku surut pada orang-orang seperti dirinya?

Kita mungkin menghadapi masalah di sini. 

Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, dulu memperkenalkan Herbavid-19, yang diklaim dapat menyembuhkan Covid-19. PT Satgas Lawan Covid-19 DPR bahkan mendaftarkan Herbavid-19 ke BPOM, dan jamu itu sudah dapat nomor registrasi.

Belakangan, Herbavid-19 batal diproduksi massal, karena muncul polemik dan protes keras dari Gabungan Pengusaha Jamu Indonesia. 

Kita juga tentu ingat ribut-ribut Kalung Kayu Putih (Kalung Eucalyptus) buatan Mentan, yang juga diklaim dapat “mematikan virus corona”.

Gubernur Bali, Wayan Koster, juga punya klaim sendiri terkait penyembuhan corona, yaitu terapi arak Bali. Jika ditarik ke belakang, kita tentu ingat ada orang-orang yang mengklaim “cuaca dapat membunuh virus corona”, dan “doa qunut dapat menjauhkan corona”. 

Semuanya klaim.

Jadi, kita menghadapi masalah etik di sini. Jika Hadi Pranoto—dan Anji—dipolisikan gara-gara klaim mereka, bagaimana dengan orang-orang yang menyatakan klaim tak jauh beda dengan mereka? Bagaimana pun, semua klaim orang-orang itu sama; belum bisa dibuktikan secara faktual.

Kita mungkin tidak suka Anji, sebagaimana kita mungkin pula tidak suka Jerinx, misalnya, terkait ocehan-ocehan mereka, dan sangat berharap mereka mendapat konsekuensi hukum atas ocehannya. Tapi hukum dan keadilan mestinya mengesampingkan persoalan suka atau tidak suka.

Menurutku, semua kekisruhan—misinformasi sampai lahirnya aneka ocehan berbau hoax yang meresahkan masyarakat—sebenarnya berawal dari pemerintah sendiri. 

Sejak awal, pemerintah sudah tidak tegas dalam menghadapi pandemi Covid-19, dan sekarang kita semua terkena dampaknya.

Sejak awal, pemerintah sangat terlihat gamang menghadapi pandemi, dan belakangan ketahuan mereka berusaha “ngadem-ngademi” kita semua, dengan tujuan agar kita tidak panik, dan agar ekonomi tetap lancar. Tujuan yang baik itu, sayangnya, harus dibayar dengan sangat... sangat mahal.

Munculnya klaim-klaim tanpa dasar terkait Covid-19 juga berawal dari pemerintah. Siapa yang pertama kali mengatakan cuaca bisa membunuh virus corona? Dan qunut? Sekali lagi, aku percaya tujuan mereka baik, agar kita tetap damai dan tidak panik. Tapi sekarang kita lihat akibatnya.

Karenanya, Anji sampai Jerinx—dan orang-orang seperti mereka—menurutku hanyalah ekses yang dilahirkan dari ketidaktegasan pemerintah sendiri sejak awal dalam menghadapi pandemi. Pemerintah tidak bisa tegas pada orang-orang itu, karena mereka tidak bisa tegas pada diri sendiri.

Tanpa bermaksud membela Anji atau Jerinx. Jika dua orang itu dipolisikan gara-gara ocehan mereka, artinya pemerintah—dan kita semua—sudah menggunakan standar ganda. Mereka dipersoalkan, tapi orang-orang lain seperti mereka dibiarkan. 

Oh, well, inilah wabah di dalam wabah.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 3 Agustus 2020.

 
;