Baru kemarin lebaran, sudah mau lebaran lagi.
Aku kelamaan tidur, atau bagaimana ini?
Salah satu kegiatan saya di saat lebaran adalah mengantar atau menemani ibu ke rumah famili. Baik famili dari pihak almarhum ayah maupun famili dari pihak ibu. Tidak terlalu banyak, tapi juga tidak bisa dibilang sedikit. Untuk keperluan silaturahmi itu, setidaknya kami butuh waktu sekitar seminggu.
Namanya silaturahmi antarfamili, kami pun mengobrol akrab, membicarakan hal-hal di seputar keluarga kami, khususnya dalam suasana lebaran. Ada yang bercerita tentang banjir di kompleks tempat tinggalnya, ada yang cerita tentang anggota keluarga yang tidak bisa mudik karena ada larangan, sampai ada pula famili yang bercerita tentang rencana menikahkan anaknya. Dan lain-lain semacam itu.
Di antara banyak cerita yang saya dengar selama mengunjungi para famili, ada satu cerita yang saya anggap menarik, karena mengandung “plot twist”.
Pada hari keempat lebaran, saya dan ibu mengunjungi salah satu famili yang rumahnya dekat jalan raya. Famili yang kami kunjungi itu punya anak, bernama Diki. Dalam keseharian, Diki suka otak-atik motor. Karena tidak punya tempat khusus untuk hal itu, dia pun mengotak-atik motornya di depan rumah. Yang diotak-atik ya motornya sendiri.
Pada lebaran hari kedua, siang menjelang sore, Diki sedang asyik dengan motornya di depan rumah. Lalu muncul seorang pria mengendarai motor, dan seketika berhenti ketika melihat Diki. Pria itu turun, dan bertanya pada Diki, “Mas, sini bengkel, ya?”
Ketika mendapat pertanyaan itu, yang ada dalam pikiran Diki adalah; pria itu mungkin sedang butuh bengkel untuk membetulkan sesuatu pada motornya, tapi di mana-mana bengkel motor tutup karena sedang suasana lebaran. Jadi, dengan itikad baik—siapa tahu bisa membantu—Diki menjawab, “Ya.”
Pria asing itu lalu bertanya, “Bisa memasang paking knalpot?”
Sekali lagi Diki menjawab, “Ya.”
Pria itu kelihatan lega.
Packing atau paking knalpot adalah benda berbentuk lingkaran (seperti cincin, tapi berukuran lebih besar) yang dipasang pada ujung knalpot, sebelum dipasang ke mesin motor. Salah satu fungsinya untuk meredam suara knalpot. Sebagian bengkel motor biasa menyebutnya perpak (verpak).
Fungsi paking atau perpak adalah “menutup lubang” antara knalpot dengan mesin motor, hingga benar-benar rapat. Tanpa paking, suara knalpot akan terdengar kasar, karena “bocor”. Seiring waktu, paking knalpot juga akan aus, dan suara knalpot akan makin kasar, sehingga perlu diganti paking yang baru.
Harga paking knalpot tidak mahal, tergantung jenis motor, namun fungsinya tergolong penting. Karena ia menutup lubang antara knalpot dengan mesin, dan meredam suara bising.
Sebenarnya, cara memasang paking knalpot tidak sulit, asal kita punya kunci atau obeng yang pas. Sayang, tidak semua orang punya alat-alat mekanik semacam itu, sehingga lebih memilih menyerahkan urusan tersebut pada bengkel. Sepertinya, hal itu pula yang terjadi pada pria asing yang mendatangi Diki tadi.
Diki menghidupkan mesin motor pria asing itu, dan mendengar suara knalpot yang keras sekaligus kasar. Dia tahu kalau paking knalpot motor itu memang perlu diganti. Jadi, dia pun melepas knalpot, mencopot paking yang lama—yang sudah aus—lalu mengganti dengan paking baru yang telah disiapkan si pemilik motor. Bagi Diki, itu pekerjaan mudah, dan dalam beberapa menit sudah selesai.
Setelah urusan itu beres, pria asing tadi bertanya berapa biayanya, khas orang menanyakan biaya pada pekerja di bengkel.
Karena tujuan awalnya hanya sekadar membantu, Diki menjawab, “Tidak usah, Mas.”
Tapi pria tadi memaksa, hingga akhirnya Diki menyatakan, “Ya sudah, seikhlasnya saja.”
Pria itu menyerahkan selembar uang, mengucapkan terima kasih, lalu pergi.
Lalu di mana plot twist-nya?
Plot twist-nya terjadi ketika saya dolan ke rumah seorang teman, bernama Lukman. Dalam rangka lebaran, saya mengunjunginya, dan Lukman menceritakan pengalaman yang, menurutnya, aneh.
“Seumur-umur,” kata Lukman, “aku baru kali itu menemukan bengkel yang tidak mau dibayar.”
Lalu Lukman menceritakan. Sehari menjelang lebaran, motor miliknya bermasalah, yaitu suara knalpotnya lebih bising hingga tidak nyaman dikendarai, karena bisa mengganggu orang lain. Lukman tahu, masalah itu disebabkan paking knalpot yang aus, dan perlu diganti. Jadi, dia pun ke toko onderdil motor, dan membeli paking. Yang jadi masalah, dia kesulitan menemukan bengkel motor untuk memasangkannya.
Bengkel semakin sulit ditemukan saat lebaran tiba. Hari pertama lebaran, Lukman hanya berkeliling jalan, mencari bengkel yang mungkin bisa ditemukan, untuk memasang paking agar suara knalpotnya tidak bising. Tapi tidak ada satu pun bengkel yang ia temukan, karena semua orang waktu itu pasti sedang merayakan lebaran.
Lukman agak stres, karena dia butuh motor untuk urusan silaturahmi keluarga ala lebaran, tapi motor itu sangat tidak pantas diajak silaturahmi, karena suaranya mengerikan.
Memasuki lebaran hari kedua, Lukman kembali keliling jalan, mencari bengkel yang mungkin ada, agar dia bisa segera silaturahmi ke para famili dengan nyaman. Tapi tempat-tempat yang biasa terdapat bengkel, waktu itu kosong. Lukman terus mencari, menelusuri jalanan ramai maupun jalanan sepi, sampai sangat jauh dari tempat tinggalnya.
Lalu siang menjelang sore, Lukman mendapati seorang pria sedang mengutak-atik motor di depan rumah, di dekat jalan raya. Dia sangat bersuka cita, karena akhirnya menemukan bengkel yang buka.
“Jadi,” kata Lukman, “aku pun segera berbelok ke sana, mendatangi bengkel itu, dan kebetulan orangnya bisa memasang paking knalpot. Aku benar-benar lega waktu itu.”
Lalu ia melanjutkan, “Ketika akhirnya paking knalpot selesai dipasang, dan suara motorku kembali normal, aku tanya berapa biayanya. Tapi anehnya dia tidak mau dibayar. Sampai akhirnya aku memaksa dia menerimanya. Bagaimana pun, aku sangat bersyukur karena menemukannya. Seumur-umur, baru kali itu aku menemukan ada bengkel yang tidak mau dibayar. Padahal biasanya bengkel-bengkel justru menaikkan harga ketika buka di hari lebaran.”
Ketika mendengar cerita itu, saya pun teringat cerita Diki sebelumnya, tentang seorang pria yang mendatanginya, dan memintanya untuk mengganti paking knalpot. Jadi, saya mengonfirmasikan hal itu ke Lukman. Saya tanya di mana tempat dia menemukan bengkel itu, dan seperti apa ciri-ciri orang yang membantunya.
Lukman menjelaskan lokasi bengkel tadi, dan tempatnya pas di rumah Diki. Ketika Lukman menyebutkan ciri-cirinya, saya pun tahu itu Diki.
Lalu Lukman bertanya, “Ada bengkel yang buka di hari raya, dan kebetulan sangat membantu mengatasi masalahku. Tapi dia tidak mau dibayar, sampai aku memaksa membayarnya. Menurutmu kenapa, kira-kira?”
Sambil menahan senyum, saya menjawab, “Menurutku, tempat yang kamu datangi itu bukan bengkel.”