Sabtu, 01 Mei 2021

Kebisingan Setahun Sekali

Pemerintah RI sebenarnya punya aturan khusus yang mengatur penggunaan toa masjid. Aturan itu sebenarnya baik. Sayangnya, dalam praktik, aturan itu tidak ditegakkan. Boro-boro ditegakkan, masyarakat bahkan mungkin tidak/belum tahu kalau ada peraturan tentang penggunaan toa.

Di tempat tinggalku saat ini, orang mengaji (membaca Alquran) dari usai tarawih sampai pukul 00.00 tengah malam. Bukan hanya dari satu musala, tapi dari beberapa musala dan masjid. Jadi bisa dibayangkan bagaimana “riuh” suara yang ditimbulkan, dan itu terus terjadi setiap malam. 

Aku tinggal sendirian di rumah. Jadi, meski terganggu oleh kebisingan, bisa dibilang “tidak terlalu masalah”. Tapi bagaimana dengan orang-orang lain yang sedang punya anak kecil atau bayi? Bagaimana pula dengan orang-orang yang sudah sepuh dan butuh istirahat dengan tenang?

Ketika masalah kebisingan diutarakan, banyak orang yang ngeles, “Ah, Ramadan kan setahun sekali.” Sebenarnya, justru karena Ramadan cuma setahun sekali, mestinya bulan itu dijalani sebagai bulan yang khusyuk, bukan malah bulan yang meninggalkan kesan negatif dan mengganggu.

Maafkan aku mengatakan ini. Sudah sering aku mendengar orang yang diam-diam tidak senang dengan kedatangan Ramadan. Mereka muslim. Tapi saat Ramadan datang, mereka tidak senang. Karena Ramadan saat ini telah identik dengan kebisingan dan aneka hal yang mengganggu.

Hanya di bulan Ramadan, orang bisa seenaknya berteriak-teriak di dini hari, menggunakan toa masjid atau musala, dengan alasan membangunkan orang sahur. Hanya di bulan Ramadan, suara petasan terus menerus mengganggu nyaris tanpa henti. Daftarnya masih panjang.

Diakui atau tidak, Ramadan saat ini telah identik dengan kebisingan, polusi suara, dan itu bukan menjadikan masyarakat kian khusyuk beribadah, tapi justru mengganggu ketenangan mereka. Bagaimana bisa khusyuk beribadah, kalau kita terus menerus pekak karena kebisingan? 

Sayangnya, pemerintah seperti abai terhadap masalah ini. Mereka punya aturan yang jelas, tapi tidak menegakkannya, bahkan tidak menyosialisasikannya ke masyarakat. Di sisi lain, masyarakat memilih diam meski mungkin terganggu, karena urusan ini “berkaitan dengan agama”.

 
;