Kamis, 10 Februari 2022

Trump Tidak Turun dari Langit

Omong-omong soal banjir, aku jadi teringat Donald Trump. Orang-orang menganggap Trump sebagai sebab, aku lebih memandangnya sebagai akibat. Dia tidak datang sekonyong-konyong, tapi muncul sebagai konsekuensi. Meletakkan Trump dalam posisi ini akan mengubah cara kita melihatnya.

Menganggap banjir—atau berbagai bencana lain—sebagai cobaan Tuhan, seperti menyatakan bahwa banjir itu datang sekonyong-konyong. Tapi menilai banjir sebagai konsekuensi akibat kerusakan lingkungan akan membuat kita introspeksi untuk melihat sikap dan perbuatan kita terhadap alam.

Chomsky menyebut Trump sebagai "penjahat terbesar sepanjang sejarah"—terdengar lebay, tapi mungkin dia benar, seperti biasa. Pertanyaannya, apakah "monster" itu sebab yang datang sekonyong-konyong, ataukah konsekuensi atas rusaknya sistem kemanusiaan... atau, spesifik, demokrasi?

Trump tidak akan [pernah] jadi Presiden AS, kalau sistemnya tidak memungkinkannya jadi Presiden AS... atau presiden negara mana pun. Satu-satunya sebab Trump jadi Presiden AS, karena sistemnya memungkinkan. Jadi, bagaimana bisa sistem meloloskan sesosok "monster" untuk memimpin?

Trump adalah bencana. Memfokuskan pandangan pada Trump akan melenakan kita untuk melihat sistem [rusak] yang melahirkannya. Ini seperti kita memfokuskan pandangan pada banjir—atau bencana lainnya—sambil lupa bagaimana bencana-bencana itu bisa muncul dan berdampak pada manusia.

Oh, ya, sesuatu disebut "bencana", jika ia berdampak pada manusia. Banjir, gempa bumi, gunung meletus, tanah longsor, sampai pandemi, semua itu disebut bencana jika berdampak pada manusia. Jika tidak berdampak pada manusia, kita biasanya tidak menyebut itu bencana.

Gunung meletus mungkin sesuatu yang alami. Kita tidak punya kuasa untuk mencegah apalagi menghentikannya. Karena letusan gunung itu berdampak pada manusia, kita pun menyebutnya bencana. Atau cobaan Tuhan. Tapi bagaimana jika letusan gunung terjadi di planet lain—Mars, misalnya?

Kalau belum tahu, di Mars juga ada gunung berapi, namanya Olympus Mons. Ia bahkan gunung berapi terbesar di tata surya. Andai gunung ini meletus, apakah kita akan tetap menganggapnya bencana atau cobaan Tuhan... atau sekadar fenomena alam semesta? Jawabannya tentu yang kedua.

Tapi bencana, dalam konteks planet kita, tidak hanya gunung meletus atau gempa yang sama-sama fenomena alami, tapi juga banjir, tanah longsor, aneka polusi, pandemi, sampai sosok pemimpin yang disebut "monster"... yang nyaris semuanya merupakan konsekuensi ulah kita sendiri.

Donald Trump bukan fenomena alami semisal gempa atau gunung meletus. Ia hasil kekacauan sistem yang serupa kerusakan alam, yang lalu melahirkan banjir, aneka polusi, atau pemanasan global. Karena Trump tidak turun dari langit, ia dilahirkan oleh sistem yang diciptakan manusia.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 19 Januari 2021.

 
;