Kamis, 10 Maret 2022

Yang Menjengkelkan dari Covid

Barusan makan siang, ketemu teman yang baru pulih dari Covid-19.

"Yang menjengkelkan dari Covid," dia berkata dongkol, "kita yang udah sangat hati-hati, jarang keluar rumah, selalu patuh prokes, masih juga kena. Sementara orang yang gak percaya, yang seenaknya, malah gak kena."

Meski mungkin terdengar aneh, yang dia katakan sepertinya memang ada benarnya. Temanku ini, yang baru pulih dari Covid-19, hampir tak pernah keluar rumah, patuh prokes, menjauhi keramaian di mana pun. Tapi ya tetap kena, dan setengah bulan kemarin "badan rasanya gak enak banget".

Dia baru sadar kena Covid-19, waktu kehilangan kemampuan membau (anosmia). Mulanya dia pikir kena flu biasa, badan gak enak seperti orang meriang. Lalu anosmia itu menyadarkannya, dan seiring dengan itu badannya sangat lemas, mudah kelelahan, tidak doyan makan, dan diare.

Waktu aku tanya kira-kira dimana dia tertular Covid-19, dia benar-benar tidak ingat.

"Sejak dinyatakan positif Covid," dia berkata, "aku sudah mencoba mengingat, di mana kira-kira aku tertular virus keparat itu... tapi aku benar-benar gak tahu, gak bisa mengingatnya..."

"Seingatku," dia melanjutkan, "aku cuma keluar rumah buat makan siang. Itu pun nyari warung yang sepi, dan selalu sendiri. Sementara makan malam pesan Gofood. Aku hampir gak pernah bersentuhan dengan orang asing. Jadi aku benar-benar gak tahu dari mana aku tertular virus itu."

Setelah isolasi mandiri setengah bulan, dia merasakan kesehatannya pulih, meski juga tidak yakin apakah sudah benar-benar negatif Covid, karena belum melakukan tes lagi.

Tadi, kami juga makan di meja terpisah (dia yang meminta). Dan saat bercakap, kami sama-sama pakai masker.

Aku tanya, apa yang dia rasakan ketika tertular Covid-19 sampai akhirnya pulih, dan inilah deskripsinya, "Rasanya gak jauh beda dengan flu, badan rasanya gak enak banget. Aku juga gak doyan makan. Yang paling menyiksa adalah badan jadi sangat mudah lelah. Aku jadi banyak tidur."

Deskripsi itu mungkin terdengar B aja, dan bisa jadi kita gak terlalu khawatir kalau tertular Covid-19. Wong cuma kayak flu gitu, apa ngerinya?

TAPI ITU GEJALA YANG RINGAN. Temanku kemungkinan punya imun tubuh yang bagus, jadi gejala yang dia rasakan juga tidak terlalu berat.

Selain gejala ringan (yang bisa dibilang tak jauh beda dengan flu), ada pula gejala sedang dan gejala berat. Kalau imun tubuh kita kebetulan lemah, apalagi punya penyakit bawaan, bisa jadi—amit-amit—kalau kebetulan tertular Covid-19, kita kena gejala sedang atau malah berat.

Yang membuat temanku murka adalah saat menceritakan penjual sarapan di depan kampungnya.

Di depan kampung dia ada penjual nasi uduk, dan biasa didatangi orang-orang sekitar. Si penjual sarapan ini tidak percaya Covid-19, dan kayak "benci" kalau ada orang datang pakai masker.

Temanku pernah mendapati ada orang datang ke warung sarapan itu, dan pakai masker. Si penjual sarapan, dengan senyum gak enak, bilang, "Lhah, paling ke sini aja pakai masker."

Dan si penjual sarapan itu memang tak pernah terlihat pakai masker, dari dulu sampai sekarang.

"Opo ora asu?" kata temanku tadi. "Dia (penjual sarapan) berinteraksi dengan banyak orang saban hari, gak pernah pakai masker karena gak percaya Covid, tapi sampai sekarang sehat walafiat. Lhah aku, yang sangat hati-hati, patuh prokes, malah kena Covid. Piye kalau dipikir-pikir?"


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 26 Juni 2021.

 
;