Senin, 20 Februari 2023

Kenyataan Kadang Tak Sama dengan Doktrin

Sambil nunggu udud habis, aku mau nyambung ocehan ini.


Saat ada yang membicarakan kemungkinan orang tua bisa salah/jahat, khususnya terkait perilaku atau perbuatannya pada anak, biasanya akan muncul ungkapan yang terdengar hebat, misalnya, “Jangankan manusia, hewan saja merawat anak-anaknya dengan penuh kasih sayang.”

Ooooh, really?

Dalam zoologi, ada fenomena yang disebut infanticide (infantisida), yaitu pembunuhan terhadap anak-anak hewan yang dilakukan induknya sendiri. 

Infantisida berasal dari infant=keturunan/anak; sida=pembasmian. Perilaku itu bisa dilakukan induk jantan maupun betina pada anaknya.

Perilaku infantisida bisa dilakukan dengan pengabaian (membuang anak), dengan kekerasan (penyiksaan), hingga dengan pemangsaan (kanibalisme). Infantisida banyak dilakukan di dunia hewan, termasuk oleh kelompok serangga, ikan, amfibi, burung, hingga mamalia dan primata.

Pada karnivora, singa dan beruang bisa memangsa anaknya sendiri. Begitu pula kuda, kuda nil, dan sebagian spesies kelelawar; mereka memangsa anaknya sendiri. Di kalangan hewan pengerat, tikus dan tupai termasuk yang mempraktikkan infantisida; membunuh anak-anaknya sendiri.

Sementara di kalangan primata, hewan-hewan yang mempraktikkan infantisida termasuk simpanse, gorilla, babun, dan langur. Daftarnya masih panjang. 

Riset yang dilakukan pada 289 spesies mamalia menemukan bahwa pembunuhan bayi dilakukan oleh hampir sepertiga dari seluruh spesies.

Sarah Blaffer Hrdy, pakar antropologi dan primatologi, bahkan menemukan fakta yang sangat mencengangkan, khususnya terkait marmoset, primata di Amerika Selatan. Ketika marmoset betina sedang hamil, saat itu juga akan muncul naluri membunuh anaknya yang masih ada di kandungannya.

Bagaimana dengan simpanse? Oh, mereka sama saja. Dalam kasus pembunuhan anak di kalangan simpanse, induk betina bahkan sering bekerja sama dengan pejantan untuk membunuh anak-anaknya sendiri. Hal itu diduga dilatari alasan agar si betina bisa bebas tanpa harus merawat anaknya.

Uraian ini, kalau kulanjutkan, bisa panjang sekali, dan ada sekian banyak hewan lain yang sama-sama punya naluri buas terhadap anak-anaknya sendiri, apa pun alasan dan latar belakangnya.

So, tesis “bahkan hewan pun merawat anak-anaknya dengan penuh kasih sayang” telah runtuh.

Sampai di sini, para penganut doktrin “orang tua pasti baik/benar” bisa saja ngotot dengan keyakinannya sendiri, dan dengan yakin mengatakan, “Tidak ada orang tua yang ingin mencelakakan anaknya.” Atau, “Orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya.” 

Ooooooh, really?

Di Banten, belum lama, ada pasangan suami istri membunuh anak mereka, hanya gara-gara kesal karena si anak tidak mampu belajar online. Pasangan itu lalu mengubur jasad putrinya, dengan pakaian lengkap, sampai kemudian tertangkap. Mungkin kalian juga sudah membaca beritanya?

Di Bandung, seorang wanita bernama Nia Kurniasih melacurkan anaknya sendiri yang berusia 16 tahun. Di Majalengka, juga ada kasus sama. Seorang ibu melacurkan anak perempuannya, bahkan telah berjalan selama 2 tahun, sampai kemudian terungkap. Daftarnya masih panjang.

Di Magetan, seorang ayah bernama Ahmad Kohir (44) membunuh anak kandungnya, Muhammad Aziz (17). Di Sukabumi, seorang pria bernama Agung mencekik anaknya sendiri yang berusia 2,5 tahun. Di Batam, Yudi Chandra mencekik bayi perempuannya, yang berusia 4 bulan.

Di Palembang, seorang wanita bernama Nurasia membunuh bayinya sendiri dengan menusukkan pisau ke perut si bayi. Di Manado, seorang anak berusia 10 tahun, bernama Jessica Manonahas, tewas akibat luka bakar setelah disiram minyak panas oleh ibu kandungnya sendiri.

Silakan bilang semua peristiwa itu cuma kasuistis. Tapi bahkan seperti itu pun, kita sudah melihat bahwa “tidak ada orang tua yang ingin mencelakakan anaknya” itu cuma klaim dan keyakinan sepihak. Sama seperti keyakinan “orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya”.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 30 Agustus 2021.

 
;