“Mungkin dia telah berubah.” Itu salah satu kalimat populer yang kerap kita dengar, bahkan mungkin sering kita ucapkan. Saya telah belajar bahwa itu kalimat yang bisa berbahaya bagi kita... karena, nyatanya, orang tidak pernah berubah.
Di suatu waktu, kita mungkin mengenal seseorang, percaya kepadanya, lalu dia berkhianat, dan kita terluka, kehilangan kepercayaan kepadanya. Kita pun menjauh darinya. Lalu, di suatu waktu kemudian, kita kembali dekat, dan berpikir, “Mungkin dia telah berubah.”
Sekali lagi, saya telah belajar kenyataan pahit ini: Faktanya, [kebanyakan] orang tidak pernah berubah! Sekali seseorang berkhianat kepadamu, selalu ada kemungkinan dia akan kembali mengkhianatimu. Kamu pikir kenapa para mafia tidak punya maaf untuk para pengkhianat?
Kepribadian kita umumnya terpahat dari kecil, lingkungan, pengalaman, dan itulah yang membentuk kita. Ada orang yang mudah memaafkan, misalnya, ada pula yang tidak. Ada yang pendendam, ada pula yang tidak. Semua itu terkait kepribadian orang per orang.
Dan hal-hal yang terkait dengan watak dasar, biasanya sulit—atau bahkan tidak pernah—berubah. Karenanya, di dunia perkawinan, sebagian psikolog sampai mengatakan, “Sekali seseorang berselingkuh, selalu ada kemungkinan dia akan kembali selingkuh.”
Jadi, saya tidak percaya dengan kalimat manis ini, “Mungkin dia telah berubah.” Karena faktanya orang tidak pernah berubah. Kamu, saya, kita semua, sebenarnya masih orang yang sama seperti kita sepuluh atau dua puluh tahun lalu. Cuma fisik kita yang berubah.
Kalau kamu orang yang mudah memaafkan, misalnya, sampai saat ini pun kamu tetap mudah memaafkan, bahkan umpama kamu telah dilukai sampai sakit hati. Sebaliknya, kalau kamu orang pendendam, saya juga berani bertaruh; sampai saat ini pun kamu masih pendendam.
Itu pula alasan saya menjauh dari orang-orang manipulatif. Manipulatif, sama seperti kepribadian lain, biasanya tidak [akan] pernah berubah.
“Mungkin dia telah berubah.” Tidak. Dia masih orang yang sama. Pikiran memang bisa berubah. Tapi kepribadian... tidak.