Kamis, 20 Juni 2024

Omong-omong Soal Hobi

Lagi kepikiran. Sepertinya, salah satu hal yang membedakan manusia dengan binatang adalah hobi. Manusia mengenal hobi, sementara binatang tidak. Dan terpikir soal hobi, sepertinya hobi adalah sesuatu yang unik, menarik, sekaligus aneh, bahkan kadang tak masuk akal.

Kalau orang punya hobi membaca buku, misalnya, mungkin masih dianggap wajar dan biasa. Begitu pula hobi-hobi semacamnya. Tapi ada beberapa hobi yang mungkin agak aneh dan tak masuk akal. Dulu, aku pernah baca ada orang yang punya hobi “pura-pura mati”. Itu piye?

Hobi tampaknya menunjukkan identitas manusia, orang per orang, sekaligus mengukuhkan sifat manusia yang subjektif. Dalam hobi, bisa dibilang tidak ada objektivitas, karena masing-masing pemilik hobi biasanya akan menganggap hobinya yang paling asyik.

Yang hobi baca buku tentu menganggap aktivitas baca buku sangat menyenangkan. Tapi yang tidak suka baca buku bisa jadi berpikir, “Apa asyiknya membaca buku?” Begitu pula orang yang punya hobi pura-pura mati. Pasti menurutnya aktivitas itu sangat menyenangkan.

Ada orang yang punya hobi mengoleksi merpati balap—jenis merpati yang biasa diikutkan lomba. Harga merpati jenis itu mencapai puluhan juta. Namanya hobi, dia tidak peduli menghabiskan uang sampai ratusan juta demi memiliki merpati-merpati balap yang hebat.

Untung hobiku sederhana, cuma baca buku sambil menikmati teh hangat dan udud. Ngono wae, aku sudah bahagia. Aku bersyukur menjadi orang rumahan, yang senang tinggal di rumah, dan memiliki hobi yang bisa dinikmati di rumah. Tenang, dan minim masalah.

Makanya, terus terang, aku heran—campur kagum—pada orang-orang yang hobi traveling, keluyuran ke berbagai tempat, dari wilayah hutan sampai perkotaan, menghabiskan banyak waktu, energi, dan biaya besar. Sekali lagi, namanya juga hobi, mereka tentu senang.

Yang hobi traveling tentu menganggap perjalanan sebagai sesuatu yang menyenangkan. Sementara yang tidak hobi, menganggap perjalanan sebagai sesuatu yang melelahkan. Hobi, kenyataannya, adalah subjektivitas manusia dalam menikmati kebahagiaan.

Ya, dulu aku juga kadang pergi ke tempat-tempat tertentu, tapi itu semata-mata urusan kerja—bukan traveling. Begitu urusan pekerjaan selesai, aku pulang. Sejujurnya, aku kurang bisa menikmati perjalanan. Sejujurnya pula, aku lebih bisa menikmati aktivitas ndusel. Apppeuuuhh!

Terlepas apa pun hobimu, sepertinya kita perlu bersyukur memiliki hobi. Dan kita perlu bersyukur karena masing-masing orang—setidaknya sejauh ini—tidak ada yang saling menyalahkan hobi orang lain. Karena nyatanya setiap manusia punya cara sendiri untuk bahagia.

 
;