Sabtu, 01 Juni 2024

Ocehan di Twitter Bukan Karya Jurnalistik

Pengin tidur siang, tapi cuma gelisahan. Daripada bengong, iseng buka Twitter, dan TL rupanya sedang ramai dengan berita pemukulan oleh Satpol PP. Sebagian netizen mengarahkan pandangannya pada si penyebar berita, dan itu kupikir kontraproduktif.

So, aku jadi gatal ingin ngoceh.

Twitter adalah media sosial, dan ocehan di Twitter—dalam bentuk apa pun—bukan karya jurnalistik (kecuali si penulis menyatakan secara tegas bahwa ocehannya adalah karya jurnalistik, dan dia mematuhi standar serta rambu-rambu jurnalistik). 

Kenyataan ini mengandung konsekuensi.

Karena twit atau ocehan di Twitter bukan karya jurnalistik, kita (pengguna Twitter) tidak harus memenuhi standar jurnalistik ketika ingin menyebarkan berita, khususnya berita yang memang urgent (mendesak) untuk segera disebarkan. Misalnya kasus kekerasan, seperti yang viral tadi.

Kasus-kasus semacam itu memang harus disebarkan, agar mendapat perhatian luas, dan kita—pengguna Twitter—tidak wajib memenuhi standar jurnalistik yang baku untuk menyebarkannya. Asal berita yang kita sebarkan didukung bukti kuat (misal foto, video, atau saksi), itu sudah cukup.

Kalau menyebarkan berita di Twitter harus memenuhi cover both side, itu namanya kerja jurnalistik—bukan ngetwit! Itu tugas wartawan, bukan tugas netizen! Tugas netizen adalah menyebarkan berita yang memang harus disebarkan (diviralkan), dan wartawan kemudian bisa menindaklanjuti.

Faktanya, banyak kasus yang baru ditindaklanjuti setelah (di)viral(kan), dan itu artinya viral di media sosial adalah pressure kepada pihak-pihak yang memang harus menindaklanjuti, dari para jurnalis (untuk menyebarkannya di media massa) sampai aparat (untuk memeriksa kasus).

Lalu bagaimana jika berita yang kita sebarkan di media sosial—dan kemudian viral—ternyata keliru? 

Makanya, tadi aku bilang, ini mengandung konsekuensi. Karena kita [di Twitter] bukan jurnalis, masalah semacam itu harus kita hadapi sendiri, dan tidak bisa menggunakan dewan pers.

Intinya, setiap orang di media sosial tidak harus memenuhi standar atau kaidah jurnalistik ketika menyebarkan suatu berita, karena memang bukan jurnalis. Dan jika berita yang disebarkan itu keliru (menimbulkan masalah), itu bukan urusan dewan pers—itu urusan kita masing-masing.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 15 Juli 2021.

 
;