Salah satu ciri orang kuno yang masih terbawa banyak orang hingga di zaman sekarang adalah tidak tahu apa itu privasi. Jadi, boro-boro menghargai privasi, wong tahu saja tidak! Nenek kita, atau bahkan orang tua kita, belum tentu tahu konsep privasi. Sad but true.
Faktanya, perbedaan paling mencolok antara keluarga berpendidikan dan keluarga tidak/kurang berpendidikan adalah cara mereka memperlakukan privasi masing-masing anggota keluarganya.
Orang tua yang berpendidikan tahu dan menghargai privasi anak mereka, begitu pun sebaliknya.
Contoh paling sederhana terkait cara orang tua menghargai privasi anak adalah tidak masuk kamar si anak, jika si anak tidak ada di kamarnya. Jika si anak ada di kamar, dan orang tua perlu sesuatu, mereka akan mengetuk pintu kamar si anak, atau minta izin terlebih dulu, bukan langsung membuka pintunya atau menerobos begitu saja.
Jadi, kalau kita ingin tahu apakah orang tua kita mengerti dan menghargai privasi kita atau tidak, perhatikan hal sederhana itu. Orang tua beradab [dan biasanya berpendidikan] tahu dan menghargai privasi anak-anak mereka, hingga anak-anak merasa aman dan tenang tinggal di rumah.
Sayangnya, tidak semua orang tua memahami konsep privasi, khususnya privasi anak-anaknya. Ada ibu yang, tiap anaknya tidak di rumah, memanfaatkan hal itu untuk memasuki kamar anaknya. Bukan bersih-bersih, tapi membongkar-bongkar kamar si anak. Namanya bongkar-bongkar, bisa jadi dia menemukan hal-hal yang bersifat pribadi, misal catatan buku diary.
Kemudian, ini yang paling aneh sekaligus memalukan, dia menceritakan aksi bongkar-bongkar kamar anaknya—dan hal-hal yang ia temukan di kamar anaknya—ke orang-orang lain, tak peduli siapa pun yang ngobrol dengannya. Mungkin aneh, tapi benar-benar terjadi.
Ketika orang tua tidak tahu apa itu privasi, dan tidak menghargai privasi anaknya, bahkan mengumbar privasi anaknya ke orang-orang lain, apa yang lalu terjadi? Benar sekali, si anak akan merasa tidak aman di dalam rumah, dan tidak lagi percaya pada orang tuanya!
Ini salah satu akar masalah “anak-anak bermasalah” di mana pun di dunia! Mereka merasa tidak aman di dalam rumah, jadi mereka mencari rasa aman di luar rumah. Mereka tidak percaya pada orang tuanya sendiri, jadi mereka mencari orang lain yang bisa mereka percaya.
Anak-anak di mana pun tidak membutuhkan orang tua yang sangat pintar, yang bisa menjelaskan rumus-rumus rumit matematika atau fisika dan asal usul alam semesta. Yang dibutuhkan anak-anak mana pun hanyalah orang tua yang bisa dipercaya, tanpa setitik pun keraguan!
Anak-anak di mana pun tidak membutuhkan rumah semegah istana atau seluas hotel bintang lima. Rumah yang dibutuhkan anak-anak di mana pun adalah rumah yang membuat mereka merasa aman dan tenteram tinggal di dalamnya. Rumah yang menghargai privasi mereka.
Hanya orang tua yang bisa dipercaya, dan rumah yang memberi rasa aman! Cuma itu yang dibutuhkan anak-anak di dunia!
Sayangnya, tidak semua anak beruntung memiliki hal sederhana semacam itu. Banyak dari mereka yang memilih menjauh dari orang tua karena menganggap orang tua tak bisa dipercaya.
Dan banyak anak yang memilih keluar dari rumah orang tuanya, karena menganggap rumah orang tua justru tempat paling tidak aman di dunia! Inilah akar masalah anak-anak di dunia. Anak-anak yang dikhianati orang tuanya sendiri, anak-anak yang membenci rumah mereka.
