Salah satu etika yang saya pikir jarang dipahami kebanyakan orang adalah etika menjenguk orang sakit. Banyak orang menjenguk orang sakit saat masih dirawat di rumah sakit, sementara sakitnya tergolong parah. Menurut saya, itu kurang tepat. Yang baik adalah menunggu orang sakit itu pulang dari rumah sakit terlebih dulu, baru kita menjenguk ke rumahnya. Hal ini, khususnya, jika kita tidak punya hubungan keluarga dengan si orang sakit.
Ketika seseorang sakit, dan ia dirawat di rumah sakit, kondisinya sering kali tidak memungkinkan untuk menerima kedatangan orang yang datang menjenguk, apalagi jika ramai-ramai, apalagi jika yang datang bukan keluarganya. Bukannya senang, bisa jadi ia malah terganggu atau tidak nyaman.
Kalaupun kita “maksa” ingin menjenguk seseorang yang sakit di rumah sakit—terlepas apa pun alasannya—ada baiknya untuk minta izin terlebih dulu pada keluarga si sakit. Jika pihak keluarganya mengizinkan, silakan datang. Jika tidak diizinkan, sebaiknya tunggu si sakit pulang dulu ke rumahnya.
Orang yang pulang dari rumah sakit belum tentu sudah sembuh. Bisa jadi kondisinya membaik dan dokter mengizinkannya pulang. Di saat itulah kita bisa menjenguk ke rumahnya. Biasanya, si sakit dalam keadaan sadar, dan bisa diajak berkomunikasi dengan baik. Biasanya pula, si sakit senang dengan kunjungan tersebut.
Beda ketika seseorang masih dirawat di rumah sakit. Umumnya, perawatan di rumah sakit melibatkan infus, selang oksigen, dan lain-lain, yang menyebabkan kondisi pasien tidak nyaman untuk dilihat. Kalau kita yang melihatnya saja tidak nyaman, apalagi si pasien yang menjalani? Jika dalam kondisi semacam itu kita menjenguknya, bisa jadi pasien merasa tidak nyaman atau terganggu.
Ada pula orang masuk rumah sakit dan menjalani operasi, misalnya. Ketika menjalani operasi, pasien akan dibius agar kehilangan kesadaran. Ketika terbangun dari operasi—karena operasinya sudah selesai—pengaruh obat bius mungkin belum hilang, dan kadang si pasien melakukan atau mengatakan hal-hal yang “aneh”, “ajaib”, atau malah “tidak sopan” dan lain sebagainya.
Ketika pasien dalam kondisi semacam itu lalu kita menjenguknya, itu sangat tidak tepat. Si pasien, yaitu orang yang kita jenguk, tidak dalam keadaan siap menerima kunjungan orang lain. Karena bisa jadi si pasien [dan keluarganya] akan merasa malu, terganggu, atau tidak nyaman.
Tempo hari, ketika saya masuk rumah sakit, sedari awal saya sudah paham bahwa saya akan menjalani operasi. Jadi, sejak dari rumah, sebelum berangkat ke rumah sakit, saya berpesan pada keluarga agar tidak memberi tahu siapa pun kalau saya masuk rumah sakit. Tujuannya agar tidak ada yang menjenguk saya selama di rumah sakit.
Operasi medis membutuhkan pembiusan; kadang bius lokal, kadang bius total. Dalam kasus saya, pembiusan total dilakukan hingga saya benar-benar tidak sadar. Operasi itu berlangsung lancar. Namun, usai operasi dan saya dikembalikan ke kamar perawatan, efek biusnya mungkin belum hilang. Akibatnya, saya “meracau” tanpa sadar.
Kalian mungkin pernah mendengar cerita “aneh” atau “lucu” tentang orang-orang yang baru terbangun [sadar] dari operasi medis. Ada yang bertingkah tak karuan, ada yang menanyakan hal-hal tak masuk akal, ada pula yang tiba-tiba berbicara dalam bahasa asing.
Di Belanda, misalnya, ada kasus unik semacam itu yang sempat viral pada Mei kemarin. Seorang remaja laki-laki menjalani operasi karena lututnya cedera. Sebagai warga Belanda, ia biasa berbicara dalam bahasa Belanda, menjalani operasi di Belanda, di rumah sakit di Belanda. Namun, saat tersadar dari operasi, ia tiba-tiba berbicara dalam bahasa Inggris, dan merasa dirinya berada di Amerika! Kasus semacam itu disebut foreign language syndrome (FLS), yang kadang terjadi pada pasien operasi.
Saya pun mengalami hal semacam itu, karena mungkin efek bius operasi belum hilang sepenuhnya. Saya terbangun dari ketidaksadaran usai operasi setelah dipindahkan ke kamar perawatan. Ketika sadar, saya tidak langsung mengenali ada di mana, tapi saya melihat adik saya yang waktu itu menemani. Lalu saya mengatakan hal-hal aneh dan tak masuk akal. Adik saya kebingungan, karena tidak paham apa yang saya bicarakan.
Ketika hal itu berlangsung, saya benar-benar tidak sadar!
Belakangan, saya baru tahu soal itu ketika adik saya menceritakannya kepada saya, beberapa hari setelah kami pulang ke rumah. Saya terkejut mendengarnya. Saya mencoba mengingat-ingat peristiwa itu, tapi benar-benar tidak ingat!
Sekarang bayangkan jika saya masih dalam kondisi semacam itu, kemudian ada orang datang menjenguk. Bisa jadi, tanpa sadar, saya melakukan atau mengatakan hal-hal yang akan membuat malu, tidak nyaman, atau bahkan bisa menyakiti perasaan orang yang menjenguk tadi, padahal saya tidak sedang dalam kondisi sadar sepenuhnya, dan tidak sadar pula dengan yang saya lakukan atau saya ucapkan.
Karena itulah sejak awal saya sudah wanti-wanti pada keluarga, agar tidak memberi tahu siapa pun kalau saya masuk rumah sakit. Agar tidak ada yang menjenguk ke sana!
Ketika kemudian saya pulang [ke rumah orang tua], banyak tetangga yang datang menjenguk. Ketika itu terjadi, kondisi saya sudah “waras”, dalam arti bisa diajak berkomunikasi secara sadar. Para penjenguk merasa nyaman, saya yang dijenguk juga merasa senang.
Jadi, kalau boleh menyarankan, jenguklah orang sakit setelah ia pulang ke rumah, bukan saat masih dirawat di rumah sakit. Kalaupun “maksa” mau menjenguk ke rumah sakit, mintalah izin terlebih dulu pada keluarganya.
Menulis soal ini, saya teringat pada almarhum Saleem Iklim, penyanyi terkenal Malaysia era ’90-an. Di akhir kehidupannya, Saleem dirawat di rumah sakit. Karena artis terkenal, kabar Saleem dirawat di rumah sakit pun cepat menyebar, dan banyak wartawan berdatangan, termasuk dari Indonesia.
Saya kurang tahu Saleem sakit apa, waktu itu. Yang jelas, kondisinya di rumah sakit terlihat memprihatinkan, jauh beda dengan penampilannya yang biasa kita lihat saat menyanyi. Ketika kerumunan wartawan mengelilingi tempat tidurnya di rumah sakit, Saleem berkata, “Tolong jangan ada yang memotret saya, karena saya tidak nyaman dengan kondisi saya sekarang.”
Dasar wartawan, ternyata ada yang memotret Saleem waktu itu, mungkin secara diam-diam. Dan dasar wartawan bangsat, foto itu kemudian muncul di situs berita, lalu menyebar ke mana-mana. Itu benar-benar tidak beretika!
Ketika seseorang sakit, apalagi relatif parah dan dirawat di rumah sakit, ia tidak sempat memikirkan penampilan, tidak sempat menyiapkan diri untuk bertemu dengan orang-orang yang mungkin datang, bahkan kadang tidak sepenuhnya sadar. Itulah kenapa menjenguk orang sakit sebaiknya setelah ia pulang ke rumah, atau—kalau memang mau menjenguknya ke rumah sakit—mintalah izin terlebih dulu pada keluarganya, beri tahu kapan akan datang, agar si sakit setidaknya punya persiapan dan kesadaran bahwa ia akan dikunjungi.
