***
Berdasarkan kenyataan itu, “wajar” pula kalau aktivitas pacaran atau bahkan seks bebas paling banyak dilakukan para remaja, karena pada masa itu mereka sedang berada dalam tahap “paling panas”, secara biologis maupun psikologis. Aktivitas pacaran—terlepas bagaimana kita mendefinisikannya—banyak dijadikan sebagai semacam “penyaluran” nafsu yang meledak-ledak. Sekali lagi, saya tidak sedang bicara moral—saya sedang bicara fakta.
Ketertarikan pada lawan jenis secara menggebu-gebu, aktivitas pacaran, hingga kecenderungan terhadap film bokep, adalah sedikit di antara “hal-hal panas” yang bisa dikatakan dekat dengan kehidupan remaja. Bahkan, ketika film bokep dianggap “membosankan”, sebagian remaja bikin film bokep sendiri secara amatiran. Menurut Sonny Set, film bokep amatiran semacam itu jumlahnya telah mencapai ribuan.
Namun itu belum semuanya. “Panas”nya dunia remaja di era sekarang juga telah mendapatkan fasilitas-fasilitas hebat yang tidak pernah dikenal remaja-remaja zaman dulu. Di masa sekarang, anak-anak remaja bisa melampiaskan nafsunya dengan berbagai sarana yang ada—dari kamera ponsel untuk membuat bokep amatir, film-flm porno yang bebas diunduh di internet, hingga kebebasan di situs jejaring sosial.
Siapa pun yang suka keluyuran di Facebook atau Twitter, pasti tahu banyaknya group atau orang per orang yang hobi memamerkan foto-foto telanjangnya. Di Facebook, ada group-group tertutup yang masing-masing anggotanya bebas memposting foto-foto telanjang mereka. Di Twitter, tak terhitung banyaknya orang—lelaki maupun perempuan—yang enjoy memposting foto-foto panasnya sebagai sarana berkenalan dengan sesama pecinta ketelanjangan.
(Tolong tidak usah repot-repot menghubungi saya untuk menanyakan alamat group atau akun Twitter tersebut, karena saya tidak akan menjawabnya).
Ketika menyaksikan semua itu, saya tertegun. Menemukan website yang menjual bokep dalam harddisk satu tera saja sudah membuat saya takjub. Tapi “ketakjuban” saya ketika menyaksikan orang-orang asyik telanjang di Facebook atau Twitter benar-benar tak pernah saya bayangkan.
Kita tentu bisa mengajukan pertanyaan klise, “Mengapa mereka bisa segila itu?”
Jika saya perhatikan, semua “kegilaan” yang terjadi itu kebanyakan dilakukan para remaja, atau anak-anak muda. Sejauh ini, saya belum pernah menemukan kakek-kakek atau nenek-nenek yang memposting foto telanjang mereka. Dan para remaja yang asyik memposting foto-foto telanjangnya itu bisa berdasar karena narsis, bisa pula karena semacam eksibisionis. Yang jelas, hal itu telah menjadi salah satu penyaluran “nafsu” mereka yang meledak-ledak.
Ketika menyaksikan semuanya itu, saya sering kali berpikir bahwa alam semesta telah melakukan “kekeliruan” berbahaya.
Seperti yang telah disebutkan di atas, nafsu seks seseorang bisa dibilang tak pernah mati sampai usia berapa pun. Tetapi, kemampuan melakukannya (dalam contoh yang gampang; ereksi) mencapai tingkat paling hebat ketika seseorang masih remaja. Bukankah ini semacam kekeliruan yang sengaja dilakukan alam semesta?
Ketika seseorang masih puber atau remaja, secara umum dia belum bisa berpikir dan bersikap secara matang atau dewasa—namanya juga masih remaja. Artinya, remaja adalah usia yang labil, jauh dari sikap bijaksana. Tapi kenapa alam semesta mengaruniai nafsu seks yang luar biasa besar semacam itu untuk orang yang jelas-jelas masih labil dan baru puber?
Dalam bayangan saya, nafsu seks yang meledak-ledak pada diri remaja tak jauh beda dengan granat aktif di tangan seorang bayi. Berbahaya—sangat berbahaya.
Lanjut ke sini.
Ketertarikan pada lawan jenis secara menggebu-gebu, aktivitas pacaran, hingga kecenderungan terhadap film bokep, adalah sedikit di antara “hal-hal panas” yang bisa dikatakan dekat dengan kehidupan remaja. Bahkan, ketika film bokep dianggap “membosankan”, sebagian remaja bikin film bokep sendiri secara amatiran. Menurut Sonny Set, film bokep amatiran semacam itu jumlahnya telah mencapai ribuan.
Namun itu belum semuanya. “Panas”nya dunia remaja di era sekarang juga telah mendapatkan fasilitas-fasilitas hebat yang tidak pernah dikenal remaja-remaja zaman dulu. Di masa sekarang, anak-anak remaja bisa melampiaskan nafsunya dengan berbagai sarana yang ada—dari kamera ponsel untuk membuat bokep amatir, film-flm porno yang bebas diunduh di internet, hingga kebebasan di situs jejaring sosial.
Siapa pun yang suka keluyuran di Facebook atau Twitter, pasti tahu banyaknya group atau orang per orang yang hobi memamerkan foto-foto telanjangnya. Di Facebook, ada group-group tertutup yang masing-masing anggotanya bebas memposting foto-foto telanjang mereka. Di Twitter, tak terhitung banyaknya orang—lelaki maupun perempuan—yang enjoy memposting foto-foto panasnya sebagai sarana berkenalan dengan sesama pecinta ketelanjangan.
(Tolong tidak usah repot-repot menghubungi saya untuk menanyakan alamat group atau akun Twitter tersebut, karena saya tidak akan menjawabnya).
Ketika menyaksikan semua itu, saya tertegun. Menemukan website yang menjual bokep dalam harddisk satu tera saja sudah membuat saya takjub. Tapi “ketakjuban” saya ketika menyaksikan orang-orang asyik telanjang di Facebook atau Twitter benar-benar tak pernah saya bayangkan.
Kita tentu bisa mengajukan pertanyaan klise, “Mengapa mereka bisa segila itu?”
Jika saya perhatikan, semua “kegilaan” yang terjadi itu kebanyakan dilakukan para remaja, atau anak-anak muda. Sejauh ini, saya belum pernah menemukan kakek-kakek atau nenek-nenek yang memposting foto telanjang mereka. Dan para remaja yang asyik memposting foto-foto telanjangnya itu bisa berdasar karena narsis, bisa pula karena semacam eksibisionis. Yang jelas, hal itu telah menjadi salah satu penyaluran “nafsu” mereka yang meledak-ledak.
Ketika menyaksikan semuanya itu, saya sering kali berpikir bahwa alam semesta telah melakukan “kekeliruan” berbahaya.
Seperti yang telah disebutkan di atas, nafsu seks seseorang bisa dibilang tak pernah mati sampai usia berapa pun. Tetapi, kemampuan melakukannya (dalam contoh yang gampang; ereksi) mencapai tingkat paling hebat ketika seseorang masih remaja. Bukankah ini semacam kekeliruan yang sengaja dilakukan alam semesta?
Ketika seseorang masih puber atau remaja, secara umum dia belum bisa berpikir dan bersikap secara matang atau dewasa—namanya juga masih remaja. Artinya, remaja adalah usia yang labil, jauh dari sikap bijaksana. Tapi kenapa alam semesta mengaruniai nafsu seks yang luar biasa besar semacam itu untuk orang yang jelas-jelas masih labil dan baru puber?
Dalam bayangan saya, nafsu seks yang meledak-ledak pada diri remaja tak jauh beda dengan granat aktif di tangan seorang bayi. Berbahaya—sangat berbahaya.
Lanjut ke sini.