Sabtu, 06 Juli 2013

Surga Ada di Rumah

Yang dicari orang-orang di luar itu, apa sih? Berdesakan, 
berjubelan, bising... Enakan di rumah, hangat, nyaman, hening.


Well, tempo hari saya menonton film yang saya sewa dari rental DVD langganan. Judulnya Black Water. Sepertinya itu bukan film bioskop, dan filmnya juga tak bisa dibilang bagus. Yang membuat saya tertarik menyewa film itu karena di sampul filmnya terdapat keterangan kalau film itu berdasarkan kisah nyata (true story).

Ceritanya tentang penyerangan buaya pada manusia. Jadi, Adam, Grace, dan Lee, berlibur ke Australia. Adam dan Grace adalah pasangan suami istri, sementara Lee adalah adik Grace. Mereka memutuskan untuk menikmati pemandangan sungai Backwater Barry, di wilayah Australia Utara. Maka mereka pun menemui seorang pemilik perahu untuk tour tersebut. Si pemilik perahu, bernama Jim, menemani mereka, dan perahu itu pun melaju dengan tenang di sepanjang sungai Backwater.

Di tengah perjalanan, seperti yang direncanakan, mereka memancing. Tapi kemudian sesuatu yang tak terbayangkan terjadi. Sesosok buaya sangat besar muncul, dan menggoncangkan perahu mereka. Perahu itu terbalik, orang-orang yang ada di atasnya segera terjatuh ke air, dan buaya mengerikan itu menyerang. Jim, si pemilik perahu, terbunuh oleh si buaya. Sementara Adam, Grace, dan Lee, berhasil menyelamatkan diri dan naik ke atas pohon.

Lalu ketegangan yang amat menjengkelkan pun dimulai.

Di atas pohon, ketiga orang itu memang selamat. Tapi mereka juga tak bisa ke mana-mana. Perahu mereka terbalik mengapung di atas sungai. Adam menyatakan satu-satunya jalan mereka untuk bisa pergi dari tempat itu adalah dengan perahu tersebut. Tetapi, jarak mereka dengan perahu yang terbalik itu cukup jauh. Untuk dapat menggunakan perahu, mereka harus turun ke air, dan itu artinya menantang maut karena si buaya masih berkeliaran.

Ketiga orang itu pun saling tegang dan sesekali bertengkar di atas pohon. Mereka tak bisa apa-apa, tak bisa ke mana-mana. Di atas pohon, mereka memang hidup. Tetapi mereka juga seperti ditahan di sana. Sementara mereka juga tak bisa berharap datang pertolongan, karena tidak ada orang lain yang tahu keberadaan mereka di sana. Jadi, seperti yang dibilang Adam, satu-satunya cara untuk pergi dari sana hanya menggunakan perahu mereka yang sekarang terapung dalam keadaan terbalik.

Adam berencana turun ke air dan berenang ke tempat perahu, tapi rencana itu ditentang Grace, istrinya. Akhirnya, setelah sedikit bertengkar, Adam meyakinkan Grace kalau ia akan selamat sampai perahu. Grace pun mengizinkan suaminya turun, lalu Adam masuk ke air dan berenang menuju perahu. Adam selamat sampai perahu, dan berhasil membalikkannya sehingga siap ditumpangi. Tetapi, belum sempat Adam naik ke atas perahu, buaya keparat itu muncul dan langsung memangsa Adam.

Grace dan Lee panik tak karuan menyaksikan Adam tewas dimangsa buaya. Mereka makin bingung, makin tegang, dan saya yang menyaksikan semua itu semakin merasa jengkel. Ya, saya jengkel, karena tak habis pikir dengan orang-orang yang suka keluyuran ke tempat-tempat semacam itu. Selama menyaksikan ketegangan mereka dalam film, berkali-kali saya membatin, “Memangnya siapa yang menyuruh kalian keluyuran ke sana, hah? Siapa? Siapa? Siapa…???”

Mungkin saya tidak memiliki jiwa petualang seperti Ryanni Djangkaru atau Trinity yang suka keluyuran ke tempat-tempat “eksotik”. Saya tak pernah bisa melihat apa asyiknya mempertaruhkan keselamatan hanya untuk melihat tempat-tempat semacam itu. Daripada keluyuran ke tempat-tempat tidak jelas seperti itu, saya lebih suka duduk nyaman di dalam rumah yang hangat, menyeduh kopi, mengunyah dark chocholate, merokok, sambil membaca buku.

Sebagai orang rumahan, saya tidak bisa menemukan tempat lain yang lebih menyenangkan dan mendamaikan selain di dalam rumah. Liburan bagi saya adalah duduk santai di atas sofa yang empuk dan nyaman sambil membaca buku yang bagus, atau meringkuk di atas springbed yang hangat ketika di luar sedang hujan. Tak perlu ke mana-mana, tak perlu capek keluyuran, juga tak perlu mempertaruhkan nyawa untuk seekor buaya. Asal ada rokok, teh panas atau kopi, dan buku yang bagus, kenyamanan rumah sudah cukup bagi saya.

Sepertinya saya melantur.

Oke, kita lanjutkan cerita dalam film tadi. Setelah Adam tewas dimangsa buaya, Grace dan Lee pun memutar otak bagaimana caranya menyelamatkan diri. Tetapi, lagi-lagi, cara paling logis yang bisa ditempuh hanyalah dengan perahu itu. Kali ini perahu sudah tak terbalik, karena tadi sudah dibetulkan posisinya oleh Adam. Tetapi jarak mereka dari perahu masih jauh. Dan mereka tetap ngeri jika harus turun ke air lalu berenang ke perahu.

Akhirnya, karena tak ada jalan lain, mereka pun nekat. Grace dan Lee turun ke air, berenang perlahan-lahan, menuju ke perahu. Begitu mereka hampir menyentuh perahu, buaya keparat itu muncul lagi, tepat di depan mereka. Grace dan Lee kabur tunggang langgang menyelamatkan diri. Keduanya selamat, tapi kaki Grace tercabik oleh buaya, hingga luka dan berdarah.

Lalu ketegangan yang menjengkelkan dimulai lagi.

Mereka kembali menyelamatkan diri dengan naik ke atas pohon. Mereka selamat, meski luka dan berdarah, tapi tak bisa ke mana-mana. Mungkin akan begitu terus sampai kiamat, pikir saya dengan jengkel. Dan lagi-lagi saya membatin, “Memangnya siapa yang menyuruh kalian keluyuran ke sana, hah? Siapa? Siapa? Siapa…???”

Saya pikir, kalau mau liburan, mbok tidak usah keluyuran ke tempat-tempat seperti itu. Apa salahnya sih, liburan ke tempat yang relatif aman? Oh, well, kadang-kadang saya juga liburan dengan pergi meninggalkan rumah. Tapi saya tidak sudi menghabiskan waktu liburan ke tempat-tempat semacam sungai yang dihuni buaya, atau hutan liar yang belum terjamah, atau ke gunung yang wingit. Daripada ke tempat-tempat semacam itu, saya lebih suka ke luar kota, shopping, dan menginap di hotel mewah!

Kadang-kadang, saya diajak teman pecinta alam untuk mendaki gunung, mengisi waktu liburan. Kadang-kadang pula saya menerima ajakan itu. Tetapi, sejujurnya, saya tak pernah bisa menikmati acara semacam itu. Di alam liar, kita tak bisa naik kendaraan, artinya harus jalan kaki. Tidak ada warung atau restoran, apalagi kafe, dan itu artinya makan minum kami sangat terbatas. Untuk makan, kami biasanya bikin mie rebus. Untuk minum, kami hanya mengandalkan air putih.

Bagi saya, liburan semacam itu sangat menyiksa dan menyusahkan. Dan, demi Tuhan, saya sudah bosan hidup susah, juga sama sekali tak berminat mengulanginya. Karenanya, selagi bisa menikmati ketenangan, saya akan menikmatinya. Selagi bisa menikmati hidup yang nyaman, saya akan menikmatinya. Daripada jauh-jauh ke gunung hanya untuk makan mie rebus dan minum air putih, saya lebih memilih tinggal di rumah dan menikmati kopi atau teh yang nikmat sambil membaca buku.

Ya, ya, selera orang memang berbeda. Ada yang suka tempat-tempat alami seperti hutan, sungai, atau gunung, ada pula yang seperti saya. Dan, sebenarnya, kalau dipikir-pikir, semuanya memang ada risikonya. Di alam liar, risikonya bisa diserang hewan buas. Di perkotaan, risikonya bisa kecelakaan di jalan raya sampai perampokan. Ada risikonya semua. Tetapi, saya pikir, di wilayah perkotaan ada kantor polisi, rumah sakit, atau setidaknya mudah ketemu orang lain jika perlu minta tolong. Lhah di hutan…???

Kalau kebetulan kita diserang macan di tengah hutan ketika sedang liburan, kira-kira mau minta tolong siapa? Tarzan…? Yang benar saja! Begitu pula kalau kita liburan di sungai, lalu diserang buaya ganas, kita mau minta tolong siapa? Kenyataannya, Grace dan Lee dalam film tadi tak bisa minta tolong siapa-siapa. Ketika seekor buaya besar menyerang mereka, kakak beradik itu hanya bisa panik, bingung, panik, bingung, panik, bingung, panik… mungkin begitu terus sampai kiamat.

Uh, sepertinya saya melantur lagi.

Di akhir film, Lee memang akhirnya berhasil menyelamatkan diri setelah membunuh si buaya dengan pistol yang ia temukan pada mayat Jim (si pemilik perahu). Tetapi, Grace meninggal di atas pohon, mungkin karena kehabisan darah, mungkin pula karena terlalu shock. Setelah si buaya terbunuh, Lee mengambil perahu dan membawa mayat kakaknya ke dalam perahu. Lalu mendayung perahu, pergi meninggalkan tempat itu.

Dan film pun selesai.

Bagi saya, film ini memberikan pelajaran yang sangat penting, yaitu, “Cintailah rumahmu”. Berbahagialah, dan nyamanlah tinggal di rumah. Tidak usah keluyuran ke mana-mana, apalagi ke tempat-tempat yang relatif berbahaya. Sepertinya itu pesan yang bagus sekali—khususnya bagi saya. Setelah menonton film ini, dan setelah menyaksikan orang-orang dimangsa buaya, saya makin suka tinggal di rumah.

Kalau boleh sedikit lebay, surga di dunia ini terdapat di dalam rumah. Tak perlu mencari ke tempat jauh.

 
;