Salah satu kebutuhan mendasar manusia adalah kebutuhan untuk didengarkan. Kebutuhan ini bisa jadi kebutuhan yang lebih tinggi, atau setidaknya sederajat dengan kebutuhan mereka pada makan dan minum. Tetapi, hanya sedikit sekali dari kita yang mencoba memuaskan dahaga mereka untuk didengarkan. Kita justru sering kali lebih suka berbicara dan meminta didengarkan, tanpa pernah merenungkan mengapa Tuhan hanya menciptakan satu mulut dan dua telinga.
Keluarga kita, saudara, tetangga, dan teman-teman kita, semuanya butuh didengarkan. Barangkali kebutuhan semacam ini terkesan ‘primitif’ dan tidak ‘ilmiah’. Tetapi, bukankah kita sendiri juga merasakan kebutuhan yang sama? Ketika seseorang datang dan menceritakan masalah-masalahnya, sebenarnya dia tidak berharap memperoleh solusi atau kata-kata dorongan apa pun, dia hanya butuh didengarkan, butuh sepotong hati yang bisa berempati dengan tulus.
Keterampilan mendengarkan mungkin terkesan tidak penting dan tak perlu dipelajari apalagi sampai dipraktekkan. Tetapi, kalau kita ingin tahu, keterampilan inilah yang menjadi salah satu penyebab kesuksesan Aristottle Onnasis hingga bisa menjadi seorang multi-jutawan dari hasil usahanya.
Orang-orang yang pernah hidup bersama Onnasis sering menceritakan bahwa bila mereka berhadapan dengan Onnasis, ia memberikan kesan bahwa mereka adalah manusia paling penting di dunia—karena kemampuannya dalam mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Siapa yang tidak bisa suka pada orang yang semacam itu?