Ia yang mengenal orang lain adalah orang bijak;
ia yang mengenal diri sendiri adalah orang yang tercerahkan.
—Lao-tzu
ia yang mengenal diri sendiri adalah orang yang tercerahkan.
—Lao-tzu
Semenjak ribuan tahun yang lalu, para filsuf dan orang-orang bijaksana telah mencoba merenungkan dan merumuskan jalan terbaik untuk mengadakan hubungan dengan sesama manusia. Dari tahun ke tahun, mereka terus mencoba menganalisis sekian banyak cara yang bisa ditempuh. Sampai kemudian, mereka menemukan bahwa di antara sekian banyak cara dan ajaran tentang bagaimana berhubungan dengan manusia, hanya satu cara saja yang dianggap penting.
Ajaran penting itu pun kemudian sama tuanya dengan sejarah manusia. Zoroaster mengajarkan ajaran itu di depan pengikutnya, tiga ribu tahun yang lalu di Persia. Confucius mengajarkannya di Cina, dua puluh empat abad yang lalu. Lao-Tse, pendiri Taoisme, mengajarkannya juga di hadapan pengikutnya di Lembah Han. Buddha mengajarkannya di tepian sungai Gangga, lima ratus tahun Sebelum Masehi.
Kitab suci agama Hindu mengajarkannya ribuan tahun sebelumnya. Yesus mengajarkannya di bukit Yudea, dua puluh abad yang lalu. Dan Muhammad SAW, lebih dari seribu tahun yang lalu juga menyampaikan kepada umatnya dalam salah satu ajarannya, “Perlakukanlah orang lain sebagaimana kau ingin orang lain memperlakukanmu.”