Jumat, 29 Oktober 2010

Tidak Rigik—Ada yang Tahu?



Istilah itu muncul tiba-tiba di suatu waktu, seperti sesosok monster yang tiba-tiba keluar dari dasar laut. Dan sebagaimana monster yang menciptakan teror, istilah itu juga menciptakan teror di dalam otaknya. Sampai sekian waktu berlalu, dia tak pernah mampu melupakan istilah itu—istilah asing membingungkan yang mungkin tak pernah dikenal dalam peradaban manusia.

“Tidak rigik”—itulah istilah yang membuat hidupnya tidak tenang selama berbulan-bulan lamanya. Kalau kau bisa mudah melupakan sesuatu, kau patut bersyukur. Karena daya ingat yang kuat kadang-kadang menjadi semacam kutukan. Dan dia benar-benar terus mengingat istilah itu—dan mencari-cari jawabannya, dan tidak juga menemukannya.

Bertumpuk-tumpuk buku sudah dibongkar, aneka macam kamus sudah diacak-acak, tapi istilah keparat itu tak juga tertemukan artinya—bahkan tidak satu buku pun yang pernah memuat istilah itu. Dan inilah secuil potret perjalanan yang telah ditempuhnya untuk mendapatkan arti dari istilah asing yang aneh itu—suatu kaleidoskop yang tak masuk akal…


***

Di Cirebon, dia menanyakannya pada seorang teman, “Kau pernah mendengar istilah ‘tidak rigik’?”

“Istilah… apa?” si teman bengong—seperti salah dengar.

“Tidak rigik.”

“Tidak rigik?”

“Yeah… kau pernah dengar?”

“Sepertinya bukan bahasa Indonesia, benar?”

“Aku tidak tahu. Jadi, kau belum pernah dengar?”

“Baru kali ini aku mendengar istilah yang aneh itu.”


***

Di Yogyakarta, dia menemui seorang kawan yang memiliki literatur sangat lengkap, dan kembali menanyakan istilah asing itu.

“Tidak rigik?” tanya si teman memastikan pendengarannya.

“Ya, itu—tidak rigik. Kau tahu istilah itu?”

Si teman mengobrak-abrik seluruh kekayaan literaturnya, dan mereka mencarinya sampai berhari-hari lamanya, tapi istilah keparat itu tak tertemukan.

“Mungkin ada yang salah dengan istilah ini,” kata si teman akhirnya dengan wajah kuyu.

“Ada yang salah?”

“Yeah, mungkin istilah yang dimaksud bukan itu. Kau yakin kalau semua hurufnya sudah benar? R-I-G-I-K?”

“Aku yakin, memang itulah istilahnya. Itulah kenapa aku mencari-cari maknanya, karena baru mengenal dan mendengar ada istilah yang aneh seperti ini. Jadi, kau belum pernah mengenal istilah ini?”

“Belum, dan sepertinya memang tidak ada istilah ini.”


***

Di Jakarta…

“Kau tahu atau pernah mendengar istilah ‘tidak rigik’?”

“Tidak… apa?”

“Rigik. Tidak rigik. Pernah dengar?”

“Sepertinya baru dengar…”


***

Di Solo…

“Sampeyan ngertos istilah ‘tidak rigik’?”

“Istilah nopo…?”

“Rigik—tidak rigik.”

“’Tidak’ niku ‘mboten’…”

“Nggih, kulo sampun ngertos. ‘Rigik’…?”

“Uh, niku… niku kulo mboten ngertos.”


***

Di Kalimantan…

“Saya sedang mencari tahu makna istilah ini, Pak…”

“Ya…?”

“Tidak rigik—Anda pernah mendengar istilah ini?”

“Maaf, istilah apa?”

“Rigik—tidak rigik.”

“Itu bahasa Indonesia?”

“Saya tidak tahu, tapi saya mendapatkan istilah ini dalam struktur bahasa Indonesia.”

“Tidak rigik, ya…”

“Anda tahu?”

“Maaf, sepertinya saya baru mendengar istilah itu.”


***

Di Manhattan…

“Kamu tahu istilah ‘tidak rigik’…?”

“What…???”

“Rigik—R-I-G-I-K.”

“Uh, you okay…?”


***

Di Bogor…

“Jadi, kau tidak pernah dengar istilah ini—tidak rigik?”

“Mungkin yang dimaksud bukan itu, pal. Menurutku, itu salah ketik, salah tulis, atau mungkin kau yang salah dengar.”

“Kalau begitu, menurutmu apa istilah yang ‘seharusnya’ atau yang benar itu?”

“Rigid—menurutku, istilah itulah yang dimaksud dalam konteks kata-kata itu. Rigid. Kau tahu, rigid—rigiditas. Istilah itu ada dalam bahasa Indonesia, dan sudah menjadi bahasa baku. Jadi, kemungkinan besarnya adalah ‘tidak rigid’.”

“Well, mungkinkah suku kata ‘rigid’ diawali kata ‘tidak’? Kau tahu, kalau memang istilah yang benar adalah ‘rigid’, maka kata-kata ini akan jadi semakin aneh, karena kemungkinannya sangat kecil ‘rigid’ diawali kata ‘tidak’.”

“Uh, yeah… benar. Jadi, apa menurutmu?”

“Menurutku, aku tidak salah dengar, dan kata ini tidak salah tulis. Memang istilah inilah yang dimaksudkan—‘tidak rigik’. Tapi, hell, apa sebenarnya maksud istilah ini?”


***

Di Pekalongan…

“Kowe tau krungu istilah ‘tidak rigik’?”

“Tidak… opo?”

“Rigik—tidak rigik. Tau krungu?”

“Kuwi istilah Jowo opo Indonesia?”

“’Tidak’—iki istilah Indonesia, kan? Dedi ‘rigik’ mestine juga istilah Indonesia.”

“Waduh, aku durung tau krungu…”


***

Di Batam…

“’Tidak rigik’—pernah dengar…?”

“Ridik…?”

“Rigik—G—Gnostik. ‘Tidak rigik’. Pernah dengar?”

“Sepertinya itu bukan bahasa Indonesia, ya. Tapi aku belum pernah dengar.”


***

Di Yahoo Answer…

“Teman-teman, saya sedang mencari arti atau makna istilah ‘Tidak rigik’. Ada yang bisa membantu? Terima kasih.”

Sampai dua bulan berjalan tidak ada jawaban yang memuaskan.


***

Di Canada…

“Jadi, apa yang bisa saya bantu…?”

“Saya sedang mencari arti suatu istilah, Sir, dan saya dengar perpustakaan ini mengoleksi literatur berbahasa Indonesia dalam skala yang lengkap.”

“Itu suatu kebanggaan tersendiri bagi kami. Jadi, apa istilah yang sedang Anda cari maknanya itu?”

“’Rigik’—‘tidak rigik’. Pernahkah Anda mendengar istilah itu?”

“Itu istilah asli bahasa Indonesia, serapan, atau istilah asing yang dibakukan?”

“Saya tidak yakin, tetapi saya mendapati kata ini dalam struktur bahasa Indonesia yang baku. Maksud saya, istilah ini terdapat dalam kalimat berbahasa Indonesia yang baku.”

“Begitu. Coba kita lihat apa yang bisa kita dapatkan dari kata itu. Perpustakaan ini memiliki kamus elektronik yang sangat hebat—kami menyebutnya ‘super kamus’, karena bisa mencari arti dalam berbagai bahasa di dunia. Well, seperti yang ada di Google Translate itu. Mari ikuti saya…”

Sampai empat jam kemudian, istilah itu tak berhasil ditemukan. ‘Super Kamus’ yang hebat itu tidak berhasil menemukan apa arti istilah itu.

“Hmm… bagaimana kalau istilah ini kita coba terjemahkan dalam bahasa lain? Well, siapa tahu kalau ini ternyata bukan bahasa Indonesia?”

Mereka mencoba berbagai bahasa yang dikenali di planet bumi—dari bahasa Armenia sampai bahasa Turki—tapi semua bahasa manusia itu tidak ada yang bisa mengartikannya. Sampai empat jam lagi berlalu…

“Sepertinya ada yang salah dengan istilah Anda itu…”

“Atau komputer sini yang rupanya perlu di-update.”


***

Di Bandung…

“Ini soal istilah ‘tidak rigik’…”

“Oh ya, aku sudah mendengarmu mencari-cari arti kata itu kemana-mana. Bagaimana hasilnya?”

“Belum ketemu. Itulah kenapa sekarang aku ke sini. Siapa tahu kau bisa membantuku.”

“Kau sudah ke Dago?”

“Sudah, tapi orang-orang di sana tidak ada yang tahu.”

“Kalau begitu lupakan saja istilah sialan itu.”

“Kenapa?”

“Karena kalau orang-orang di Dago saja tidak tahu, maka berarti seluruh dunia juga tidak akan ada yang tahu!”


***

Di sebuah rumah sakit jiwa…

“Saudara-saudara, ada yang tahu istilah ‘tidak rigik’? Ada yang tahu artinya?”

“Waaah, gampil itu…!”

“Ya…? A-apa artinya…?”

“’Tidak rigik’ itu…”

“Ya…?”

“’Tidak rigik’ itu, lawan kata dari ‘rigik’. Benar, kan…?”

“Uh, iy-iya… TAPI ‘RIGIK’ ITU APPAAAAAA…???”


 
;