Minggu, 20 Desember 2015

Teman, Pacar, dan Perkawinan

Temanmu punya teman yang ternyata juga temanmu, itu indah. Tapi kalau
pacarmu punya pacar yang ternyata juga pacarmu, itu... well, itu apa?
—Twitter, 30 Oktober 2014

Aku lebih suka menemukan teman, daripada menemukan pacar.
Teman bisa menjadi pacar, tapi pacar tidak pernah bisa menjadi teman.
—Twitter, 30 Oktober 2014

Seharian asyik bersama teman tidak membuatmu bosan. Tapi seharian
bermesraan dengan pacar... oh, ayolah, kadang-kadang membosankan.
—Twitter, 30 Oktober 2014

Kalau pacar kita bilang, “Aku mencintaimu apa adanya,” kita tahu
itu bohong. Tapi kalau teman kita yang bilang, kita percaya itu jujur.
—Twitter, 30 Oktober 2014

Ironis adalah orang yang meninggalkan teman-temannya
demi seorang pacar yang sewaktu-waktu bisa hilang.
—Twitter, 30 Oktober 2014

Semula, hidup ini indah, luas, ceria, dan menyenangkan. Tapi kemudian
muncul pacar, dan hidup menjadi sempit setelah hadirnya perkawinan.
—Twitter, 30 Oktober 2014

Temanku menikah bukan karena apa pun, tetapi karena kesepian akibat
semua temannya telah menikah. Sedih. Dia tidak tahu aku belum menikah.
—Twitter, 30 Oktober 2014

Banyak orang kehilangan teman bukan karena apa pun,
tapi karena si teman menikah. Setelah itu, semuanya berubah.
—Twitter, 30 Oktober 2014

Aku pernah punya teman yang cocok, dan kami sering mengobrol, bercanda
semalaman tanpa bosan. Lalu dia menikah, dan aku sangat kehilangan.
—Twitter, 30 Oktober 2014

Bagi sebagian orang, perkawinan adalah awal hubungan intim dua orang,
dan awal hancurnya pertemanan bertahun-tahun dengan banyak orang.
—Twitter, 30 Oktober 2014

“Dia berubah, setelah menikah,” ujar seseorang pada temannya. Lalu dia
juga menikah, dan si teman mengatakan hal yang sama pada temannya.
—Twitter, 30 Oktober 2014

Sering kali, seorang teman hilang setelah menikah. Pertemanan mungkin
akan jauh lebih indah, kalau saja teman-teman kita tidak menikah.
—Twitter, 30 Oktober 2014

Kehidupan jadi lebih indah dan bermakna karena keberadaan teman-teman.
Sayangnya, teman-teman sering kali menghilang karena perkawinan.
—Twitter, 30 Oktober 2014

Kehidupan manusia dimulai saat ia mulai mengenal pertemanan. Dan
kehidupan manusia diakhiri oleh... bukan kematian, tapi oleh perkawinan.
—Twitter, 30 Oktober 2014

Saat menikah, kita butuh saksi, butuh resepsi, butuh surat, butuh
pengakuan negara dan agama. Saat berteman, kita tidak butuh semua itu.
—Twitter, 30 Oktober 2014

Pertemanan tidak membutuhkan pengakuan negara, saksi, atau surat
apa pun. Itu jenis ikatan yang tak bisa ditandingi hubungan apa pun.
—Twitter, 30 Oktober 2014

Negaramu, agamamu, orangtuamu, tidak pernah mempersoalkan siapa
temanmu. Tapi siapa orang yang menikah denganmu... ya, mereka ikut campur.
—Twitter, 30 Oktober 2014

Nasihat mencari teman, “Carilah teman yang baik.” Cukup. Tapi nasihat
mencari pasangan, daftar dan syaratnya bisa panjang puluhan kilometer.
—Twitter, 30 Oktober 2014

Orangtuamu bisa memaksamu menikah dengan seseorang. Tapi mereka
atau siapa pun tidak bisa memaksamu berteman dengan seseorang.
—Twitter, 30 Oktober 2014

Lajang yang memiliki kebebasan sering merindukan ikatan, lalu kehilangan
teman. Mereka yang telah terikat merindukan teman dan kebebasan.
—Twitter, 30 Oktober 2014


*) Ditranskrip dari timeline @noffret.

 
;