Minggu, 16 Juni 2019

Noffret’s Note: Timpang

Kepercayaan dan keyakinan seseorang terhadap sesuatu umumnya berbanding lurus dengan tingkat pendidikan dan intelektualitas mereka. Seperti apa yang mereka yakini, maka seperti itulah tingkat intelektualitasnya. Mereka tidak/belum mampu menjangkau pengetahuan di atas mereka.

Keyakinan terhadap "keindahan perkawinan", misalnya. Orang-orang itu sangat percaya, karena wawasan yang mereka dapatkan baru setingkat itu. Mereka butuh wawasan "yang lebih tinggi". Sayangnya, wawasan yang lebih tinggi sering sulit dipahami (misal karena pakai bahasa asing).

Ada banyak pengetahuan penting dan wawasan mencerahkan di luar sana, yang penting diketahui untuk memperluas cakrawala. Sayangnya, pengetahuan dan wawasan itu ditulis dalam bahasa asing, atau ditulis dengan bahasa rumit dan sok intelek, hingga orang-orang awam sulit memahami.

Kenyataan semacam itulah yang menjadikan si pintar semakin pintar, dan si bodoh semakin bodoh. Karena si pintar bisa mengakses pengetahuan seluas apa pun, sementara si bodoh kesulitan karena adanya keterbatasan pada diri mereka. Tugas kita mengikis ketimpangan semacam itu.

Karena latar belakang itu pula, aku selalu mewajibkan diri sendiri untuk menulis dalam bahasa Indonesia yang sederhana, mudah dipahami, hingga bisa dicerna kalangan mana pun.

Ada banyak pengetahuan keliru (bahkan menyesatkan) yang disebarkan di sekeliling kita, dan pengetahuan keliru itu diterima serta dipercaya banyak orang mentah-mentah, kenapa? Karena pengetahuan keliru itu disampaikan dengan bahasa sederhana, hingga siapa pun bisa menerima!

Sayangnya, pengetahuan-pengetahuan yang penting dan benar justru disampaikan dengan bahasa asing, atau dengan bahasa rumit yang sok ngintelek, hingga tidak setiap orang akan paham. Pengetahuan yang benar adalah satu hal, tapi cara kita menyampaikan adalah hal lain. Sederhanakan!


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 30 Juli 2018.

 
;