Seorang bocah melangkah sendirian, melewati lapangan kosong dan sepi. Ketika sedang melangkah, dia melewati sebuah batu besar di pinggir lapangan.
Semula, dia tidak menghiraukan batu besar itu, dan terus melangkah. Namun, setelah beberapa meter dari batu tadi, dia berpikir, “Seharusnya aku mengajak bicara batu tadi. Ya, seharusnya aku mengajak bicara batu tadi. Karena hidup ini sungguh sia-sia jika kita tidak pernah bicara pada batu.”
Maka, dia pun berbalik dan melangkah mendekati batu besar tadi. Sambil menepuk-nepuk batu, si bocah berkata, “Apakah kamu pernah dindin, hem?”
Batu itu diam saja, karena ia batu. Si bocah kembali berkata, “Hem, apakah kamu pernah dindin, hem? Hidup ini sungguh sia-sia jika kita tidak pernah dindin, hem. Apakah kamu pernah dindin, hem? Hem?”
Sampai cukup lama, si bocah mengajak bicara batu, meski batu tetap diam tak bergerak. Akhirnya, setelah merasa cukup berbicara pada batu, si bocah kembali melangkah pergi.
Beberapa meter melangkah, si bocah mendengar batu di belakangnya bersuara, “Dindin itu apa, hem?”
Si bocah menengok, terkejut, lalu kabur.