Dan kalian terus beranak pinak dengan riang gembira,
tanpa menyadari anak-anak kalian hanya akan menjadi budak-budak industri
berupah murah, sekaligus terus mencemari dan merusak planet ini.
Thanos sudah mengingatkan kita semua soal ini,
tapi kita malah menuduhnya bajingan!
Tiba-tiba ingin ngoceh sesuatu yang bersifat ontologis. Oh, well, aku suka istilah ini—ontologis. Meski tidak tahu apa artinya. Yang penting ontologis!
Rumania pernah dipimpin seorang presiden yang progresif bernama Nicolae Ceausescu. Sebagai pemimpin yang progresif, dia pun melahirkan berbagai aturan yang sama progresif. Salah satunya, Ceausescu mewajibkan semua warga Rumania punya anak secepatnya!
Warga Rumania yang telah berusia 25 tahun tapi tidak/belum punya anak, dikenai pajak khusus. Kalau sudah 25 tahun belum menikah? Yo wis, suram nasibmu—selain dikenai pajak khusus, juga dikenai denda. (Kalian bisa mempelajari sejarah Rumania, untuk tahu lebih lanjut).
Selain mewajibkan warga Rumania cepat kawin dan cepat punya anak, pemerintahan Ceausescu juga melarang aborsi dan kontrasepsi, serta merancang undang-undang untuk mempersulit proses perceraian. Tujuannya satu: Memperbanyak penduduk untuk meningkatkan perekonomian negara.
Seperti yang kuocehkan tempo hari, anak-anakmu hanya angka statistik dalam urusan konsumsi, yang hanya menjadi sekrup-sekrup bagi roda besar industri. Ceausescu telah memahami kenyataan itu sekian puluh tahun lalu, saat menerapkan kebijakannya di Rumania.
Kini, populasi penduduk di dunia saat ini sudah tak terkendali, dan nyaris tidak ada satu pihak pun—katakanlah WHO—yang berupaya menyerukan bahaya yang mungkin akan terjadi. Padahal ledakan populasi jauh lebih berbahaya daripada sampah plastik atau pemanasan global!
Sejak itu pula, jumlah penduduk Rumania mulai meningkat signifikan, berkat aturan yang ditetapkan pemerintahan Ceausescu. Tapi yang meningkat bukan hanya jumlah penduduk. Jumlah kemiskinan juga meningkat, sementara pembuangan anak menjadi masalah besar di sana.
Banyak penduduk Rumania di masa itu mengalami dilema. Mereka dilarang menggunakan kontrasepsi, dan akibatnya punya banyak anak. Sementara mereka tidak mampu memberi makan anak-anak yang lahir. Anak-anak itu lalu dibuang di mana-mana, layaknya sampah.
Sejak itu pula, Rumania menjadi negara dengan anak yatim-piatu terbesar di dunia—anak-anak yang dibuang orang tuanya, hingga tidak tahu siapa ayah ibunya. Sebagian anak itu ditampung negara, sebagian lain tumbuh liar dan menjadi gelandangan, dan tunawisma di mana-mana.
Banyak anak rezeki? Oh, well, katakan itu pada rakyat Rumania, yang sampai membuang anak-anak mereka seperti sampah, karena tak bisa memberi makan!
Setiap anak punya rezeki sendiri? Katakan itu pada jutaan yatim piatu di Rumania, yang sekarat di mana-mana karena kelaparan!
Tapi Ceausescu sosok progresif—atau juga sinting. Ledakan penduduk di Rumania segera dimanfaatkannya untuk menggenjot ekonomi. Orang tua yang punya banyak anak, mau tak mau, harus bekerja siang malam untuk memberi makan anak-anaknya. Mesin industri pun mulai bergerak lebih cepat.
Roda ekonomi negara itu pun berputar lebih kencang, kapitalisasi bergelombang lebih besar, dan perekonomian Rumania berangsur-angsur meningkat. Tapi kenyataan itu bukan berarti semua rakyat Rumania jadi kaya. Kenyataannya, kemiskinan masih terus membelit jutaan orang di sana.
Sebagai pemimpin yang progresif, Ceausescu “menjual” peningkatan ekonomi negaranya ke luar negeri. Gayung bersambut, utang luar negeri berdatangan, masuk ke Rumania. Pada masa itu, Ceausescu mendapat utang mencapai 13 miliar dolar—jumlah yang sangat progresif untuk era 1980-an.
Lalu apa yang terjadi kemudian? Apakah Rumania tumbuh menjadi negara maju, kaya, dan ekonomi rakyatnya semakin makmur? Tidak! Utang itu justru menghancurkan Rumania dengan cara yang halus, perlahan, tak terlihat, tapi dengan efek kerusakan yang sangat... sangat mengerikan.
Tidak ada makan siang gratis, pun tidak ada pinjaman cuma-cuma. Ketika Ceausescu mulai menyadari kenyataan itu, semuanya telah terlambat. Di titik nadir kepemimpinannya sebagai Presiden Rumania, Ceausescu harus mati-matian berupaya membayar utang yang mengisap seperti lintah.
Pada waktu itu, demi bisa membayar utang, Ceausescu memerintahkan ekspor produk agrikultur dan industri negara. Upaya itu memang bisa digunakan untuk membayar utang. Tapi akibatnya, terjadi shortage di Rumania. Standar hidup orang Rumania turun drastis, kemiskinan merajalela.
Lalu demonstrasi bermunculan, dengan beragam alasan. Demonstrasi itu makin menyebar dan terus membesar, hingga mewujud sebagai revolusi. Rakyat yang kelaparan menuntut perbaikan nasib, dan... singkat cerita, Ceausescu dan istrinya melarikan diri, tapi ditangkap, dan dihukum mati.
Ceausescu punya tiga anak. Ketika ia dan istrinya dihukum mati, tiga anaknya tetap hidup... tapi menjadi yatim piatu. Persis seperti jutaan anak lain di Rumania yang juga menjadi yatim piatu akibat kebijakannya yang progresif—oh, well, progresif. Apa sebenarnya arti kata itu?
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 5 Agustus 2019.