Ada orang-orang yang kerja di luar kota, dan hanya pulang sebulan sekali atau bahkan lebih lama lagi. Begitu pulang, langsung sibuk dengan teman-temannya, tanpa sadar bahwa keluarganya—orang tua atau kakak adiknya—merindukan bercakap-cakap dengannya setelah lama tak bertemu.
Ini aku sedang "galau" sama adikku, sebenarnya. Dia kerja di luar kota, dan hanya pulang sebulan atau dua bulan sekali, dan hanya 2 atau 3 hari di rumah. Dalam waktu yang sempit itu, dia lebih sering di luar bersama teman-temannya, padahal aku sangat ingin ngobrol bersamanya.
Tadi siang dia pulang, dan aku pun ke rumah ortu untuk menemuinya. Tapi kata ortu, dia barusan pergi ke rumahnya sendiri (adikku sudah punya rumah sendiri). Ya sudah, kupikir dia perlu istirahat. Malam ini, aku ke rumah adikku, tapi ternyata dia sedang keluar bersama temannya.
Berdiri di depan gerbang rumahnya yang sepi, aku merasakan sesuatu yang membingungkan. Aku ingin meneleponnya, mengatakan bahwa aku merindukannya. Tapi kami tidak biasa mengungkapkan perasaan sentimental semacam itu. Sejak kecil, kami tidak pernah diajari hal-hal semacam itu.
Kalau sejak kecil kau telah diajari, dididik, dan dibiasakan mengungkapkan perasaan positif pada keluarga dan orang-orang terdekatmu (semisal ucapan I love you atau I miss you), kau perlu tahu bahwa kau orang beruntung, karena setengah dari masalah hidupmu sudah teratasi.
Ironi sebagian kita, tampaknya, lebih dibiasakan mengungkapkan perasaan negatif, tapi tak pernah diajari mengungkapkan perasaan positif. Kita mudah menunjukkan amarah pada orang-orang terdekat kita, tapi kesulitan saat ingin mengatakan bahwa kita merindukan dan menyayangi mereka.
Oh, ya, aku harus mengakui bahwa aku merasa sangat mudah saat ingin marah dan mengamuk di hadapan adikku (atau di hadapan siapa pun, sebenarnya), tapi aku sering kesulitan saat ingin mengatakan kepadanya bahwa aku merindukan, menyayangi, dan sering kangen mengobrol dengannya.
Dan sekarang aku bertanya-tanya, bagaimana "error" semacam ini bisa terjadi? Dalam perspektif komputasi, ini seperti GIGO, garbage in garbage out. Kita, atau sebagian kita, "diprogram" untuk mudah melakukan hal-hal negatif, tapi kesulitan saat ingin melakukan hal-hal positif.
Kelak, jika punya anak—meski aku tidak yakin—aku akan mengingat untuk mengajari dan membiasakan anakku mengungkapkan perasaan cinta pada orang-orang terdekatnya. Tidak hanya dalam perbuatan, tapi juga ucapan. Karena cinta kadang tak cukup lewat tindakan, dan butuh kata-kata.
*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 2 November 2019.