Senin, 10 Agustus 2020

Media Sosial untuk Orang Introver

Kunci pertama dan paling utama yang harus diingat dalam berkomunikasi efektif
dengan introvert adalah “to the point”—jangan bertele-tele, jangan bertele-tele, 
jangan bertele-tele! Katakan saja langsung maksudmu, 
dengan sopan, jelas, dan bisa dipahami.


Ada berbagai riset terkait media sosial, yang menyatakan bahwa banyak pengguna media sosial yang sebenarnya kesepian, meski mungkin tampak asyik berinteraksi di ruang maya atau lini masa. Kenyataan itu sebenarnya berawal dari kekacauan pikiran jutaan orang terkait media sosial.

Selama ini, kebanyakan orang mengira media sosial diciptakan untuk orang-orang ekstrover yang memang senang bersosialisasi. Salah! Sebenarnya, cikal bakal media sosial berawal dari pikiran orang introver untuk menciptakan wadah bagi para introver yang tidak suka bersosialisasi!

Mark Zuckerberg adalah seorang introver. Dia kurang mampu—dan tidak nyaman—bersosialisasi dengan banyak orang. Karenanya, dia menciptakan Facebook, yang memungkinkan dia—dan orang-orang introver seperti dirinya—bisa bersosialisasi dengan nyaman, karena di dunia maya.

Jadi, Facebook dan media sosial umumnya sebenarnya ditujukan untuk orang-orang introver, yang memungkinkan mereka berinteraksi dengan orang lain tanpa harus tatap muka. Kenyataannya, orang-orang introver menikmati aktivitas di media sosial, bahkan jika mereka ngomong sendiri!

Hal sebaliknya akan terjadi pada orang-orang ekstrover yang pada dasarnya senang bersosialisasi (di dunia nyata). Jika orang-orang ekstrover masuk ke media sosial, mereka memang tampak “ramai”, tapi sebenarnya “gersang”, karena kebutuhan sosialisasi mereka justru terhambat.

Sosialisasi, dalam konteks orang ekstrover, adalah bertemu dan berkumpul secara nyata dengan orang-orang, sehingga bisa saling menyentuh, menepuk, saling mendengarkan ocehan dan tawa—dalam bentuk nyata! Di media sosial, mereka justru akan kesepian. Inilah akar masalahnya.

Karenanya wajar kalau berbagai riset yang selama ini dilakukan terkait media sosial menghasilkan kesimpulan bahwa para pengguna media sosial sebenarnya kesepian. Mungkin karena responden atau subjek penelitian itu mayoritas orang-orang ekstrover yang senang bersosialisasi.

Terkait sosialisasi, perbedaan fundamental antara introver dan ekstrover adalah: Orang introver tidak merasa kesepian, meski menghabiskan banyak waktu sendirian. Sebaliknya, orang ekstrover akan merasa kesepian, jika menghabiskan banyak waktu sendirian, karena butuh sosialisasi.

Ketika media sosial kini menjadi bagian hidup manusia, orang-orang pun masuk ke dalamnya, yang introver maupun ekstrover. Hasilnya, orang-orang introver merasa nyaman di media sosial, bahkan umpama tak punya teman. Sebaliknya, orang ekstrover akan merasa kesepian!

Bersosialisasi di media sosial artinya “seolah bertemu dan berkumpul dengan banyak orang, padahal sendirian”. Itu kondisi yang bisa dinikmati orang introver, tapi bisa menyiksa bagi orang ekstrover. Bersosialisasi bagi orang ekstrover adalah bersosialisasi dalam wujud nyata.

Jadi, media sosial sebenarnya bukan untuk orang-orang yang senang bersosialisasi ala orang ekstrover. Media sosial justru dibuat untuk orang-orang introver, yang bisa menikmati interaksi dengan orang lain tanpa harus tatap muka, yang memungkinkan introver menjadi dirinya sendiri.

Bahkan, kalau ocehan ini mau diperluas, sebagian besar isi internet sebenarnya dirancang/diciptakan orang-orang introver. Sebut saja nama siapa pun yang punya andil besar di internet, dan kita akan melihat orang-orang introver! Dari Zuckerberg, Jack Dorsey, Evan Williams, sebut lainnya.

Bill Gates, yang menciptakan software Microsoft, seorang introver. Steve Wozniak dan Steve Jobs yang melahirkan Apple, orang-orang introver. Bahkan Larry Page dan Sergey Brin, yang menciptakan search engine Google, adalah bocah-bocah introver. Daftarnya masih panjang.

Sekadar intermeso. Dulu, Zuckerberg bikin akun di Twitter, dan ngetwit beberapa kali. Waktu itu, Jack Dorsey, pencipta Twitter, mem-follow akun Zuckerberg, tapi keduanya tidak saling sapa. Zuck tidak follback akun Jack, dan Jack lalu unfollow akun Zuck. Benar-benar khas introver!

Andai mereka orang-orang ekstrover, pasti sudah saling sapa dengan ramai. Wong keduanya sama-sama raksasa media sosial. Tapi mereka orang-orang introver, dan aku membayangkan keduanya saling bingung mau menyapa bagaimana. Mungkin mereka saling tunggu yang lain menyapa lebih dulu.

Mungkin waktu itu Zuck menunggu Jack menyapa lebih dulu, tapi mungkin pula Jack juga bingung mau menyapa bagaimana, dan akhirnya sama-sama menunggu. Ketika ternyata Zuck tidak follback akunnya, Jack pun unfollow Zuck. Lalu Zuck tidak pernah ngetwit lagi... sampai sekarang!

Jadi, sangat konyol kalau ada orang yang sok-sokan “merendahkan” introver tanpa tahu apa sebenarnya itu introver, padahal mereka menggunakan media dan aneka teknologi yang diciptakan orang-orang introver. Mengejek introver di Facebook, misal, padahal Facebook diciptakan introver!

Kesimpulannya—kalau memang maksa pakai kesimpulan—media sosial tidak bisa menggantikan sosialisasi langung di dunia nyata, khususnya kalau kau seorang ekstrover. Karenanya, kalau kau ekstrover dan hanya “berosialisasi” di media sosial, kau pasti akan kesepian. Riset membuktikan!

Andai aku orang ekstrover, dan tertarik kepadamu, aku pasti akan mengajak ketemuan, secara langsung, hingga bisa bercakap-cakap—bersosialisasi—sebagaimana seharusnya orang ekstrover. Tapi sayang, aku seorang introver. Kalau kau menungguku ngajak ketemuan, aku tidak tahu caranya.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 21 Januari 2020.

 
;