Rabu, 01 Mei 2024

Ocehan di Hari Buruh

Mumpung Hari Buruh, aku ingin ngoceh “soal perburuhan”, siapa tahu bermanfaat bagi sesama buruh. Well, nyatanya sebagian besar kita—untuk tidak menyebut semua—memang buruh, kok. Meski mungkin buruh kreatif yang bekerja di ruangan adem dan “sok bukan buruh”.

Aku kadang dapat job (istilah keren untuk "pekerjaan") dari beberapa perusahaan di Indonesia, baik yang terkenal maupun yang namanya baru kukenal. Sering kali, job yang mereka sodorkan "tidak masuk akal". Mereka kirim brief siang ini, dan pekerjaan harus selesai malam nanti.

Dulu, pertama kali mendapat job seperti itu, aku membatin, "Sistem kerja sialan apa ini? Mereka pikir aku mesin atau bagaimana?"

Tapi lalu aku berpikir dan berkata pada diri sendiri, "Kamu bisa melakukannya, dan itu mudah bagimu. Kenapa harus marah? Kerjakan saja, dan bereskan!"

Jadi, itulah yang kulakukan. Meski batas waktu yang mereka berikan sangat mepet (dan mungkin sulit dipenuhi orang lain), aku menyelesaikan seperti yang mereka inginkan.

Mungkin karena mereka puas dengan kinerjaku, job-job lain berdatangan, dengan "sistem kerja kilat" yang sama.

Belakangan aku tahu, ternyata job-job yang dikirim untukku kebanyakan sudah ditolak banyak orang (mungkin karena dianggap sulit atau karena memang waktunya tidak mencukupi). Bagi si pengirim job (yang mewakili perusahaannya), aku semacam "dewa penyelamat" dari deadline-keparat.

Agar ocehan ini lebih bisa dipahami, masing-masing perusahaan punya pekerja khusus yang tugasnya mencari dan menemukan para pekerja kreatif. Para "pekerja khusus" itu biasanya saling kenal dengan pekerja khusus dari berbagai perusahaan lain, karena mereka punya pekerjaan serupa.

Tampaknya, dari situlah mereka bisa tahu aku, hingga mengirim job untukku. Mereka hanya punya brief dan deadline, tapi mungkin sulit menemukan orang tepat yang bisa membereskan. Dari obrolan di antara sesama, mereka lalu menemukan namaku, dan job-job itu lalu mengalir untukku.

Kadang-kadang aku takjub dengan hal ini. Aku tidak pernah melamar kerja ke perusahaan mana pun, dan aku tidak pernah mengenalkan/mempromosikan diri dalam bentuk apa pun. Tapi pekerjaan-pekerjaan itu mengalir untukku, tanpa ribut-ribut, dan semoga saja tidak akan berhenti. Amin.

Yang paling menakjubkan dari semua ini adalah... kami tidak pernah bertemu, dan artinya kami juga tidak saling kenal! Mereka hanya menyodorkan brief dan deadline lewat email, dan aku membereskannya. Aku tidak punya jaminan apa pun, selain hasil kerja yang memuaskan mereka.

Oh ya, ada satu orang yang pernah kutemui (pertemuan ini memang tak terhindarkan, karena pekerjaannya memang sangat rumit, dan brief tidak cukup diwakili tulisan). Aku pun (terpaksa) mendatangi kantornya, dan dia menjelaskan panjang lebar sampai aku benar-benar paham.

Setelah aku benar-benar paham, dia menyerahkan kertas kerja, dan bertanya, "Kapan kira-kira ini akan selesai?"

Sambil tersenyum, aku menjawab, "Sebelum kamu bangkit dari tempat dudukmu."

Dia tertawa ngakak, dan tentu saja percaya. Track record kerjaku sudah membuktikannya.

Andai aku tidak terikat perjanjian kerahasiaan kerja, sudah kusebutkan nama-nama perusahaan yang pernah kubereskan "urusan deadline"-nya. Itu portofolio panjang yang membanggakan—setidaknya bagiku—dan, well, sepertinya juga layak disombongkan, meski mungkin dengan sok malu-malu.

Dalam urusan kerja, terlepas apa pun pekerjaan kita, aku percaya "mencintai kerja" adalah modal terbesar yang perlu kita miliki. Mencintai pekerjaan memampukan kita melakukan sesuatu yang "mustahil", dan itu akan membentuk reputasi—sesuatu yang tak bisa ditebus dengan apa pun.


*) Ditranskrip dari timeline @noffret, 1 Mei 2019.

 
;